Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 54

NIC

Segala sesuatunya menurut keadaan kemaren, In-tiong-yan duduk didalam kereta bersama Hong-thian-lui. Rasa gusar Hong-thian-lui belum tumpas seluruhnya, sambil mengerang keras keras ia pentang kaki tangannya terus rebah celentang, kedua biji matanya mendelik mengawasi In-tiong-yan.

"Wah, agaknya masih marah padaku ya ? Huh, bila tidak kupandang muka Koksu, paling sedikit kau kuhajar tiga belas cambukan."

Bagasi kereta itu bagian luarnya tertutup kain tebal, kedua Busu yang mengendalikan kereta hanya mendengar suaranya, namun tak dapat melihat mimik wajahnya. Nada perkataan In-tiong-yan kedengarannya sangat marah, namun air mukanya mengulum senyum berkali-kali ia mengedipkan matanya memberi isyarat.

Watak Hong-thian-lui memang ketus, namun otaknya bisa berpikir dengan cermat. "Apakah dia punya rahasia yang hendak diberitahukan kepadaku ?"

Betul juga setelah mengacungkan jerijinya di depan mulut lalu ia menunduk, berbisik dipinggir telinganya. Dia menggunakan ilmu mengirim gelombang suara, apalagi mulutnya dekat sekali dipinggir telinga Hong-thian lui, sudah tentu kedua Busu yang duduk di bagian luar hanya mendengar suara makian saja.

Kata bisikan In tiong-yan adalah dua patah kata yang diajarkan oleh Sip It-sian, suaranya lirih sekali seperti suara nyamuk, tapi bagi pendengaran Hong-thian lui laksana geledek menggelegar. Tak tertahan lagi ia menjerit tertahan. Lekas lekas ln tiong-yan mendekat mulutnya. Terdengar ia berseru pura-pura menyukurkan. "Bagus, syukur! Biarlah kepalamu bencut sebesar telur." kedua Busu itu menyangka karena goncangan kereta yang berlari terlalu kencang sehingga Hong thian-Iui kebentur kepalanya, maka selanjutnya mereka sangat hati-hati melarikan kudanya.

Bisikan yang dikatakan In tiong-yan di-pinggir telinga Hong-thian lui adalah dua patah kata yang diajarkan Sip It-sian itu, dia menggunakan logat kampung Hong-thian-lui pula untuk mengucapkan kata-kata itu.

Kedua patah kata itu adalah "Tak dengar kata kugebuk pantatmu, ayo dengar nasehat, nanti kuberikan mainan baik padamu."

Kenapa Hong-thian-lui begitu terkejut mendengar kedua patah kata itu? Ternyata waktu dia masih kecil setiap kali Sip It-sian berkunjung kerumahnya selalu dia senang mengucapkan kedua patah kata ini, boleh dikata hampir menjadi pembukaan katanya setiap kali ia ketemu Hong-thian-lui.

Waktu kecil Sip It-sian sangat sayang kepadanya, sebagai pencopet nomor wahid diseluruh kolong langit setiap kali datang tentu dia membawa macam-macam permainan dan barang barang aneh hasil curiannya, diberikan kepada Hong-thian-lui, wajahnya selalu mengulum senyum pula sembari mengatakan kata-kata peringatannya itu. Kadang kala karena memang dia terlalu nakal, secara kenyataan dia memukul sesuai dengan ancamannya itu, namun hanya pelan pelan saja menepuk di pantatnya.

Baru sekarang Hong-thian lui menjadi paham, pikirnya In-tiong-yan tadi memukul pantatnya memang bertujuan mengurut dan melancarkan jalan darahnya, tapi tujuan yang lain merupakan suatu kisikan belaka In-tiong-yan bisa menggunakan logat kampungnya, mengatakan kedua patah kata itu, tak perlu ditanya lagi terang diberitahu oleh Sip It-sian. "Kenapa paman Sip mau anggap dia sebagai orang sendiri ?" demikian Hong-thian-lui bertanya-tanya dengan penuh keheranan.

Agaknya In-tiong-yan seperti mengetahui jalan pikirannya, lalu berbisik lagi dipinggir telinganya. "Apa kau ingin tahu kenapa Sip It-sian memberitahu kedua patah kata itu ? Karena ditukar dengan Pinghoat karya Go Yong itu."

In-tiong yan tersenyum manis, katanya lirih, "Paman Sipmu sudah percaya kepadaku, apa kau masih tidak mau percaya kepada aku ?"

Sekali lagi Hong thian-lui menjadi lebih paham, tanpa merasa hatinya menjadi haru menyesal dan berterima kasih pula, batinnya, "Tak heran dia memaki aku memfitnahnya semena-mena, tak tahu diuntung lagi. Ternyata dia betul seorang pendekar perempuan yang membantu aku dengan setulus hatinya. Demi mengambil kepercayaanku, dia berani berkorban menyerahkan Pinghoat Go Yong itu kepada paman Sip serta menyatakan isi hatinya untuk menukar kedua patah kata itu."

Sampai pada tahap sekarang Hong-thian-lui tidak lagi merasa curiga, namun sulit juga untuk membuka mulut menyatakan perasaan hatinya, terpaksa ia manggut-manggut, sinar matanya mengunjuk rasa haru terima kasih dan penuh kepercayaan.

In-tiong-yan berkata, "Paman Sipmu sudah tahu bahwa kau hendak digusur ke Yo-ka thong, disamping itu Geng Tian juga tengah memburu kerumahmu menyampaikan berita ini kepada ayah dan gurumu, mereka pasti akan datang menolong kau, maka kau harus menekan perasaanmu, bersabarlah sementara, asal kau mau percaya kepada aku begitu ada kesempatan, aku pasti mencari akal untuk menolongmu melarikan diri. Tapi dihadapan mereka, kau harus tetap pura-pura masih sangat membenci aku. Kau sudah paham ?"

Umong menunggang kuda mengiring jalan disamping kereta, tanyanya, "Tuan putri apakah bocah ini sudah mau dengar kata ?" ternyata waktu itu mereka tengah melewati sebuah pengkolan jalan dilembah sebuah pegunungan yang jalannya tidak rata sehingga kereta bergoyang sangat kerasnya dan kerai tutup kereta itu tersingkap, Umong sekilas melihat In-tiong-yan sedang membungkukkan badannya seperti sedang bicara apa apa dengan Hong-thian lui, namun sebetulnya ia tidak dengar apa yang sedang diperbincangkan.

In-tiong-yan terperanjat mendapat pertanyaan ini, pikirnya : "Orang ini Lwekang-nya cukup mendalam, meskipun aku menggunakan ilmu mengirim gelombang suara tapi juga harus hati hati." segera ia memberi isyarat kepada Hong-thian lui. Kontan Hong-thian-lui lantas memaki, "Siluman perempuan kau ini berani menganiaya aku, sekarang pura-pura baik hati main bujuk apa segala, aku tidak sudi kau obati."

In-tiong yan tertawa kejut, serunya : "Umong kau dengar tidak, kuobati luka-lukanya malah dia memaki ! Bocah keparat macammu ini apa tidak pantas dihajar ?"

Umong kena ditipunya, serunya, "Kalau dia toh takkan bakal mati, biarlah dia banyak menderita."

"Benar, bila Koksu tidak berpesan untuk meringkusnya hidup-hidup, masa aku sudi perdulikan dia," sembari berkata ia merogoh keluar Kim-yong yok lalu membubuhi luka luka ditubuh Hong-thian-lui.

Diam diam Hong thian lui membatin, "Ginkang Geng Tian memang hebat, tapi untuk pergi datang paling tidak memakan waktu sepuluh atau delapan hari. Semoga Lwekangku bisa lekas sembuh dan pulih kembali. Begitu guruku beramai datang, aku bisa membantu mereka bergerak dari dalam untuk menerjang keluar. In tiong-yan memang berlaku baik terhadap aku, tapi sebagai tuan putri bangsa Mongol bila aku dapat menerobos keluar sendiri tentu tidak usah menyusahkan dia."

Kalau Hong thian lui sedang mengenangkan Suhunya, sebaliknya gurunya juga sedang kangen dan kuatir pada keselamatannya.

Hari itu gurunya Cin Hou siau lebih pagi menyelesaikan latihan murid-muridnya lalu bersama putranya bertandang kerumah keluarga Ling. Sebelumnya pagi itu memang ayah Hong thian lui Ling Hou sudah berjanji padanya.

Kedua kawan tua ini begitu asyik beromong omong tanpa terasa sampai pada kentongan ketiga, boleh dikata Cin Hou-siau hampir melupakan waktu lagi untuk pulang kerumah.

Tidaklah heran kalau dalam percakapan mereka itu menyinggung tentang Hong thian-lui, Ling Hou berkata, "Anak Wi sudah pergi selama dua bulan, sampai sekarang masih belum pulang, aku menjadi sedikit kuatir padanya."

"Berada dirumah Lu Tang wan, kukira takkan terjadi sesuatu yang perlu dipikirkan." demikian Cin Hau siau menanggapi.

"Berada dirumah keluarga Lu sudah tentu aku sangat lega, yang kuatirkan justru perjalanannya ke Liang san itu."

Soal Hong thian lui menuju ke Liang san mencari Ping hoat sebetulnya Cin Liong hwi tidak tahu. Ternyata mengingat urusan ini besar penting artinya maka Cin Hou siau rahasiakan urusan ini kepada putranya, dia kuatir anaknya tidak bisa menyimpan rahasia ini, maka wanti-wanti ia berpesan kepada ayah Hong thian lui supaya tidak memberitahu rahasia ini kepada putranya. Sekarang karena sedikit lena tanpa sadar ia menyinggung soal itu.

Benar juga Cin Liong hwi lantas menyela bertanya, "Bukankah Liong-toako pergi ke keluarga Lu untuk menyampaikan selamat hari ulang tahun, kenapa pula dia menuju ke Liang-san? Apakah Liang-san tempat perkumpulan seratus delapan pahlawan gagah Liang san itu?"

"Bukan urusanmu, jangan banyak cerewet!" kontan Cin Hou siau memakinya. Lalu ia berpaling dan bicara lagi dengan Ling Hou, "perjalanan ke Liang-san itu memang mungkin menghadapi bahaya. Tapi kepandaian Ling Tiat-wi aku tahu. Didunia persilatan kecuali ia menghadapi tokoh kosen kelas tinggi betapapun dia tidak akan kena dirugikan."

Dicercah oleh ayahnya Cin Liong hwi menjadi kurang senang, pikirnya, "Pepatah berkata hubungan famili paling erat antar ayah dan anak. Kecuali ayahku ini, seolah-olah dia lebih erat dan kental kepada Hong-thian-Iui dari padaku. Demikian juga paman Ling ayahku begitu sayang kepada putranya, sebaliknya dia anggap aku sebagai orang luar, ada suatu rahasia apa selalu mengelabui aku!"

Tengah hatinya murung dan jengkel, terdengar ayahnya sedang berkata, "Bukan aku mau memuji anakmu bocah itu secara kenyataan jauh lebih unggul dari putraku ini!"

Cepat Ling Hou menanggapi, "Apa-apaan ucapanmu ini, menurut pandanganku justru keponakan Liong-hwi jauh lebih cerdik pandai."

"Memang secara lahiriah kelihatannya Liong-hwi lebih pintar, sayang hanya bagus luarnya kosong isinya. Tiat wi berwajah bodoh dan berkelakuan kasar hakikatnya otaknya cukup jernih dan gampang menyelami urusan. Sejak kecil punya pembawaan yang begitu baik, mau rajin belajar lagi, kelak tentu punya harapan yang jauh tinggi dari kita!"

"Ah, kau terlalu mengagulkan dia!" ujar Ling Hou, lahirnya dia bersikap sungkan dan wajar, sebetulnya dalam batin sangat senang. Diam2 Cin Liong hwi mengikuti pembicaraan ini hatinya semakin sirik.

Sementara itu Cin Hou Siau menyambung lagi, "Sebagal sahabat lama puluhan tahun, buat apa aku bicara sungkan kepada kau. Asal Liong hwi dapat memadai beberapa bagian dari putramu saja legalah hatiku. Umpamanya pelajaran ilmu Bik-le-ciang itu, hanya sepuluh delapan hari saja Liong-hwi cukup dapat mempelajarinya dengan apal. Sayang terpenting, betapapun baik permainan jurus tipunya juga tiada gunanya bukan? Sebaliknya jauh bedanya bila putramu yang mempelajarinya. Setiap jurus tipu permainannya tentu dia bolak balik mengulanginya sampai puluhan kali, gayanya tidak sebagus permainan Liong-hwi, tapi dia dapat mencangkok isi serta lebih menyempurnakannya. Aku sendiri bila sama sama menggunakan ilmu itu hanya dapat menang sejurus, tapi selisihnya sangat dekat!"

Posting Komentar