Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 47

CSI

"Untuk persoalan ini aku akan memberi penjelasan kepadanya, legakan saja hatimu. Nona In maukah kau kembali menemui dia?"

"Aku . . . . aku....." ragu-ragu dalam hati kecilnya ia membatin: "Urusan ini gampang dibikin terang, namun persoalan Ping-hoat itu bagaimana aku harus memberi penjelasan kepadanya ?"

Sudah dua kali ia gebrak dengan Hong-thian lui, watak kasar Hong-thian-lui sudah sangat dikenalnya, meski Ping-hoat dikembalikan kepadanya tentu urusan masih berbuntut panjang, satu pertanyaan yang sulit dijawab pasti akan dihadapi yaitu kenapa kau membawa lari Ping-hoat itu? Sebaliknya Geng Tian sudah tahu riwayatnya, apakah dia tidak curiga ? Bahwasanya dia sudah menjiplak Ping-hoat itu dalam buku lain yang bentuknya sama dan disimpan pada suatu tempat, kelak akan dipersembahkan kepada Dulai.

"Adakah persoalan lain yang belum melegakan hati nona ?"

"Geng-kongcu, apakah Hek-swan-hong juga kenalanmu ?"

"Pernah kudengar namanya dari Hong-thian-lui, aku sangat takjup padanya, sayang belum ada kesempatan aku bertemu dengan dia."

Diam-diam In tiong yan menerawang : "Urusan ini menyangkut rahasia yang sangat penting, meski orang she Geng ini pintar bicara, betapa baru kenal, mana boleh percaya begitu saja?"

Tergerak hati Geng Tian, katanya: "Apakah nona ingin memberi kabar kepada Hek-swan-hong supaya kami sampaikan ?" samar samar ia meraba maksud In-tiong-yan, dalam hati ia membatin; "Dia berhasil merebut Ping-hoat itu, tentu ada latar belakang yang tersembunyi, apakah karena sebab itu maka dia mencari tahu jejak Hek-swan-hong dari Hong-thian lui, supaya kelak ia mencari Hek swan-hong dengan mudah.''

Dugaan Geng Tian tepat, tapi juga hanya benar separo, In tiong-yan hendak memberi penjelasan kepada Hek-swan-hong dan tujuan yang utama adalah hendak mengembalikan Ping-hoat itu kepada Hek-swan-hong. Waktu Hong thian lui menolak memberi tahu jejak Hek-swan-hong tadi ia sudah menyatakan hendak menyerahkan Ping hoat itu kepada Hong-thian-lui supaya disampaikan kepada Hek-swan-hong. Sayang Hong-thian-lui tidak percaya ketulusan hatinya.

Gelisah hati In-tiong-yan, pikirnya : "Watak Hong-thian lui polos tapi berangasan, sayang dia tidak percaya kepada aku, tapi percaya padanya. Meski orang ini sahabat karib Hong thian-lui, belum tentu sehaluan, jangan aku gegabah percaya begitu saja. Apakah aku harus memberi tahu persoalan ini kepadanya ?"

Pikir punya pikir akhirnya ia mendapat akal, katanya : "Apa kau tahu dimana sekarang Hek-swan-hong ?"

"Menurut Ling Tiat-wi, waktu Hek-swan-hong berpisah dengan dia bilang hendak ke Taytoh. Tapi jejaknya sangat rahasia dan sukar dilacak, apakah dia sudah tiba di Taytoh atau sudah kelain tempat, sukar aku memberi keterangan."

"Apakah kau tahu alamatnya di Taytoh?" Geng Tian geleng-geleng kepala, katanya: "LingTiat-wi tidak memberi tahu, entah dia tahu atau tidak."

"Kalau begitu cara bagaimana kau akan menyampaikan beritaku kepadanya?"

"Di Taytoh kami punya beberapa kawan karib, mungkin dari mereka kami dapat mencari jejak Hek-swan hong." yang dimaksud oleh Geng Tian adalah Pangcu Kaypang Liok Kun-lun dan seorang Piausu dari Hou-wi Piaukiok yang sudah lama tinggal di kotaraja kerajaan Kim itu.

"Baiklah, bila kelak kau bertemu dengan Hek-swan hong, tolong sampaikan kepadanya, katakan supaya dia ke puncak Giok-hong di gunung Thay-san pada malam Goan-siau tahun depan, kuminta hanya dia seorang saja."

Tatkala itu adalah pertengahan bulan sepuluh jadi masih tiga bulan lagi hari Goan-siau ditahun depan. In tiong-yan sudah berkeputusan untuk menuju ke Taytoh mencari Hek-swan-hong, seumpama tidak berhasil juga masih ada harapan oleh bantuan Geng Tian. Besar harapannya Hong-thian-lui dan Geng Tian bisa bertemu dan menyampaikan kabarnya. Jangka waktu dua bulan cukup untuk perjalanan ke Taytoh lalu pergi ke puncak Thay san.

"Baik, sekuat tenaga akan kami bantu urus soal ini. Nona masih punya pesan apa lagi?"

Tiba-tiba muncul dua ekor kuda mencongklang pesat mendatangi, walaupun malam ada bulan, namun dialam pegunungan yang belukar ini, muncul orang berkuda betapapun sangat mencurigakan. Sudah tentu Geng Tian terkejut dan was was. Yang lebih mengherankan lagi kedua ekor kuda itu lari kencang, namun tiada terdengar derap langkahnya.

Ayah Geng Tian seorang perwira tinggi, dalam pasukannya banyak terdapat kuda kuda bagus, tapi kuda sehebat dan segesit ini jarang dilihat olehnya. Keruan ia terkejut, waktu ia angkat kepala, dalam sekejap mata kedua ekor kuda itu sudah tiba dihadapan mereka. Baru sekarang Geng Tian paham duduk perkaranya, kenapa derap kuda tidak begitu keras seperti lari kuda umumnya, ternyata kaki kedua kuda itu terbungkus kain sutra tebal.

Penunggang kuda adalah dua orang Busu, Geng Tian kenal seragam yang dikenakan kedua Busu ini adalah seragam Gi-lim-kun kerajaan Kim.

Sudah tentu bertambah kejut hati Geng Tian, baru saja ia hendak turun tangan, kedua Busu itu sudah lompat turun dari atas kuda terus menjura hormat kepada In-tiong-yan.

In tiong yan tertawa, katanya : "Geng-kongcu tak usah curiga dan kaget, kedua orang ini adalah anak buahku. Mereka menyamar sebagai Busu kerajaan Kim!''

Baru Geng Tian tahu bahwa mereka bangsa Mongol, mungkin karena berada di wilayah kerajaan Kim, demi kebebasan gerak mereka maka menyamar jadi Busu kerajaan Kim. Dalam hati ia berpikir : "Untung aku tidak berlaku semberono, entah apa maksud kedatangan kedua orang ini, In-tiong-yan yang mengundang mereka ? Atau mereka sendiri yang kemari mencari In-tiong yan ? Menurut lazimnya ia ingin bersahabat dengan Ling Tiat-wi, kenapa dia undang pula anak buahnya kemari." maka timbul rasa curiganya kepada In-tiong yan.

Kedua Busu itu berceloteh panjang lebar kepada In-tiong-yan, Geng Tian tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi raut muka In-tiong yan kelihatan makin membeku, perasaannya juga seperti tertekan, seolah olah menghadapi persoalan yang sukar mengambil keputusan.

In tiong-yan mengucap beberapa patah kata bahasa Mongol, kedua Busu itu geleng-geleng kepala, lalu menjura kepada In-tiong-yan, agaknya mereka memohon sesuatu kepada In tiong-yan, sebaliknya In tiong-yan tidak mau terima maka mereka meminta-minta.

Akhirnya In-tiong-yan menghela napas panjang, berpaling kebelakang ia berkata kepada Geng Tian : "Mereka minta aku segera pulang, tiada waktu mengobrol dengan kau. Tapi aku tetap akan ke Thay-san menepati janjiku dengan Hek-swan hong di puncak Giok hong pada malam Goan siau nanti, harap kau tidak lupa menyampaikan undanganku ini kepadanya," bergegas ia melompat naik keatas kuda terus dibedal kencang. Kedua Busu itu menunggang seekor kuda yang lain mengejar dengan kencang pula.

Geng Tian berpikir: "Tiga bulan lagi dia akan ke Thay san, tentu takkan kembali ke Mongol. Kedatangan putri Ming-hui ke Tionggoan dulu melarikan diri karena dipaksa kawin, keadaan In tiong yan agaknya berbeda dengan putri Ming hui dulu. Tak heran Ling toako tidak percaya kepadanya meski dia dipuji sebagai pendekar perempuan, betapapun sepak terjangnya amat misterius. Tapi, aku tidak peduli urusan tetek bengek, yang penting sekarang aku harus cepat pulang menemui Ling toako, tentu dia gelisah menanti kedatanganku."

Setelah berada di kaki gunung, In tiong yan memperlambat lari kudanya, dengan perasaan kurang tentram ia bertanya: "Cara bagaimana paman Dulai tahu bahwa aku berhasil merebut Ping hoat itu?"

Salah seorang Busu yang berusia lebih tua menjawab; "Ji cengcu dari Ciok-keh-ceng di Tay-tong-hu dalam wilayah San-say yang bernama Ciok Goan adalah orang kita. Dia hadir dalam pertemuan dikarang kepala harimau dipuncak Liang-san dan dilukai Hek swan-hong. Tapi untung lukanya tidak berat, mendekam dalam belukar daun welingi, ia mengintip bocah kulit hitam itu rebutan Ping-hoat dengan kau. Pile-kongcu, berkat kecerdikanmu sehingga berhasil merebut Ping-hoat itu, sungguh kami sangat kagum kepadamu."

In-tiong-yan tertawa getir, katanya: "Tak heran begitu cepat paman dapat berita. Jadi kalian juga suruh orang menguntit pemuda hitam itu."

Busu yang tua itu menjawab: "Bocah hitam itu harus diawasi. Kita berjumlah empat orang Umong dan Cohaptoh mungkin sudah meluruk ke biara bobrok itu."

Bercekat hati In-tiong yan pikirnya; "Umong adalah murid besar Liong-siang Hoa-tong, ilmu Liong-siang kang sudah diyakinkan sampai tingkat ketujuh, Cohaptoh adalah jago gulat kelas tinggi dari negeri kita, Hong-thian-lui dalam keadaan lemah karena penyakitnya belum sembuh, mana kuat melawan sergapan mereka? Kecuali Geng Tian memburu tiba tepat pada waktunya tapi bila Geng Tian berhasil melukai mereka tentu paman Dulai akan mencari tahu kepada aku." Ternyata ia menerangkan kepada Busu itu bahwa Geng Tian adalah sahabatnya, maka kedua Busu itu tidak cari perkara kepada Geng Tian.

Busu yang lebih tua bertanya lagi; "Apakah tuan putri pernah bergebrak dengan bocah kulit hitam itu?"

"Benar ilmu silat bocah itu cukup lihay aku kewalahan menghadapinya."

Busu yang lebih muda menimbrung dengan tertawa: "Betapapun tinggi dan lihay ilmu silat bocan itu, dia takkan lolos dari cengkeraman Umong dan Cohaptoh. Nanti setelah bocah itu diringkus tuan putri bisa melampiaskan sakit hati padanya."

Busu lebih tua agak curiga, tanyanya : "Pemuda sahabatmu itu bergaul dengan bocah hitam itu, apakah mereka kawan sehaluan?"

"Aku tidak tahu. Mereka bergaul tapi sebelumnya belum tentu kenal satu sama lainnya !"

Busu itu berkata lagi : "Tuan putri, bagaimana kau berkenalan dengan pemuda she Geng itu?"

Posting Komentar