Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 53

NIC

"Apa betul? Dua patah kata apa? Apakah benar begitu mujarab ?"

"Kau harus belajar logat dari kampungnya dulu baru kedua patah kata itu dapat manjur!"

Baru saja dia ajarkan dua kali, mendadak terdengar suara Cohaptoh berteriak dari luar hutan. "Tuan putri, apakah kau berhasil mengejar maling keparat itu?"

Cepat cepat In-tiong yan berkata lirih, "Cepat, cepat bertarung denganku."

Sip It-sian melolos golok yang tergantung dipinggangnya, kejap lain terdengar benturan senjata yang ramai, goloknya beruntun beradu dengan pedang panjang In tiong-yan sebanyak beberapa jurus.

In tiong-yan pura-pura berteriak, "Cohaptoh, lekas kemari. Celaka, maling ini hendak lari !"

Sip lt sian kiblatkan goloknya lalu terhuyung-huyung mundur pura-pura terluka serta menjerit keras, "Budak keparat, kejam benar kau !"

Waktu Cohaptoh memburu datang menurut arah suara, tampak segulung bayangan hitam melayang pesat secepat burung terbang menyelinap kedalam lembah sana, sebentar saja lantas menghilang. Waktu ia tiba Sip It-sian sudah lari jauh dan tidak kelihatan lagi.

In tiong-yan membanting kaki, serunya gregetan, "Keparat itu sungguh hebat dan lincah sekali Ginkangnya. Aku berhasil menusuknya sekali, sayang dia berhasil melarikan diri."

Cohaptoh sudah berhasil menemukan kembali pocinya, hatinya sudah puas dan senang, katanya tertawa, "Pendeknya dia sudah terluka, biarlah dia lari." dalam hati ia membatin, "Maling itu Ginkangnya begitu hebat, seumpama terus mengejar juga belum tentu bisa kecandak."

Sekembali ketempat semula, Umong bertanya secara melit akan pengalaman mereka bertempur tadi, diapun ikut merasa kaget dan dongkol, katanya, "Heran, mengapa dia mau mengembalikan pocimu?"

"Mungkin dia takut kami mengeroyoknya, maka menggunakan tipu daya merintangi Cohaptoh sebentar. Hehe, caranya meloloskan diri ternyata begitu lihay, bila Cohaptoh tadi membantu aku mengepung dia tanggung dia takkan mampu melarikan diri,'' demikian ujar In-tiong yan.

Mendengar nada kata-kata 'tuan putri'nya rada menyalahkan dirinya, Cohaptoh menjadi rikuh dan risi, katanya mengunjuk tawa dibuat buat, "Poci ini adalah pemberian Gwan-swe, aku kuatir bila mengejar dia dulu, sekembalinya pasti sukar menemukannya kembali."

Umong menepekur, dasar otaknya memang cerdik setelah sekian lama berpikir tiba-tiba ia berkata, "Keparat itu kecuali Gingkangnya yang lihay, ilmu silatnya boleh dikata cuma kelas kambing. Untuk apa dia kemari menempuh bahaya begitu besar ? O, dia adalah pencopet nomor satu diseluruh dunia, pencopet sakti nomor satu . . . ."

In-tiong-yan pura-pura seperti tersentak dan sadar, tangannya meraba-raba bajunya seperti memeriksa apa apa, tiba-tiba ia berteriak kejut: "Aduh, celaka!"

Cohaptoh berjingkrak kaget, tanyanya gugup, "Celaka apa?"

"Pinghoat itu, Pinghoat itu telah hilang."

Kontan Cohaptoh dan Umong berubah pucat air mukanya, Umong membanting kaki sambil menggerutu, "Cohaptoh, gara-garamu ingin minta kembali poci pualammu segala, coba lihat bukankah hasil kecil kehilangan besar ?"

Cohaptoh menjadi bingung, namun coba membela diri, "Orang itu adalah copet sakti nomor satu diseluruh kolong langit, aku berhasil meringkusnya tapi malah kehilangan poci mestika. Tapi seumpama aku berada disamping tuan putri, mungkin tuan putri juga bakal terjungkal akan kepintarannya."

"Kalian tidak perlu ribut, barang itu akulah yang menghilangkan. Dihadapan Koksu akulah yang bertanggung jawab takkan merembet kalian."

Umong sendiri sudah menyaksikan betapa lihay pencopet sakti itu menguras seluruh barang milik Cohaptoh, meskipun dia merasa di luar dugaan akan tuan putrinya yang kehilangan Pinghoat itu, bagaimana juga ia tidak berani bercuriga bahwa Pinghoat itu justru telah diberikan oleh tuan putrinya sendiri.

"Terima kasih akan budi tuan putri," demikian seru Cohaptoh menjura, setelah menyatakan terima kasih dengan menunduk lesu ia berkata pula: "Hari hampir terang tanah. Kita harus siap untuk berangkat! Ai semoga koksu tidak memberi hukuman berat pada kita."

Mendengar Sip It sian berhasil mencuri Pinghoat itu dari In tiong-yan sungguh girang hati Hong-thian lui bukan main, tak tertahan lagi ia tertawa geli.

"Apa yang kau tertawakan?" jengek In-tiong-yan gusar.

"Aku tertawa sendiri, ada sangkut paut apa dengan kau?"

"Hm," dengus In-tiong-yan. "kami bersikap baik kepadamu, sebaliknya kau malah bersukur bila kami menemukan kesukaran. Huh, kalau tidak diberi hajaran sukar melampiaskan rasa dongkolku." meraih pecut "Tar, tar, tar," beruntun tiga kali ia melecut kepada Hong-thian-lui, ketiga pecutannya semua mengenai pantat Hong-thian lui.

Umong tahu akan sifat In tiong-yan itu, angin kekuatannya menderu keras terang menggunakan tenaga sepenuhnya, agaknya betul-betul kena marah ia menjadi kuatir bila hajaran In tiong yan terlalu berat dan membikin mati tawanan, segera ia mencegah, "Bocah ini tidak tahu diuntung, memang pantas untuk dihajar, tapi Koksu minta ditawan hidup-hidup, kalau tuan putri sudah melampiaskan amarah, janganlah menghajarnya terlalu berat lagi."

"Itu tergantung apakah selanjutnya dia mau dengar kata, kalau tidak biar Koksu marah kepadakupun tak peduli lagi, kuhajar dia lebih dulu perkara belakang."

Menurut adat Hong thian-lui, dirinya kena dihajar tiga kali betapapun dia pasti nekad untuk adu jiwa dengan musuh, seumpama tiada tenaga untuk berdiri, mungkin ia menubruk maju menggigit dengan giginya. Tapi sungguh ia tak memaki lagi, hanya mukanya saja yang hitam itu masih mengunjuk rasa gusar yang meluap luap.

Segera Cohaptoh maju melerai, "Bagus bocah ini kiranya tahu kapok sekarang. Tuan putri, kaupun tak perlu marah lagi."

Ternyata meskipun watak Hong thian-lui sangat keras dan berangasan, tak mau terima dihina orang. Tapi sebagai seorang ahli silat, ketiga kali pecutan In-tiong-yan kelihatannya menggunakan tenaga penuh, semula iapun menyangka dirinya bakal terluka berat oleh hajaran ini, siapa tahu begitu mengenai pantatnya, bukan saja tidak sakit malah sebaliknya merasa nyaman, seluruh jalan darahnya menjadi normal mengalir lagi. Baru sekarang Hong thian-lui menjadi jelas duduknya perkara, tahu dia bahwa In-tiong-yan menggunakan akal pecutnya itu mewakili jari-jemarinya untuk mengurut jalan darahnya, sehingga berjalan normal kembali.

Harus diketahui seluruh tubuh Hong-thian lui saat itu masih serasa lemah dan linu karena cengkeraman dan remasan tangan Cohaptoh yang menggunakan Hun-kin-joh kut itu. Permainan Hun-kin-joh-kut memang satu sumber dari kepandaian ilmu untuk jalan darah, kalau waktunya bersarang terlalu lama bakal bebas sendiri, namun tenaganya sebagian besar terkuras. Sekarang In-tiong-yan menggunakan caranya yang lihay itu untuk mengurut jalan darahnya, meskipun tidak bisa segera dapat memulihkan seluruh tenaganya, paling tidak dapat menyehatkan badannya dari serangan penyakit lumpuh.

O^~^~^O

Tapi Hong-thian lui tak menerima penghinaan begitu rupa, walaupun ia paham maksud tujuan In-tiong-yan yang baik itu, rasa dongkol hatinya sukar ditekan, maka air mukanya yang mengunjuk kemurkaan memang bukan bikinan pura-pura.

Tatkala itu, hari sudah terang tanah segera In-tiong yan memerintahkan, "Payang bocah ini naik kereta."

"Kalian tidak perlu pura-pura menanam budi, seperti tikus menangisi kucing, tuan besarmu dapat naik sendiri."

Dengan tersimpuh simpuh Hong-thian-lui merambat naik terus menggelundung masuk kedalam bagasi kereta, lalu merayap bangun berduduk sambil mulutnya menggereng kesakitan, nyata permainan sandiwaranya persis benar. In tiong-yan diam-diam merasa geli, "Tak kira bocah ini ternyata bisa main sandiwara."

Posting Komentar