Cohaptoh bergelak tawa, serunya : "Kau laki laki rudin keropos lagi, kenapa aku harus ganggu kau ? Tapi kau harus bicara terus terang, bocah hitam yang bersamamu tadi sekarang lari kemana ?"
"Bahwasanya aku tidak pernah lihat bocah hitam atau putih, kalian mencari bocah hitam silakan ke tempat lain. Kalau orang hitam memang banyak." selesai bicara dengan malas-malasan ia tambahi ranting kering dan dahan pohon kedalam api unggun, sikapnya acuh tak acuh terhadap kedua Busu asing ini. Mencomot seekor kelinci panggang terus digares, katanya : "Celaka, kelinci panggang ini menjadi hangus. Untung tidak menjadi orang."
Cohaptoh menjadi gusar semprotnya : "Siapa ada tempo berkelakar dengan kau, lekas katakan di mana bocah hitam itu sekarang. Hm, aku tahu bocah hitam itu tadi berada disini, berani kau membual didepan kami."
Sip It-sian berteriak menyumpah-nyumpah, serunya : "Sebetulnya aku tidak pernah melihat bocah hitam segala."
Umong menyapu pandangan kesekitar ruang sembahyang, dalam hati ia membatin: "Biara bobrok ini tiada tempat untuk menyembunyikan diri." ternyata patung Bilekhud yang gendut besar itu perutnya kosong, sehingga Hong-thian-lui bisa sembunyi didalamnya, sudah tentu Umong tidak tahu. Kerai diatas altar sembahyang juga sudah robek, kedua ruang samping juga sudah diperiksa tak kelihatan bayangan orang. Mana dia punya pikiran untuk menjungkir balikkan patung besar itu.
Baru saja Umong hendak mengundurkan diri, mendadak tergerak hatinya, tanyanya : "Apakah kedua kelinci ini kau sendiri yang menangkap ?"
"Thian maha pengasih dan kasihan kepada aku yang tidak makan tiga hari ini, secara kebetulan kedua kelinci ini kepergok olehku. Meskipun dipanggang rada hangus, tapi rasanya sedap sekali. Tuan pembesar, apakah kalian sudi mencicipi ?"
Sip It sian berusaha mengulur waktu sambil menanti kedatangan Geng Tian. Tidak disadari olehnya bahwa Umong telah curiga kepadanya.
Dalam hati Umong berpikir : "Kunyuk ini bukan pemburu, tidak punya jala tak membawa tali, tidak membekal panah lagi, mana mampu menangkap kedua kelinci yang gesit dan dapat berlari secepat angin? Dia mengaku sebagai pengemis rudin, namun bicara ngelantur, terang bukan sembarang orang."
Apa yang dipikir Umong juga menjadi pertanyaan Cohaptoh, dia seorang gulat dari Mongol yang kenamaan segera ia menjengek dingin : "Baik, coba kurabakan !'' mendadak sekali cengkeram ia tangkap pergelangan Sip It-sian terus menelikung kedua tangannya kebelakang punggungnya. Bentaknya : "Bagaimana rasa panggang kelinci ? Hm bicaralah terus terang, kalau tidak, masih ada lain cara yang lebih enak kau rasakan! Dimana bocah hitam itu sembunyi ? Lekas katakan !"
Ilmu silat Sip It sian tergolong kelas rendah, begitu tangan ditelikung dan dipuntir, tulang lengannya retak sakitnya bukan kepalang, kontan mulutnya berkaok kesakitan, tapi dia masih bandel, katanya : "Tuan pembesar, kau bunuh akupun tidak tahu bocah hitam macam apa yang kau maksud."
Sembunyi didalam perut Bilekhud, Hong-thian-lui tidak bisa melihat keadaan diluar, namun mendengar jeritan Sip It sian yang kesakitan, dia tidak tahu Sip It-sian disiksa macam apa, namun hati tak kuat menahan sabar, sambil membentak : "Aku berada di sini!" disusul suara "Blang!'' dari dalam ia genjot pecah perut gendut patung besar itu terus menerjang keluar.
"Bocah bernyali besar!'' Umong juga membentak disaat Hong-thian-lui melompat turun, sekaligus ia barengi dengan pukulan Bik-khong-ciang.
Patung besar Bilekhud itu pelan pelan roboh kedepan dengan mengeluarkan suara gemuruh, begitu pukulan dahsyat saling bentur, patung besar itu pecah berantakan seluruh biara menjadi gelap oleh debu yang mengepul tinggi.
Dalam keadaan gelap dan susah bernapas karena debu yang mengepul ini, kedua mata Cohaptoh kelilipan debu lagi, ringan dan tangkas sekali Sip It-sian menekan pundak dan menarik sikut hingga terlepas dari cengkeraman musuh. Gerak geriknya yang aneh seperti permainan sulap. Bagi seorang maling tingkat tinggi, tentu melatih diri untuk membebaskan diri dari belenggu. Kedua tangan tertelikung dan diikat tali besar, dia mampu membebaskan diri, apalagi hanya dicengkeram tangan orang.
Cohapto menjadi gusar, hardiknya ; "Kau penipu ini, mau lari kemana ?"
Betapa gesit dan licin gerak gerik Sip It-sian, mana Cohaptoh mampu menangkapnya lagi?
Sementara itu, Umong sudah saling labrak dengan Hong-thian lui, kekuatan angin pukulannya begitu hebat sehingga beberapa tombak sekitar gelanggang, orang biasa tak kuat berdiri tegak. Meskipun Sip It-sian bisa main silat, tapi Lwekangnya terbatas, umpama kuat berdiri juga tak mampu membantu.
"Paman Sip," Hong-thian-lui berteriak, "Lekas lari. Temanku itu segera kembali!''
Sip It-sian tersentak sadar, pikirnya : "Benar, berada disini aku tak mampu membantu, lebih baik kususul temannya itu supaya lekas datang menolong." selicin belut segesit ular, hanya beberapa kali lompat dan selulup mudah sekali ia berhasil lolos dari rintangan Cohaptoh dan lari keluar biara.
Umong malah tertawa dingin, ejeknya : "Berapa banyak temanmu, silakan undang kemari, sekali jaring biar lekas ringkus supaya menghemat tenaga !"
"Lebih baik lekas ringkus dia dan bawa pulang supaya tidak menggelisahkan !" demikian Cohaptoh memperingatkan teman.
Umong sudah kerahkan Liong siang-kang tingkat kelima tapi belum mampu merobohkan Hong-thian lui, diam diam hatinya kejut dan heran, pikirnya : "Luka parah bocah ini belum sembuh, ternyata mampu melawan Liong-siang-kangku, jangan aku pandang ringan musuh kecil ini." segera kedua telapak tangannya berkembang, dia merangsak kanan kiri saling susul, tenaga Liong siang kang ditambah sampai tingkat ketujuh.
Sekonyong-konyong terdengar ledakan "Bum !" telapak tangan bentrok dengan dahsyat sekali. Umong menggeliat dan tersurut mundur tiga tindak. Sebaliknya Hong thian-lui menyemburkan darah segar.
Sebetulnya dengan bekal tenaga murni, Hong-thian-lui tak gampang terkalahkan oleh pukulan Liong-siang-kang Umong tingkat ketujuh, soalnya luka dalamnya belum sembuh, kelaparan lagi, sudah tentu dalam adu kekuatan ini ia asor dan muntah darah.
Cohaptoh berteriak kawatir : "Koksu perintahkan kami menangkap hidup-hidup jangan kau pukul dia sampai mampus." sambil bicara ia melangkah maju sambil melancarkan Kim-na-jiu-hoat, kedua tangannya menyelinap dari bawah ketiak Hong-thian-lui menekuk keatas menekan tengkuk orang ke bawah. Setelah adu pukulan, meski Umong diatas angin, namun diapun menderita, maka dia biarkan Cohaptoh bekerja lebih lanjut.
Keadaan Hong thian-lui sangat payah, kepalanya pusing tujuh keliling, pandangan kabur lagi, tahu-tahu dua tangan Cohaptoh mencengkeram gitoknya, tulang lengan sakit bukan main, secara reflek ia kerahkan tenaga meronta dengan sisa tenaganya, karena tidak menyangka Cohaptoh tak kuat menahan getaran tenaga dahsyat ini, kontan ia terjengkang jatuh ditanah.
Cohaptoh menjadi murka, hardiknya : "Bangsat, hendak kuampuni jiwamu, ternyata bocah bandel ini tak ingin hidup." dengan gaya ikan gabus melejit dia melompat bangun, sedianya menggunakan ilmu gulat menyengkelitnya, tampak Hong-thian-lui terhuyung-huyung terus roboh lebih dulu.
Cohaptoh takut terjebak sambil maju angkat kaki menendang, namun Hong-thian-lui diam tak bergerak, sementara Umong mendekat serta menekan sebelah tangan ke dada orang, tangan lain meraba pernapasan orang. Katanya tertawa : "Bocah ini semaput. Untung tidak mati."
Sejak berpisah dengan In-tiong-yan, Geng Tian lari kencang ke biara, benturan adu pukulan yang dahsyat itu, karena kejut dia percepat larinya, laksana kilat tubuhnya laju kedepan.
Mendadak orang menerobos keluar dari dalam hutan serta berteriak : "Apakah kau Geng- kongcu ?"
"Benar," sahut Geng Tian. "Akulah Geng Tian. Siapa kau ?"
"Aku adalah paman Hong-thian-lui, Hong-thian lui tengah dikerubut dua Busu kerajaan Kim, keadaannya sangat payah, lekas kau menolongnya !"
Tanpa diminta langkah Geng Tian tidak berhenti memburu kearah biara bobrok. Sayang betapapun cepat lagi mereka tetap terlambat juga. Waktu Geng Tian muncul di pintu biara, dilihatnya Umong mengempit Hong-thian lui sedang melompat keatas tunggangannya.
"Tinggalkan sahabatku !" Geng Tian menghardik dengan lantang, laksana burung walet tubuhnya melesat sambil mengenjot sekuatnya. Lekas Umong menangkis dengan telapak tangannya sambil mengerahkan Liong-siang-kang tingkat ketujuh.
Lwekang Geng Tian kalah ampuh melawan kekuatan Umong, begitu kedua Bik-khong-ciang berada ditengah udara, walaupun Geng Tian tidak terjungkal, namun gerakannya terlambat sesaat lamanya. Bicara lambat prakteknya sangat cepat bila Geng Tian berdiri tegak Umong sudah mencongklang tunggangannya bagai terbang sambil menggondol Hong-thian-lui. Umpama Ginkang Geng Tian maha tinggi juga tidak mungkin mengejar kuda jempolan yang dapat berlari seribu li sehari.
Namun Geng Tian tidak putus asa, dengan kencang ia terus mengudak, namun makin lama jarak mereka makin jauh, akhirnya tak kelihatan lagi kedua tunggangan musuh. Sungguh menyesal dan kecewa sekali Geng Tian, dalam hati ia membatin, "Bila kutahu sebelumnya, aku tidak akan banyak bicara dengan In tiong-yan."
Waktu ia berpaling Sip It sian sudah berada dibelakangnya. Melihat orang mengintil dibelakangnya, tergerak hati Geng Tian katanya; "Apakah locianpwe adalah Sip tayhiap?"
Sip It-sian tertawa kecut, sahutnya: "Tayhiap apa, maling kecil saja. Kalau aku setimpal disebut Tayhiap, Tiat-wi keponakanku mana kubiarkan dibawa lari oleh anjing bangsa Kim itu."
Setelah tahu asal usul Sip It-sian, diam diam Geng-tian berkata dalam hati; "Ternyata benar dia adalah maling sakti nomor satu di kolong langit Sip It sian adanya, tak heran Ginkangnya begitu hebat."
"Geng kongcu," tanya Sip It-sian, "Tadi kau berada di hutan sebelah sana, kau bertempur dengan siapa?"
"Seorang perempuan yang dikenal juga oleh Ling-toako, tapi dia bukan musuh, aku hanya menjajal kepandaiannya saja. Ai sebetulnya aku sudah tahu bahwa dia bukan musuh, seharusnya aku cepat-cepat kembali." sekonyong-konyong tersentak sanubarinya: "Apakah benar In tiong-yan bukan musuh?"
Melihat orang seperti memikirkan sesuatu Sip It-sian bertanya: "Apakah nona itu putri Lu Tang-wan?"
"Bukan," sahut Geng Tian, "Asal usul perempuan agak istimewa, kalau dibicarakan terlalu panjang....."
"Kalau terlalu panjang sementara tak perlu dibicarakan. Urusan yang terpenting sekarang adalah cara bagaimana kita harus menolong Tiat-wi."
"Sip-locianpwe," tanya Geng Tian, "kedua orang yang menangkap Ling-toako itu mungkin bukan Busu bangsa Kim."
"Apa yang menjadi dasar curigamu jangan kau katakan dulu, biar kuperiksa dulu barang-barang hasil curianku ini, dari sini pasti dapat kuketahui asal usul kedua orang itu. Nanti kita cocokkan apakah rekaanmu betul?"
"Sip-locianpwe, barang apa yang dapat kau curi?" tanya Geng Tian heran.
"Waktu berada di biara tadi aku kuras kantong salah seorang kedua orang Busu itu. Dia menelikung tanganku kebelakang, tanpa disadari olehnya, dengan leluasa aku menguras isi kantongnya malah," sembari berkata ia keluarkan barang-barang hasil curiannya.
Tampak beberapa pecahan uang perak, setumpuk uang kertas, sebuah poci mungil dari pualam bening warna hijau mulus dan tiga buah bumbung kecil panjang tiga inci.
Heran dan kagum Geng Tian dibuatnya, katanya: "Sip locianpwe, kepandaian menguras kantong orang betul-betul hebat, pasti tiada bandingannya dikolong langit. Kedua Busu itu berkepandaian tinggi, namun barangnya kau curi tanpa diketahui sedikitpun."
Sip It-sian tertawa getir, ujarnya: "Sayang aku hanya pandai mencuri saja, bila berkelahi segebrak saja pasti aku sudah keok dan konyol."
"Ya, kedua macam barang ini cukup istimewa," demikian kata Geng Tian, yang dimaksud adalah poci dan ketiga bumbung kecil itu.
Sip It sian menjemput poci kecil itu lalu membuka tutupnya serta diangsurkan di-depan Geng Tian, katanya: "Geng kongcu, coba kau cium."
Geng Tian menunduk, kontan bau wangi yang keras dan pedat menerjang hidungnya, tak kuasa ia berbangkis berulang kali serunya, "Barang apakah itu?"