Seruling Samber Nyawa Chapter 52

Dalam pada itu dengan langkah enteng dan gerakan yang gesit tangkas sekali para Hwesio itu sudah loncat berseliweran hinggap di sekitar Giok-liong.

Dua orang yang berlari paling depan berusia pertengahan umur, diatas pundak masing-masing memikul Hong-pian-jan (tongkat hwcsio), sikap mereka sangat angker dan galak, Di belakang mereka berdua beriring serombongan hwesio-hwesio yang berusia lebih muda dengan tubuh tegap-tegap.

Begitu mereka sampai segera terdengar salah seorang dari mereka berteriak kejut.

"Celaka, Harimau sakti penunggu gunung kita telah mampus dibawah jurang sana."

Seketika dua puluhan pasang mata serentak memandang kebawah jurang sana. Kedua Hwesio tua pemimpin itu segera melejit tiba dihadapan Giok-liong berjarak setombak, Hwesio yang berdiri disebelah kanan segera membuka mulut.

"Harap tanya Siau si-cu, apakah kau tahu harimau sakti penunggu gunung kita telah dibunuh oleh siapa ?"

Giok-liong angkat tangan sedikit saja, sahutnya.

"Kedua binatang itu telah mampus di kedua tanganku ini !"

Serempak Kedua Hwesio tua itu lantas angkat kedua tongkatnya sampai mengeluarkan suara kentongan, Hwesio yang bicara tadi segera memaki dengan gusar serta melotot.

"Binatang, berani kau bertingkah di atas gunung Go-bi. Berapa sih batok kepalamu, serahkan seluruhnya sebagai hukuman yang setimpal. Hwesio tua di sebelah kiri rada dapat mengendalikan diri, katanya mendengus.

"Buyung, siapa yang suiuh kau membuat gaduh disini ? Siapa namamu, lekas sebutkan, kenapa pula kau telah bunuh binatang sakti kita?"

Dimaki sebagai binatang dan kata-kata kotor lainnya, memuncak kemarahan Giok-liong bagai api disiram minyak, namun sedapat mungkin ia menahan sabar, katanya sambil memberi hormat.

"Aku yang rendah Ma Giok liong, maaf bila kami tidak tahu bahwa daerah ini merupakan lingkungan Go bi-pay kalian, harap para Taysu suka memberikan maaf..."

"Kentut, terang gamblang tempat ini sebagai leluhur berdirinya Go bi-pay kami, mana mungkin kau bisa tidak tahu."

Semakin berkobar amarah Giok-liong sampai alisnya berkerut dalam, kedua matanya memancarkan sinar tajam berkilat kiiat, namun ia masih tidak kehilangan kesabaran sebagai murid aliran lurus yang mengenal tata krama, sahutnya dengan suara tertekan.

"setelah aku yang rendah memasuki daerah ini, lantas bersua dan melihat Goan hwat Taysu dari partai kalian tengah memimpin kedua ekor harimau piaraannya bertempur seru melawan seekor ular berbisa berkepala jambul ayam jago. Dalam keadaan yang sangat gawat sebelum jiwa Goan-hwat Taysu terenggut oleh ular berbisa, aku yang rendah turun tangan menolongnya, Tapi bukan saja kebaikanku tidak diterima malah beliau menyalahkan aku dan hendak mengambil jiwaku. Dari saling serang tadi baru kuketahui bahwa ternyata Goan hwat Taysu merupakan sisa murid dari istana beracun yang sudah diberantas itu ..." "Bocah ingusan, jangan seenakmu buka mulut. Mana boleh Goan hwat Taysu kau tuduh dan kau nista tanpa bukti oleh bocah berbau bawang macam kau ! serang !"

Dengan mengeluarkan suara gemerantang, dua tongkat Hong-pian jan berbareng telah mengemplang dan menyerampang datang membawa deru angin dahsyat, jangan dikata tongkat itu sangat berat dan besar, namun cara menyerangnya sangat tangkas dan dilandasi Lwekang yang hebat, sasarannya tepat dan tempat yang mematikan lagi, sekali gebrak ini terang Giok-liong telah terkepung diarena serangan musuh, jalan mundurpun telah tertutup.

Bersama itu, para Hwesio lainnya serentak berteriak riuh rendah terus menghunus senjata masing masing mengepung Giok-liong ditengah gelanggang.

Baru saja kedua tongkat besar itu menyambar tiba, tibattba pandangan semua orang serasa kabur, tahu-tahu Giokliong sudah berkelebat menggeser tempat setombak disebelah sana, katanya mengejek.

"Sungguh tak nyana para Taysu dari Go bi-pay yang diagungkan sebagai pendeta welas-asih, kiranya jwga tidak mengenai sopan santun?"

Tanpa merasa- para Hwesio itu terketuk hatinya diam-diam merasa membatin.

"Ternyata bocah ini bersih juga ,.."

Meskipun otak berpikir, namun gerakan mereka masih terus dilanjutkan serentak terdengar mereka membentak-bentak, terlihatlah sinar senjata berkelebat diiringi angin pukulan menderu berbareng mereka menyerang kearah Giok-liong.

Bertubi-tubi Giok-liong harus main kelit, lalu hardiknya keras.

"Kalau kalian benar benar mendesak terus, terpaksa aku yang rendah harus turun tangan!" "Hahaha, kunyuk, kurcaci macammu ini, silakan kau turun tangan, supaya bisa mampus dengan merem!"

Kemarahan Giok liong sudah sampai pada puncaknya, mendongak keatas ia bersuit panjang, sedemikian keras suaranya sampai para Hwesio merasa tergetar dan tertusuk telinganya, dimana bayangan putih berkelebat seketika terlihatlah sosok tubuh orang terpental jungkir balik disertai suara senjata berjatuhan mengeluarkan suara ramai, Dua titik sinar terang meluncur tinggi ketengah udara, Terdengar kedua Hwesio tua pemimpin tadi mengerang kesakitan, kontan darah menyemprot berceceran "Plak, plak"

Tubuh mereka terbanting keras ditawan sejauh berapa tombak.

Timbul napsu membunuh dalam benak Giok-liong.

Terbayang akan adegan dimana waktu ibunya menghadapi bencana dulu, matanya lantas memancarkan sorot jalang kebuasan gerak tubuhnya semakin gesit dan berloncatan gesit seka!i.

Dimana bayangannya tubuh serta kaki tangannya bergerak, seketika terdengar jeritan ngeri berturut turut, darah berhamburan.

Dalam sekejap saja puluhan sosok tubuh manusia beterbangan dan terbanting mampus ditanah.

Para Hwesio lain yang masih ketinggian hidup berubah air mukanya, dengan berteriak ketakutan serentak mereka berlari berpencar sipat kuping seperti dikejar setan.

Giok-liong menjadi geli dan bergelak tawa sepuas-puasnya, serunya.

"Akan kulihat Go-bi-pay kalian bisa berbuat apa terhadap aku Ma Giok-liong."

Salah seorang dari Hwesto yang melarikan diri itu terdengar berteriak keras.

"Ma-Giok-liong, Kaiau kau berani datanglah menghadap kepada Ciang-bunjin kami,.,, ,,."

Ditengah kumandang gelak tawa Giok-liong menutulkan kakinya, Badannya lantas melayang ketengah udara dengan gaya yang sangat indah ia jumpalitan ditengah udara terus mengejar kearah para Hwesjo melarikan diri tadi, Dengan para Hwesioyang ketakutan sebagai petunjuk jalan ia terus berlari melewati atas kepala mereka.

Belum lama ia berlari dari kejauhan didepan sana lantas berkumandang suara genta dipukul bertalu-talu.

itulah pertanda habis atas saat isirahat malam bagi para Hwesio didalam kelenteng.

Tapi suara genta kali ini lain dari biasanya karena terus bertalu-talu dan bergema lama ditengah udara semakin keras.

Ini pula merupakan pertanda terjadi suatu perubahan besar yang menimpa didalam kelenteng Go-bi-san.

Giok-liong menjadi merasa heran.

Adalah orang yang bernyali begitu besar berani menyerbu keatas Go-bi-san sebagai salah satu aliran ternama dari sembilan golongan silat yang diagungkan didunia persilatan.

Menurut apa yang diketahui saja, diantara para Tiang-lo Gi bi-pay sekarang ada seorang Tianglo yang berkedudukan paling tinggi, beliau adalah Goan-hwat Taysu punya Cosu, seorang Hwesio tua berusia lanjut yang masih ketinggalan hidup, berilmu tinggi pula.

Hwesio tua ini beratus julukan Ngo-hui-heng-cia.

Jejak Ngo-hui-heng-cia selamanya tidak diketahui oleh orang luar, justru karena dengan adanya Ngo-hui-heng-cia inilah maka Go-bi-pay yang sudah disegani oleh kaum persilatan lebih dipandang agung wibawanya lebih besar dimata umum serta bisa sejajar dengan Siau-lim, Bu-tong Thian-san sebagai salah satu aliran yang jempolan diantara sembilan partai besar.

Malam ini entah siapa yang berani menerjang keatas Go-bi san membuat onar, sungguh sukar dimengerti, Tengah ia berpikir kakinya masih melangkah cepat, dari kejauhan sudah terlihat bangunan kelenteng yang berlapis-lapis bukan saja pelita api tidak dipadamkan banyak tempat dipasang lilin dan tengloleng yang besar ditiang-tiang tinggi, seolah olah tengah mengadakan suatu upacara sembahyang atau peringatan besar.

Tapi dengan ketajaman pendengaran Giok-Iiong, pikirnya.

"Apa mungkin keadaan yang angker dan khidmat ini untuk menyambut kedatanganku. Bukan mustahil Goan-hwat Taysu yang melarikan diri membawa luka-luka menghadap kepada Go-bi Ciang-bun-jin Hian Goan Taysu serta mengadu biru dihadapan beliau dengan adanya kenyataan dan bukti yang telah dilakukannya tadi, bukan mustahil menjadikan mereka bersiap siaga ada alasan kuat untuk menghadapi dirinya sebagai musuh besar."

Terpikir sampai disini timbul kekuatiran dalam benaknya.

Tingkat kedudukan Ngo hui heng-cia konon katanya masih setingkat lebih tinggi dari To-ji Pang Giok, gurunya sendiri.

Tingkat kepandaian silatnya katanya juga sangat tinggi hampir menjadi pendekar pedang menjadi dewa.

Tapi berita tinggal berita, hampir selama ratusan tahun ini tiada seorangpun yang pernah melihat beliau mengunjukkan diri mau memamerkan ilmunya yang sejati.

Hian Goan Taysu Ciang-bun-jin Go-bi-pay yang seorang adalah bakat yang sukar dicari keduanya dikalangan persilatan masa kini, terbukti selama dua puluhan tahun ia memegang tampuk pimpinan Go bi-pay sejak masih muda sampai sekarang, Go bi-pay semakin menjulang tinggi dan tenar sebagai aliran besar yang lurus.

Tak peduli selama dua puluhan tahun tahun ini sepak terjangnya.bagaimana,hakikatnya ternyata Go bi-pay telah dipimpinnya sedemikian rapi berdisiplin keras, tingkat kepandaian para muridnya juga merata menjadi tingkatan kelas satu dikalangan Kangouw.

Kalau malam ini membunyikan genta memanggil kumpul seluruh penghuni kelenteng besar ini semata-mata untuk menghadapi dirinya.

Kedatangannya ini melulu mengandal ilmu silat tiada pegangan pasti dapat menang, mengandal kenyataan, dikawatirkan mereka tidak akan mau percaya.

Seumpama terjadi keributan dengan pihak Go bi ini berarti pula menentang dan bermusuhan dengan pihak sembilan partai lainnya.

sekarang keadaan Bu-lim tengah menghadapi ancaman terpendam yang suatu waktu bakal meletus dan gawat dalam dunia yang luas ini kalau kalangan lurus persilatan tidak dapat bersatu dan saling solider, sebaliknya saling bunuh dan bermusuhan, dan sumber kejadian ini melulu karena perbuatannya yang salah langkah ini, ini sungguh sangat menguwatirkan.

Sambil berpikir tubuhnya terus meluncur dengan kecepatan anak panah maju kedepan Tak lama kemudian pintu gerbang pertama sudah kelihatan Dengan ringan Giok-Iiong mendaratkan kakinya dijalan besar disini ia berhenti sejenak mengosentrasikan pikiran dan mengendalikan diri, Lalu pandangannya menjelajah kesekitarnya terlihat empat penjuru sunyi senyap tanpa terdengar suara sedikitpun.

Sebagai tanda hormatnya selangkah demi selangkah ia beranjak maju melintang dari lapangan besar itu lurus menuju ke aula besar, Suara genta yang bertalu talu tadi sudah berhenti, Sang putri malam memancarkan sinarnya yang cemerlang angin menghembus sepoi-sepoi kesunyian disekelilingnya itu membawa suasana yang hening dan angker menegangkan.

Waktu Giok-liong beranjak sampai ditengah lapangan, tibatiba terdengar suara mantram yang mengalun tinggi, pintu besar bercat hitam itu juga pelan-pelan terbuka lebar, Dari belakang pintu beriring keluar dua barisan Hwesio hwesio berseragam kuning terus maju !kedepan pintu lalu berdiri tegak dikedua sisi tak bergerak lagi.

MenyusuI itu berjalan keluar pintu pula empat Hwesio tua yang mengenakan jubah besar warna merah.

Dibelakangnya para Hwesio berkasa merah ini adalah dua Hwesio yang lebih lanjut usia membuntuti di belakang seorang Hwesio bertubuh tinggi kekar berwajah merah bersikap gagah dan garang.

Pelan-pelan dengan langkah berat mereka maju kedepan pintu.

Salah satu Hwesio yang berusia lanjut itu bukan lain adalah Goan hwat Taysu.

Dari keadaan yang penuh keangkeran ini terang sekali Hwesio bertubuh tinggi tegap dengan kedua mata sedikit meram itu pasti bukan lain adalah Hian Goan Taysu Cian-bunjin Go bi-pay sekarang.

Baru saja mereka muncul, keempat Hwesio berkasa merah itu langsung maju ketengah lapangan kira-kira setombak di hadapan Giok-liong baru mereka menghentikan Iangkah.

Berbareng mereka pentang mata memandangi Giok-liong dari bawah keatas dan dari atas kebawah, sejenak kemudian satu diantaranya yang ditengah berseru menyapa dan bertanya.

"Apakah Siau si-cu ini adalah Ma Giok-lioag adanya ?"

Posting Komentar