"Kedatangan Kiau lo-cianpwe ini entah ada keperluan apakah ?"
Sekilas Kiau Pwe melirik kearah Giok-liong, sahutnya lantang.
"Untuk minta seruling sambar nyawa milik bocah ini !"
Tan Soat-kiau melengak. Tapi Giok-liong malah tersenyum geli, katanya.
"Cian-pwe sudah terlambat setindak !"
"Apa ? Masa ...
"
"Ya. seruling itu sudah terjatuh ketangan orang lain."
"Siapa?"
"Adik angkat Cian-pwe sendiri, yaitu Ko-bok-im-hun Ki-kiat! "
"Apakah benar kata-katamu ini?"
"Sudah tentu benar."
"Buyung, mari kalian ikut aku."
"Wanpwe masih banyak urusan yang perlu segera diselesaikan, harap maaf tidak dapat memenuhi permintaan Cian-pwe."
"Hah, berani kau membangkang akan ke hendakku!"" "Selamanya Wanpwe tidak pernah membangkang terhadap siapapun."
"Hm, Lohu ingin menerima kau sebagai murid tunggalku, seluruh kepandaianku kuturunkan kepadamu ... ."
"Wanpwe tidak ingin menjadi murid Cianpwe,"
"Bocah sombong akan Lohu lihat sampai dimana akan kemampuanmu sehingga begini berlaku kukuh terhadapku!"
Sambil membentak gusar, seluruh rambut uban diatas kepalanya itu bergerak melambai Enpe tfrrer bvs nrg'n, dimana tangan mendahului maju angin dingin meluncur laksana seutas rantai terus menggubat tiba kearah badan Giok-liong.
Giok liong juga nnendengus dongkol, baru saja ia hendak turun tangan membela diri, tahu-tahu terdengar sebuah seruan berkumandang seperti dari jauh mendatng liu-nya.
"Bocah gendeng, lekas mundur kau bukan tandingan tua bangka ini."
Tapi tepat begitu suara itu lenyap pandangan semua orang serasa kabur, tahu tahu ditengah diantara mereka sudah muncullah seorang perempuan pertengahan umur bertubuh tinggi semampai meskipun sudah menanjak umur tapi raut mukanya masih kelihatan jelita.
Pakaian putih panjang yang dikenakan diatas tubuhnya itu seperti selarik selendang sari panjang yang seluruhnya digubatkan, diatas badannya sehingga menunjukkan lengan putih laksana batu giok juga seperti salju, membuat siapa saja yang melihat pandang bergejolak semangatnya.
Di jari-jari tangan kanannya yang halus putih itu kelihatan menyekal sebuah keliningan kuning yang memancarkan sinar berkilauan, ditambah wajahnya yang ayu dengan pakaian yang putih bersih lagi.
Seolah-olah seperti dewi kayangan membuat orang tidak berani memandang lama-lama.
Begitu muncul lantas ia melirik kearah Giok-liong dan Tan Soat-kiau, mulutnya menyungging senyum ma-nis.
katanya.
"Kalian istirahat dulu kesamping ....bersama itu tangan kiri sedikit terangkat, lemas gemulai seperti tak bertulang seenaknya saja terayun maju, dimana angin halus dikebutkan, serangan angin dingin dari cengkeraman tangan Kiau Pwe tadi seketika sirna menghilang tanpa bekas. Sejenak Pit-loh-thian-mo melengak, di lain saat ia terbahakbahak lagi sambil menggerak-gerakkan kepala, serunya.
"Hahahaha, tak kira, kiranya kalian perempuan ayu jelita ini masih kulihatan muda dan menggiurkan !"
Perempuan pertengahan umur berpakaian putih itu mengunjuk senyum, katanya.
"Kiau-lo-ji, banyak tahun tidak bertemu, Tak nyana kau masih sedemikian kolot dan tiada kemajuan tamak lagi, hendak merebut barang milik anak kecil."
Berubah air muka Kiau Pwe, dengusnya.
"Bu-lim-su bi yang kenamaan dulu kiranya juga masih berani memincut simpatik pemuda gagah ganteng ini."
Seketika membesi raut muka perempuan pertengahan umur ini mendengar ejekan ketua itu desisnya dingin.
"Kiau Pwe, dengan obrolanmu uang kotor ini kau setimpal di hukum mati. Mengingat dan kupandang muka adik Yong, biarlah kuampuni jiwamu sekali ini ! Pergilah !"
Begitu wajahnya membesi, ujung matanya lantas menunjukkan kerut kerut kulit yang tak terlindung lagi dengan segala obat rias, sehingga selebar laut muka yang jelita itu lantas menampilkan rasa duka dan kelanjutan usia yang kenyataan.
Sementara itu, pelan-pelan Tan Soat-kiau menggeser kaki mendekat kesamping Giok-liong, katanya lirih.
"inilah Kim-lingcu Kim lo-cianp-we, salah satu dari Bu-1im-su-bi ...."
Tergentak kaget hati Giok-liong, batinnya.
"Bukankah pesan Suhu menyuruhku menyampaikan beberapa patah kata terhadap beliau ?"
Dalam pada itu, air muka Kiau pwe juga berubah iebat, katanya lirih dan seperti kehilangan semangat katanya gemetar.
"Adik Yung, dia ... dia apakah dia masih hidup?"
Kim-ling-cu tertawa sedih, sahutnya, hambar.
"Sejak dulu kala umbaran cinta pasti akan membawa kekosongan hampa. Ai, baiklah! Tiga puluhan tahun yang lalu aku pernah melihatnya sekali di laut selatan, Wajahnya masih tetap tak berubah, hanya sayang hari-hari kepedihan melulu yang melingkupi hidupnya, jaman yang tidak mengenai waktu ini sudah berubah seluruh rambut halusnya yang indah menghitam dulu."
Kini raut muka Kiau Pwe mengunjuk rasa girang, dalamdalam ia membungkuk kearah Kim-ling-cu, katanya.
"Lo-toaci, apakah kau tahu tempat tinggalnya yang tetap?"
"Kau benar-benar ingin tahu?"
"Tak peduli di ujung langit atau didalam samudera, selama ratusan tahun ini Kiau Pwe sudah mencarinya kemana-mana dengan penuh jerih payah."
Sembari berkata tak tertahan lagi air mata meleleh dengan deras dan sedihnya sampai sesenggukan.
Keadaan ini lantas mengetuk pula hati Tan Soat-kiau yang berdiri berdampingan dengan Giok-liong, tak tertahan air matanya juga meleleh tak terbendung lagi.
Pelan-pelan Kim-ling-cu menggeleng kepala, katanya.
"Baiklah, biar kuberitahu kepadamu, Dia sudi tidak menemui kau, aku tidak berani memastikan! Dia bersemayan di pulau Biau-to diteluk ombak hitam dilaut selatan!"
"Apa! Bertempat tinggal dipulau yang beriklim jahat dan sulit penghidupan itu?"
"Keadaan pulau Biau bong-to sebaliknya adalah sedemikian subur dengan segala tumbuhan kembang dan rumput. Binatang hidup bebas keliaran dimana-mana seumpama tempat dewa yang aman sentosa! Kiau Pwe kalau adik Yung mau rukun kembali dengan kau, seharusnya kau sendiri juga perlu menyekap diri menyempurnakan hidupmu dan membina diri."
"Terima kasih akan petunjuk toaci ini Kalau adik Yung benar-benar mau mengampuni segala kehilafan dulu, untuk selanjutnya pasti merubah kebiasaan burukku selama ini membina diri menjadi manusia baik2."
"Itulah bagus, bolehkah kau segera berangkat janganlah kau sia-siakan pengharapanku."
Dengan wajah riang gembira Kiau Pwe segera menjura kepada Kim ling-cu serta katanya.
"Selamat bertemu kembali Toaci, aku berangkat!!"
Berkata sambil menggerakkan kepalanya yang besar bayangan biru lantas berkelebat meluncur keluar gua.
Sekonyong-konyong terdengar tawa terkekeh dingin dan pekik tertahan yang ketakutan diluar, Berubah air muka Kimling- cu cepat cepai iapun berlari keluar gua.
Giok-liong sendiri juga tergetar hatinya, tercetus teriaknya.
"Celaka, nona Ling mungkin..."
Seperti anak panah yang melenting dari busurnya, iapun melesat keluar.
Tersipu-sipu Tan Soat-kiau menyeka air matanya terus ikut mengejar keluar.
Waktu tiba diluar, tampak Ling Soat-yan pucat pasi, ujung mulutnya melelehkan darah badannya rebah lemas dalam pelukan Pit-loh-thian mo Kiau Pwe.
Saat mana Kiau Pwe telah merogoh botol kecil menuang dua butir pil terus dijejalkan kemulutnya, sementara itu dengan pandangan penuh keheranan iblis tanah akhirat tengah berdiri melongo disebelah sana, tanpa bergerak juga tidak bersuara.
Tapi begitu ia melihat Giok-liong meloncat keluar, seketika dia menghardik keras.
"Dia inilah Ma Giok-liomg adanya."
Secepat setan gentayangan mendadak ia menubruk datang, belum tubuhnya tiba tangannya sudah terayun lebih dulu menyerang dengan angin pukulan dahsyat menerpa kearah Giok-liong. Giok-liong mendengus ejek, kakinya menggeser sebat sekali.
"sret"
Gesit sekali ia berkelit kesamping meluputkan diri. Tepat pada saat itulah terdsngar bentakan gusar Kiau Pwe.
"Ciok Kun berhenti."
Iblis tanah akhirat Ciok Kun berhenti dengan melengak, tanyanya tak mengerti.
"Toako, kau , ..mengapa , .."
Kata Kiau Pvve sambit mendukung tubuh putri bayangan daiah Ling Soat-yan.
"Kau tunggu dulu, saudara tuamu ini pasti akan membuat penyelesaian yang adil,"
Lalu ia melejit kehadapan Kim ling-cu dengan kedua tangannya ia sodorkan badan putri bayangan darah diserahkan kepada Kam-ling-cu, katanya.
"Toaci, aliran keluarganya berhubungan erat dengan kau, tapi dia sendiri merupakan seorang gadis suci yang polos."
Setelah Kim-ling cu menyambuti tubuh Ling Soat-yan, lalu Kiau Pwe menghadapi Ciok Kun serta angkat tangan, ujarnya.
"Hiante masih tidak mengerti akan maksud perbuatanku ini !"
Ciok Kun manggut-manggut kepala tanpa bersuara. Kiau Pwe tertawa getir, katanya tertawa.
"Angin, api air dan tanah kalau berjodoh tentu bergabung, tiada berjodoh lantas berpisah. Lurus dan sesat selamanya tiada dapat berdiri berdampingan yang kalah biarlah kalah, Kuharap Hiante bisa berpikir dua kali sebelum bertindak dalam sesuatu persoalan, Kelak biarlah kita bertemu lagi, Kalau kelak Hiante masih belum dapat merubah cara hidup sesat seperti sekarang ini saudara tuamu ini mungkin tidak menghargaimu lagi sebagai saudara muda ..."
Bicara sampai terakhir air matanya sudah membanjir keluar, tenggorokannya menjadi sesak, serunya serak .
"selamat bertemu !"
Secepat kilat bayangan biru meluncur hilang memasuki hutan lebat didepan sana, langsung ia menuju ke Biau-hong-to yang terletak di teluk ombak hitam di laut selatan untuk mencari Hu-yung Siancu Ci Yung. Iblis tanah akhirat menjadi gugup, teriaknya.
"Toako, tunggu sebentar !"