Sepasang Pedang Iblis Chapter 16

NIC

"Sampai sekarang belum ada tokoh kang-ouw yang mengetahuinya, bahkan mendengarnya pun baru akhir-akhir ini. Pulau Neraka sama aneh dan penuh rahasia seperti Pulau Es. Akan tetapi Pulau Es ini sudah puluhan tahun dikenal namanya, sungguhpun tidak pernah ada pula yang pernah melihatnya, kecuali Pendekar Siluman dan anak buahnya, tentu saja. Datuk-datuk golongan hitam dan putih dahulu memperebutkan dan mencari, karena kabarnya pusaka peninggalan Bu Kek Siansu berada di sana. Namun tidak pernah ada yang berhasil. Adapun Pulau Neraka ini sebenarnya hanya dikenal sebagai dongeng yang turun-temurun di antara tokoh kang-ouw lama. Kabarnya sebuah pulau yang amat berbahaya, tidak dapat didatangi manusia, penuh dengan racun. Tidak hanya binatang-binatang beracun, bahkan buah-buahan, tetumbuhan dan batu-batuan di sana beracun semua! Maka, amatlah mengagetkan ketika muncul tokoh-tokohnya dari sana yang kesemuanya berwarna-warni kulit tubuhnya! Mengerikan!"

"Wah, hebat! Apakah muka mereka itu diberi warna untuk membedakan tingkat mereka?"

Kakek itu menggeleng kepala.

"Ketika aku bertemu dengan mereka lima tahun yang lalu di kuil tua, aku terkejut dan memperhatikan. Warna-warna pada muka mereka bukan warna buatan, melainkan warna dari dalam kulit! Agaknya, melihat keadaan mereka dahulu itu, makin terang dan muda warna mukanya, makin tinggi tingkatnya. Dan kabarnya Pulau Neraka itu dipimpin oleh seorang yang memiliki kepandaian seperti iblis! Akan tetapi entahlah tak pernah ada orang yang bertemu dengannya. Bahkan anak buah mereka pun baru sekali itu kulihat. Aku pun masih heran memikirkan bagaimana mereka itu tahu tentang dirimu dan hendak merampasmu, sungguh merupakan hal yang membingungkan dan sukar dimengerti!"

Bun Beng makin tertarik dan makin terheran-heran.

"Kalau tokoh-tokoh yang lain itu siapakah, Suhu?"

"Mereka juga bukan orang-orang sembarangan. Ternyata mereka yang hanya merupakan anak buah tingkat rendah saja sudah mampu menandingi dua orang tokoh Pulau Neraka. Mereka itu adalah anak buah dari perkumpulan Thian-liong-pang yang baru sekarang muncul akan tetapi begitu muncul menggegerkan dunia kang-ouw karena tokoh-tokohnya berilmu tinggi. Kabarnya ketua mereka yang baru juga seorang aneh sekali yang ilmu kepandaiannya tidak lumrah manusia!"

"Kalau begitu, jika nanti tokoh-tokoh Pulau Es, Pulau Neraka dan Thian-liong-pang muncul, tentu mereka yang akan menjagoi dan mampu memperebutkan pusaka-pusaka itu! Siapa yang akan mampu menandingi mereka?"

Kakek itu menggeleng kepala dan menghela napas panjang.

"Aaahh, kau tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, Bun Beng! Ilmu kepandaian tidak ada batasnya dan tidak mungkin dapat diukur sampai di mana puncaknya. Di dunia ini banyak sekali terdapat orang-orang pandai. Yang tidak pernah memperlihatkan diri malah memiliki kepandaian menggila! Kini, setelah ada umpan berupa berita pusaka-pusaka itu, hem, aku hendak melihat apakah orang-orang sakti itu tidak tertarik! Kalau mereka muncul, tentu akan ramai sekali. Dan jangan kira pihak lain tidak mempunyai jago-jagonya. Pemerintah mempunyai banyak orang-orang pandai, dan kalau sekarang koksu kerajaan muncul, tentu kepandaiannya hebat. Apalagi ada kudengar bahwa koksu mempunyai dua orang pembantu yang ilmu kepandaiannya sukar dikatakan sampai di mana tingginya. Mereka itu jarang dikenal orang kepandaiannya, akan tetapi mengingat bahwa mereka adalah dua orang pendeta Lama dari Tibet, aku dapat menduga bahwa tentu ilmu kepandaiannya luar biasa sekali."

Dengan hati penuh keheranan dan kekaguman, Bun Beng mendengarkan penuturan suhunya dan akhirnya ia dapat pulas juga di atas perahu setelah menanti dengan hati tidak sabar agar malam lekas terganti pagi. Kakek itu memandang wajah muridnya di bawah bintang-bintang yang suram, menarik napas panjang dan berbisik seorang diri.

"Bocah ini bukan anak sembarangan. Entah nasib apa yang menantinya? Agaknya dia ditakdirkan akan terlibat dalam keributan tokoh-tokoh sakti yang muncul di tempat ini. Hemm.... semoga dia kelak akan dapat berdiri di atas kebenaran, keadilan dan menjadi hamba kebajikan, mencuci noda ayah bundanya."

Kakek ini pun lalu duduk bersila, bersamadhi untuk memberi istirahat kepada tubuhnya yang tua. Sementara itu, di dalam tenda besar yang didirikan di atas tebing sungai, seorang kakek berkepala botak memimpin perundingan, menghadapi meja yang dikelilingi oleh tiga orang panglima dan dua orang pendeta gundul. Kakek botak ini bukan orang sembarangan karena dialah Koksu Kerajaan Ceng yang belum ada setahun diangkat oleh Kaisar sebagai pengganti Puteri Nirahai yang lenyap. Kakek botak ini tadinya adalah seorang pertapa di Pegunungan Go-bi-san, seorang keturunan India akan tetapi memakai nama Tiong-hoa.

Namanya Bhong Ji Kun dan julukannya Im-kan Seng-jin (Nabi Akhirat)! Ilmu kepandaiannya memang tinggi sekali dan setelah mendemonstrasikan ilmu-ilmunya dan mengalahkan semua jago kerajaan, dia diangkat menjadi koksu dan mengepalai semua jagoan kerajaan. Im-kan Seng-jin ini pulalah yang berhasil menemukan peta rahasia yang menunjukkan tempat penyimpanan pusaka-pusaka yang diperebutkan itu dan kini Kaisar mengutus dia sendiri memimpin pasukan pengawal, membawa pembantu-pembantunya untuk menuju ke pulau di muara Sungai Huang-ho karena kaum kang-ouw yang bertelinga tajam itu rupanya telah dapat mendengar akan hal ini sehingga pihak kerajaan merasa khawatir kalau-kalau mereka didahului oleh kaum kang-ouw.

Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun memblokir kedua tebing di kanan-kiri muara dari mana mereka dapat menjaga dan memandang ke arah pulau-pulau itu, dan malam itu Im-kan Seng-jin mengadakan perundingan dengan lima orang pembantunya. Dua orang pendeta itu bukan lain adalah Thian Tok Lama dan Thai Li Lama, dua orang pendeta Lama dari Tibet yang kini diperbantukan oleh Kaisar di istananya. Di dalam cerita PENDEKAR SUPER SAKTI, dua orang pendeta Lama ini sudah muncul sebagai orang-orang yang sakti dan sukar dicari tandingannya. Adapun tiga orang panglima yang berpakaian perang dan kelihatan gagah perkasa itu pun bukan sembarangan orang, melainkan jagoan-jagoan ting-kat tinggi yang mengepalai pasukan pengawal istana!

"Maaf Koksu. Sungguh saya tidak mengerti mengapa Koksu begitu sabar dan mendiamkan saja berkumpulnya orang-orang kang-ouw itu? Mengapa memberi kesempatan kepada mereka sehingga membahayakan pusaka yang akan kita ambil? Bukankah lebih baik kita turun tangan mengusir mereka, kalau mereka membangkang, apa sukarnya menangkap dan membasmi mereka sebagai pemberontak?"

Tanya Bhe Ti Kong, panglima yang tampan, tinggi besar dan gagah perkasa, bermuka merah dan bermata lebar, pantas menjadi seorang panglima besar atau jenderal yang kosen. Dua orang panglima lainnya mengangguk-angguk menyatakan setuju dengan pertanyaan ini karena mereka pun merasa penasaran. Hanya kedua orang pendeta Lama itu yang duduk dengan tenang, tidak bicara apa-apa hanya menanti apa yang akan menjadi jawaban Im-kan Seng-jin. Kakek botak yang tubuhnya tinggi kurus itu tersenyum memandang si penanya, kemudian mempermainkan jari-jari tangannya, ditekuk-tekuk sehingga mengeluarkan bunyi krak-krok-krok!

"Tahukah kalian apa yang menyebabkan bunyi ini jika buku-buku jari ditekuk? Yang mendatangkan bunyi adalah pecahnya gelembung-gelembung yang terhimpit! Heh-heh-heh, Bhe-goanswe (Jenderal Bhe), sebagai seorang panglima perang tentu engkau sudah tahu akan siasat-siasat perang, bukan? Ada saatnya menyerang, ada pula saatnya mundur dan ada saatnya bersabar menanti kesempatan baik. Menghadapi partai-partai orang kang-ouw sekarang ini, aku mengambil siasat menanti dan melihat (wait and see)! Mengertikah kalian semua mengapa kita harus menanti dan melihat apa yang akan mereka kerjakan?"

Kelima orang pembantunya itu tidak ada yang mengerti, dan Bhe Ti Kong berkata lagi,

"Sungguh saya bingung. Mengapa Koksu mengambil siasat ini? Mereka adalah orang-orang kang-ouw dan di antara mereka banyak terdapat tokoh-tokoh sakti, akan tetapi selama ini mereka tidak mengambil sikap ber-musuh terhadap pemerintah. Kalau sekarang kita mempergunakan kekuasaan minta mereka mundur, tentu mereka tidak membantah. Menurut para penyelidik, mereka itu bukan hanya tertarik untuk mendapatkan pusaka-pusaka, melainkan juga menggunakan kesempatan ini untuk berpibu, mengadu kepandaian untuk menentukan siapa yang pantas disebut jago nomor satu atau datuk paling tinggi! Segala perkara kosong itu perlu apa dibiarkan mengacau usaha kita mencari pusaka?"

Jenderal Bhe Ti Kong ini semenjak kecil adalah orang peperangan, maka sikapnya jujur dan keras, siasatnya pun keras dan tidak mempunyai sifat plintat-plintut menggunakan akal bulus. Im-kan Seng-jin tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha-ha! Sekali ini engkau salah, Bhe-goanswe. Bukan hanya kesalahan satu macam, melainkan semua pendapatmu itu keliru dan meleset!"

Melihat sinar mata penuh tantangan dari atasannya itu, Bhe Ti Kong menunduk, dan suaranya perlahan ketika ia berkata,

"Tentu Koksu yang benar, saya mohon penjelasan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan siasat Koksu!"

Posting Komentar