Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 45

NIC

Dan dia maklum bahwa kini tidak akan mudah lagi baginya untuk dapat berhadapan dengan Cai Sun dan Ki Cong. Semenjak perkelahian itu, ketika ia muncul dengan berkedok tentu dua orang musuhnya itu akan menjadi se ma kin hati-hati dan tidak se mbarangan keluar rumah tanpa pengawalan yang ketat. Ia harus mencari akal. Ia cukup bersabar untuk menyusun siasat. Sudah bertahun-tahun ia menahan kesabarannya dalam denda m. Kalau sekarang hanya menghadap i hambatan sela ma beberapa hari atau beberapa bulan saja, tidak ada artinya baginya. Sekali waktu, pasti ia akan melihat lubang dan kesempatan untuk dapat berhadapan berdua saja dengan musuh-musuhnya dan me mbalas dendam sepuasnya, seperti yang telah dilakukan terhadap Louw Ti. Ia cukup sabar.

Dugaan Cui Hong me mang benar. Bukan saja Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun menjad i terkejut dan ketakutan dengan kemunculan Cui Hong dengan kedoknya sehingga mereka selalu tinggal di dalam gedung keluarga Pui yang dijaga dengan lebih ketat lagi, akan tetapi juga Ki Cong mengerahkan orang-orangnya untuk mencari wanita yang menganca m keselamatannya itu. Dia mendatangkan jagoan- jagoan dan menjanjikan hadiah besar bagi siapa saja yang ma mpu menangkap atau me mbunuh wanita berna ma Kim Cui Hong yang me mpunyai tanda tahi lalat di dagunya.

Hampir setiap hari dan ma lam kedua orang itu berbincang- bincang dan selalu yang menjadi bahan percakapan mereka adalah Kim Cui Hong. "Hayaaa, sungguh celaka!" Pada suatu malam Ki Cong menge luh kepada Cai Sun yang duduk di depannya. Mereka selalu hanya berdua saja kalau me mbicarakan Cui Hong karena bagaimanapun juga, apa yang pernah mereka lakukan terhadap gadis itu merupakan rahasia pribadi mereka. "Menghadapi seorang perempuan saja, kita menjad i begini tak berdaya. Untuk keluar saja tidak berani. Koo-toako, apakah selamanya kita akan begini saja, bersembunyi di dalam rumah sendiri seperti tikus-tikus yang takut keluar karena ada kucing yang siap menerkam? Kalau perempuan iblis itu belum dapat kita bekuk, maka hidup akan menjad i penderitaan besar bagi kita!" Bangsawan yang kaya-raya itu mengepal tinju dan mukanya menjadi merah padam karena menahan kemarahannya.

"Pui- kongcu, kami sudah berusaha sekuat tenaga, menyebar orang-orang untuk me lakukan penyelidikan. Akan tetapi ibiis itu agaknya pandai meng hiiang karena biarpun semua te mpat telah diperiksa, tidak ada yang mene mukan jejaknya." kata Cai Sun.

"Hemm, lalu, apakah kita harus tetap begini saja? Bagaimana kalau manusia-manus ia tolol itu tidak ma mpu mene mukan jejaknya untuk sela manya? Apakah selamanya kita lalu menjadi orang-orang huku man di rumah sendiri?" tanya Pui Ki Cong dengan jengkel.

"Jangan khawatir, Kongcu. Saya me mpunyai akal baik yang segera saya suruh mereka me laksanakan, tentu dalam waktu singkat iblis pere mpuan itu akan dapat kita ketahui te mpat sembunyinya."

Wajah Pui Ki Cong yang tampan pesolek itu, yang selama beberapa pekan ini selalu muram, kini na mpak agak berseri dan dia menatap wajah bulat tukang pukulnya itu dengan penuh harapan. "Apakah akalmu itu, Koo-toako? Lekas beri- tahukan padaku." "Begini, kongcu. Untuk me ncari jejak siluman itu, me mang tidak mudah karena ia me miliki iimu kepandaian yang tinggi. Akan tetapi, saya kira tidak akan begitu sukar untuk mencari jejak perempuan yang berna ma Ok Cin Hwa itu. Kita tangkap dulu wanita itu. "

"Huh, dasar engkau paling gila perempuan! Dalam keadaan begini engkau masih me mikirkan wanita itu? Gila! Untuk apa menang kap pere mpuan itu, Toa-ko?"

"Kongcu, Ok Cin Hwa itu selalu dilindungi oleh pe muda yang bernama Tan Siong itu, ma ka besar sekali kemungkinannya ia mengetahui di mana Tan Siong bersembunyi. Dan meng ingat bahwa ketika Tan Siong dikeroyok oleh Cia Kok Han dan Su Lok Bu, dia dibela oleh siluman itu, ma ka kalau kita sudah dapat menangkap Tan Siong, tentu dapat pula mengetahui di mana adanya Kim Cui Hong. Bahkan mungkin juga Ok Cin Hwa tahu dan mengenal siluman itu."

Pui Ki Cong men gangguk-angguk dan wajahnya berseri penuh kegirangan dan harapan.

"Bagus sekali kalau begitu! Cepat panggil Cia-enghiong dan Su-enghiong, kita atur dan rencanakan siasat itu. Ok Cin Hwa harus dapat ditemukan dan ditangkap!"

Tak la ma kemudian, dua orang jagoan itu datang menghadap dan mereka bere mpat lalu mengatur siasat untuk menyebar orang-orang, sekali ini bukan mencari Kim Cui Hong me lainkan mencari seorang wanita berna ma Ok Cin Hwa. Semua anak buah yang bertugas mencar i wanita ini dibekali keterangan lengkap tentang ciri-ciri Ok Cin Hwa dan mula ilah para penyelidik itu bertebaran di seluruh kota pada hari itu untuk mencari Ok Cin Hwa.

Tentu saja hal ini segera didengar oleh Cui Hong dan gadis perkasa ini me lihat munculnya suatu kese mpatan yang amat baik baginya. Ia pun cepat menyamar sebagai Ok Cin Hwa dan sengaja me mper lihatkan dirinya di pasar. Selagi ia me milih buah-buahan di pasar, empat orang laki-laki mengha mpir inya dan mengurungnya.

"Nona Ok C in Hwa?" tanya seorang di antara mere ka yang tinggi kurus dan ber mata juling.

"Ya.„?" Cui Hong berlagak kaget dan heran menghent ikan kesibukannya me milih buah.

"Mari kau ikut dengan kami. Koo-toako ingin berte mu denganmu." kata pula si mata juling.

Kembali Cui Hong berlagak. Sambil mengerutkan alisnya ia menjawab, suaranya tak senang. "Harap kalian jangan bersikap tidak sopan. Aku tidak mengena l siapa itu Koo-toako. Pergilah dan jangan mengganggu."

Empat orang laki-laki itu saling pandang. "Nona Ok, Koo- toako adalah kenalan mu yang baik, dia adalah penolongmu dan dia minta kepada kami untuk mencar imu. Dia adalah jagoan yang pernah menyelamatkanmu di rumah makan...

Si mata juling men iru kata-kata Cai Sun yang sudah me mesan kepada para anak buah itu kalau-kalau bertemu dengan Ok Cin Hwa dan wanita itu menanyakan dirinya.

"Ahhh....dia....?" Cui Hong me mperlihatkan sikap ge mbira. "Tapi.... kenapa bukan dia sendiri yang datang mencariku?"

"Dia sedang sibuk sekali, dan kami disuruhnya menje mputmu, Nona. Kami sudah menyiapkan sebuah kereta di luar pasar. Marilah, Koo-toako ingin sekali me mbicarakan urusan yang amat penting denganmu."

"Akan tetapi...." Cui Hong berlagak meragu seperti pantasnya seorang wanita baik-baik yang diundang mengunjungi seorang pria, ".... eh, baiklah kalau begitu."

Ia lalu me mbereskan pakaiannya yang cukup bersih dan indah, lalu tangannya meraba sanggul dan dengan diiringkan empat orang itu, ia pun keluar dari pasar. Dengan sebuah kereta, ia lalu diajak pergi ke ru mah gedung keluarga Pui. Hati para anak buah itu merasa lega sekali karena ternyata mereka dapat me mbawa Nona Ok Cin Hwa sede mikian mudahnya. Mereka sudah khawatir kalau-kalau muncul pria yang bernama Tan Siong, yang biasanya melindungi wanita ini dan kabarnya Tan Siong itu lihai se kali. Ternyata mereka dapat mene mukan dan mengajak Ok Cin Hwa ke gedung keluarga Pui tanpa halangan apa pun dan tidak ada orang muncul mengganggu kelancaran tugas mereka. Dengan hati bangga karena tentu mereka akan menerima hadiah, empat orang itu mengawal Ok Cin Hwa memasuki gedung.

Tentu saja hati Cai Sun menjadi girang bukan main me lihat Ok Cin Hwa dapat didatangkan ke dalam gedung itu. Bukan hanya girang karena mengharapkan dapat mene mukan tempat persembunyian musuh besarnya dari wanita ini, akan tetapi juga mengharapkan untuk dapat me miliki wanita yang telah me mbuatnya tergila-gila itu.

"Moi-moi.... Akhirnya engkau datang juga....!" serunya dengan gembira sekali sa mbil men ge mbangkan kedua lengannya, kemudian me megang lengan janda itu, tanpa me mperdulikan sopan santun dan seperti lupa bahwa Pui Ki Cong juga berada di situ.

Cui Hong me nga mbil sikap malu-malu dan dengan halus ia me lepaskan lengannya dari pegangan Cai Sun sa mbil me lir ik ke arah Pui Ki Cong, dia m-dia m menekan perasaannya yang terguncang penuh kebencian. "Aih, ln-kong...! Saya dipanggil ke sini, ada keperluan apakah?"

"Ha-ha, engkau masih menyebutku ln-kong? Moi- mo i, bukankah kita sudah berjanji bahwa engkau selanjutnya akan menyebut Koko (Kanda) kepadaku? Ha-ha-ha!" Karena merasa di tempat a man, kumat kemba li sifat Cai Sun yang mata keranjang dan perayu wanita. "Koo-inkong, mana saya berani? Saya hanyalah seorang janda yang hidup sebatangkara. " Cui Hong me mper ma inkan

senyumnya dan mengerling tajam ke arah Pui Ki Cong yang sejak tadi menatap dengan tajam penuh perhatian.

Posting Komentar