Cai Sun tertawa. "Ia adalah..... sahabatku yang baru, Toako, namanya Ok Cui Hwa, seorang.. eh, janda kembang. "
Su Lok Bu mengerutkan alisnya me mandang kepada rekannya itu. "Koo-siauwte, engkau terlalu se mbrono, pergi seorang diri sampai di bagian yang sepi ini. Seorang pengawal me lihat mu dan me mber i laporan kepada Pui Kongcu yang mengutus aku untuk segera menyusulmu. Engkau me mbikin pekerjaan ka mi menjadi repot saja, Koo-siauwte."
"Maaf, maaf! Dalam bersenang-senang aku sampai lupa diri, Toako. Akan tetapi, di rumah Hwa- mo i ini aku a man, harap jangan khawatir dan laporkan saja kepada Pui- kongcu bahwa aku sedang bersenang-senang di dalam rumah sahabat baruku."
"Tidak, Koo-te, engkau harus kembali, demikianlah perintah Pui-kongcu." bantah Su Lok Bu dengan suara tegas.
Cai Sun ragu-ragu untuk me mbantah lagi. Dia tahu bahwa di dalam keluarga Pui, dia masih kalah berkuasa dibandingkan orang tinggi besar ini, dan pula, dia tahu bahwa kepandaiannya pun masih belum ma mpu menandingi kepandaian Su Lok Bu.
"Akan tetapi..... mengapa aku tidak boleh bersenang- senang?"
"Tidak ada yang melarangmu bersenang-senang, akan tetapi tidak boleh men inggalkan gedung keluarga Pui terlalu jauh. Kenapa tidak kaubawa saja sahabatmu ini ke sana?" Wajah Cai Sun nampak berseri. "Ya, kenapa tidak demikian? Hwa- moi, mari ikut dengan aku ke gedung keluarga Pui, engkau akan senang di sana!"
Tentu saja Cui Hong tidak sudi dibawa ke rumah keluarga Pui, karena se lain hal itu amat berbahaya baginya, ia pun tidak sudi diper mainkan untuk kedua kalinya! "Tidak, aku.....
aku tinggal saja di sini "
"Eh, kenapa, Hwa-mo i? Bukankah kita telah bersahabat baik? Aku ingin menyenangkan hatimu, percayalah, di sana engkau akan ge mbira sekali. Rumahnya indah dan mewah, tidak seperti di sini dan. "
"Terima kasih, akan tetapi, aku malu ..... apa akan kata orang"
Melihat penolakan itu, Cai Sun men jadi kecewa dan marah. Kesenangan yang sudah dibayangkan sejak tadi, akan gagal. Seolah-olah makanan lezat yang sudah berada di depan bibir, kini akan terlepas. Tentu saja dia t idak rela melepaskannya.
"Hwa- mo i, engkau tidak boleh menolak lagi. Engkau harus ikut denganku. Harus kubilang tadi, mengerti?" berkata demikian, Cai Sun hendak menangkap lengan tangan Cui Hong, akan tetapi wanita itu sudah melangkah mundur sehingga tangkapannya tadi luput.
"Hemm, lagi-lagi ada laki- laki hendak me ma ksakan kehendaknya kepada seorang wanita baik-baik! Apakah di kota raja ini seperti di dalam hutan rimba?" Ucapan itu mengejutkan se mua orang dan mere ka meno leh ke luar. Kiranya dari luar muncul seorang pe muda yang me mandang kepada Cai Sun dengan alis berkerut dan pandang mata marah. Melihat pe muda itu, Cui Hong terkejut sekali.
"Tan-toako, harap jangan menca mpuri ....." Ia khawatir sekali karena ia tahu betapa lihainya Cai Sun, apalagi di situ terdapat pasukan pengawal yang dipimpin oleh Su Lok Bu yang ia sudah dengar memiliki kepandaian tinggi itu. Sekali ini Tan Siong tentu akan celaka.
"Biar lah, Hwa-mo i. Siapa pun akan kuhadapi kalau ia berani mengganggu dan menghina mu!" kata Tan Siong dengan sikap tenang dan tabah sekali.
Sementara itu, ketika melihat bahwa pe muda yang muncul ini adalah pe muda petani yang pernah ribut di dalam rumah makan menghadapi e mpat orang pria yang mengganggu wanita itu, bangkitlah kemarahannya dan sekali loncat, Cai Sun sudah berada di depan pe muda itu.
"Petani dusun busuk! Mau apa kau? Apakah sudah bosan hidup? Hayo menggelinding pergi!" Berkata demikian, tangan kanannya mena mpar. Tamparan yang kuat sekali karena dia sengaja mengerahkan tenaga dan kalau pe muda tani itu terkena tamparan tadi yang mengarah kepalanya, tentu dia akan roboh dan mungkin akan terluka berat atau bahkan tewas. Cui Hong terkejut bukan ma in dan ia sudah siap untuk me lindungi Tan Siong ketika tiba-tiba ia me lihat hal yang luar biasa, hal yang terjadi di luar dugaan sama sekali. Dengan gerakan yang amat lincah dan ringan, dan dengan amat mudahnya, Tan Siong telah menggeser kakinya dan mengelak!
"Sudah mengganggu wanita baik-baik masih memukul orang tanpa dosa lagi. Wah, sungguh jahat sekali kau ini!" kata Tan Siong, menudingkan telunjuknya ke arah hidung Cai Sun yang bentuknya merupaan cir i khas hidung laki- laki mata keranjang.
Melihat betapa tamparannya dapat dielakkan oleh pemuda tani itu, Cai Sun menjadi marah bukan main. "Jahanam busuk, engkau sudah bosan hidup!" Dan dia pun menerjang maju, sekali ini bukan sekedar ta mparan saja, melainkan serangan dengan jurus ilmu silatnya yang ampuh. Dengan gerakan yang cepat walaupun tubuhnya bundar dengan perut gendut, dia meng irim pukulan dengan tangan kanan ke arah ulu hati lawan, sedangkan pukulan ini disusul dengan tendangan kaki kirinya mengarah selangkangan. Hebat serangan ini karena merupakan serangan dari Ilmu Silat Thian-te Sin-kun yang menjad i kebanggaannya. Sesuai dengan namanya, Ilmu Silat Thian-te Sin-kun (Silat Sakti Bumi Langit) mendasarkan gerakan kombinasi atas dan bawah dan dia menyerang dengan jurus Kilat Mengguncang Bumi Langit.
Senyum kagum me mbayang di bibir Cui Hong ketika dia me lihat sikap Tan Siong menghadapi serangan itu. Kalau tadi ia masih khawatir dan juga terheran-heran, kini hatinya mulai merasa tenang dan bahkan kagum. Melihat sikap pemuda itu" yang amat tenang, ia percaya bahwa pemuda yang disangkanya petani dusun sederhana itu ternyata adalah seorang pendekar yang memiliki kepandaian silat tinggi! Kalau tidak tinggi t ingkat kepandaiannya, tidak mungkin sikapnya demikian santai dan tenang menghadapi serangan Cai Sun yang dahsyat.
"Wuuuutttt....!" Tan Siong mengelak ke kiri me mbiarkan pukulan tangan lawan ke arah ulu hatinya lewat, dan ketika tendangan susulan menyambar, dia me mutar lengan kanannya ke bawah untuk menang kis.
"Dukk....!" Kaki yang menendang itu tertangkis dan terpental, bahkan Cai Sun menyeringai karena merasa betapa tulang keringnya nyeri, tanda bahwa pemuda petani itu me miliki tenaga yang amat kuat! Tahulah dia bahwa pemuda yang kelihatannya bodoh itu sebenarnya adalah seorang yang me miliki kepandaian silat tinggi, maka dengan marah sekali Cai Sun mencabut sepasang senjata tombak pendeknya. Nampa k sinar berkilauan ketika sepasang senjata itu digerakkan, dan dua gulungan sinar segera menyerang ke arah Tan Sio ng.
Pemuda itu cepat meloncat ke belakang dan ketika Cai Sun menerjang lagi, dia sudah mencabut sebatang pedang yang tadi dipergunakan sebagai ikat pinggang. Sebatang pedang yang lemas dan lentur sekali, tipis akan tetapi juga tajam berkilauan ketika tercabut dari sarungnya yang me lingkari pinggang. Terdengar suara berdenting berkali-kali dan Cai Sun segera menjadi silau karena gulungan sinar pedang itu me mbuat sepasang to mbaknya seperti mati langkah.
"Hwa- mo i, larilah cepat.....pergilah...!"
Tan Siong yang tahu bahwa lawannya amat tangguh, berteriak kepada Cui Hong yang masih berdiri dengan bengong.
Mendengar ini, Cui Hong la lu berlari masu k ke dalam rumahnya, untuk melarikan diri dari pintu belakang. Tentu saja ia tidak merasa takut, akan tetapi sebagai Ok Cin Hwa, tentu saja ia harus berpura-pura takut dan melarikan diri selagi Cai Sun terlibat dalam perkelahian melawan Tan Siong.