karena bekalku tidak banyak, aku menga mbil keputusan untuk me lewatkan malam di te mpat ini. Dan, kalau boleh aku mengetahui, siapakah na ma mu, Nona, dan di mana engkau tinggal?"
"Na maku..." Cui Hong teringat bahwa ia harus menye mbunyikan rahasia dirinya, maka disa mbungnya cepat, Cin Hwa, she Ok, dan aku.... aku pun sebatangkara di kota raja ini. Aku seorang yatim piatu. "
Tan Siong me ma ndang dengan penuh selidik dan alis berkerut, agaknya dia merasa heran karena melihat betapa pakaian gadis itu cukup indah dan mahal, dan betapa seorang yang demikian cantik jelita hidup seorang diri saja di dunia ini! "Tapi.... tapi kau.... benar-benar hidup sendirian saja, Nona?" tanyanya, seperti tidak percaya.
Cui Hong maklum bahwa tentu pemuda itu heran melihat pakaiannya yang indah dan mahal. "Aku me mang hidup sendirian saja, akan tetapi aku menerima peninggalan warisan yang cukup banyak dari orang tuaku. Untuk kehidupanku, aku tidak khawatir, dan aku suka sekali pesiar." Ia merasa bahwa ia telah bicara terlampau banyak, maka ia pun bangkit berdiri. "Sudahlah, Saudara Tan Siong, aku harus pergi sekarang dan terima kasih atas semua kebaikanmu terhadap diriku "
Tan Siong juga ikut bangkit. "Tapi, Nona Ok Cin Hwa...
alangkah berbahayanya kalau engkau keluar dari sini. Bagaimana kalau sampai bertemu dengan mereka bere mpat yang tentu masih penasaran dan sedang mencar i-carimu?" Cui Hong tersenyum man is. "Aku tidak takut. Bukankah selama ini aku pun merantau seorang diri dan selalu sela mat? Aku tidak khawatir, karena bukankah seperti kaukatakan tadi, di kota raja ini terdapat hukum yang melindungi orang-orang yang tidak berdosa?"
"Benar, itu untuk diriku, Nona. Siapa yang akan mengganggu aku dan untuk apa mengganggu aku, seorang laki- laki yang tidak punya apa-apa. Akan tetapi engkau! Engkau begini. ah, keadaan mu. "
Cui Hong me ma ndang tajam dan senyumnya masih menghias bibirnya yang merah me mbasah bukan karena gincu.
"Begini..... apa, Saudara Tan Siong?" tanyanya mendesak. "Maaf engkau begini cantik jelita dan pakaian mu....
menunjukkan engkau me miliki uang. Keadaan dirimu dan pakaian mu itu saja sudah cukup untuk me mbangkitkan selera buruk dalam hati orang-orang jahat."
Untuk ke tiga kalinya Cui Hong merasa heran terhadap hatinya sendiri. Kenapa hatinya begini girang, sampai berdebar mendengar pemuda tani ini mengatakan bahwa ia cantik jelita? Padahal biasanya, kalau ada laki-laki yang berani me mujinya, me muji kecantikannya di depannya, ia akan merasa sebal dan marah. Mengapa demikian? Apakah karena laki- laki lain me muji untuk meray u dan untuk berkurang ajar, sedangkan pe muda ini me muji dengan sinar mata jujur dan untuk me mperingatkannya akan bahaya yang menganca mnya karena kecantikannya? Entahlah, akan tetapi yang jelas, ia merasa senang sekali mendengar pe muda itu mengatakan ia cantik jelita!
"Jangan khawatir, Saudara Tan. Aku me lihat bahwa di kota raja ini pusat wanita-wanita cantik dengan pakaian-pakaian mereka yang serba indah. Apakah mereka semua itu pun takut untuk keluar rumah? Tak mungkin kiranya empat orang itu hanya mengejar-ngejar aku seorang saja. Nah, sela mat tinggal dan sampai berjumpa lagi!" Berkata demikian, Cui Hong lalu men inggalkan ruangan belakang kuil itu.
"Nanti dulu, Nona Ok....!" Tan Siong mengejar dan berjalan di sa mping Cui Hong. "Biar aku mengantar Nona sa mpa i ke tempat tinggalmu."
"Ah, tidak perlu, Saudara Tan, tidak perlu," kata Cui Hong yang khawatir kalau orang ini mengetahui tempat ia bermalam. Dengan uangnya ia telah menyewa sebuah rumah gedung kecil di pinggir kota, tempat yang dipergunakannya untuk beroperasi dan berusaha me mbalas dendam terhadap musuh-musuhnya, la akan merasa tidak enak kalau sa mpai ada orang yang mengetahui te mpat tinggalnya.
"Baiklah, Nona Ok. Setidaknya aku akan merasa lega dan aman kalau engkau sudah t iba di te mpat tinggalmu. Di manakah engkau tinggal?"
"Di.... di rumah penginapan." Terpaksa Cui Hong berkata me mbohong dan ia pun mendapatkan akal. Kalau ia menolak terus, tentu akan menimbulkan kecurigaan pemuda ini, dan pula rasanya ia pun segan untuk berpisah begitu saja. Ingin ia berada lebih la ma dekat dengan pemuda ini dan bercakap- cakap.
Mereka lalu berjalan ke luar dari kuil. Matahari sudah condong ke barat dan sambil berjalan, mereka bercakap- cakap. Percakapan kecil saja, hanya omong-omong dan ngobrol tentang hal-hal re meh untuk meng isi kesunyian, akan tetapi sungguh aneh, Cui Hong merasa gembira bukan main karena belum pernah ia mengalami keakraban seperti dengan pemuda yang baru saja dikenalnya ini.
Dia m-dia m, ketika bercakap-cakap, ia me lir ik dan menga mati wajah pe muda itu penuh perhatian. Seorang pemuda yang ganteng, menarik, jujur, sopan dan me miliki keberanian yang mengagu mkan. Kesopanan dan keberanian itu wajar, sesuai dengan kejujurannya, tidak berpura-pura atau menyembunyikan pa mrih apa pun. Seorang pemuda yang belum tentu dapat ditemukan di antara seribu orang pemuda lain, pikirnya.
Setelah tiba di depan sebuah penginapan, Cui Hong berkata, "Di sinilah untuk se mentara aku menginap, Tan-toa- ko (Kakak Tan). Terima kasih engkau telah mengantarku sampai di sini."
Wajah pemuda itu nampak berseri mendengar Cui Hong menyebutnya kakak, sebutan yang lebih akrab daripada sebutan saudara. "Baiklah, aku pergi sekarang, Hwa-mo i (Adik Hwa). Harap kau suka berhati-hati menjaga diri. Ingat, di kota raja ini banyak terdapat orang jahat."
"Terima kasih, Toako. Sa mpai berju mpa kembali." "Tapi. tapi.... dapatkah kita berju mpa kembali?"
"Mengapa tidak? Kita sudah saling mengena l, bukan? Dan
selama kita berada di kota raja, tentu saja besar kemungkinan kita akan saling jumpa."
"Mudah-mudahan begitu. Selamat tinggal, Hwa- moi." Pemuda itu lalu me mbalikkan tubuhnya dan pergi dengan langkah cepat dari situ. Cui Hong mengikutinya dengan pandang matanya. Seorang pemuda yang amat baik, pikirnya, dan selalu menjaga kesopanan. Kalau tidak de miki-an, tentu setelah tiba di depan rumah penginapan ini, Tan Siong akan berusaha meng ikutinya sampai ke kamarnya. Tentu saja ia tidak tinggal di rumah penginapan ini dan setelah bayangan Tan Siong t idak na mpak, ia menyelinap ke sa mping rumah penginapan itu dan me nga mbil jalan lain untuk kembali ke rumah yang disewanya, yang berada di satu jalan dengan rumah penginapan itu.
-odwo- Koo Cai Sun merasa tersiksa batinnya setelah dia tinggal di dalam gedung Pui Ki Cong bersa ma keluarganya. Memang, gedung itu besar dan megah, jauh lebih mewah daripada rumahnya sendiri, dari di situ terjaga ketat oleh para pengawal, juga merasa a man karena adanya dua orang jagoan yang tangguh. Akan tetapi perasaan aman dan tenteram ini hanya dinikmatinya di waktu ma la m. Dia dapat| tidur nyenyak, tidak khawatir lagi akan kedatangan musuh besar yang ditakutinya. Cai Sun adalah orang yang suka keluyuran, suka mencari kesenangan di luar rumah. Setelah beberapa belas hari lamanya dia tinggal terkurung saja di dalam rumah, akhirnya dia tidak kuat, merasa seperti di dalam rumah tahanan saja. Dia rindu untuk me ngunjungi rumah rumah pelesiran, rindu untuk mencari wanita-wanita baru yang akan dapat menghibur hatinya yang selalu haus akan kesenangan itu.
Dan ternyata bahwa bayangan musuh itu sa ma sekali t idak pernah muncul! Juga setelah beberapa kali dia pada siang hari keluar rumah bersa ma Cia Kok Han dan Su Lok Bu. Tak pernah dia menga la mi gangguan dari Kim Cui Hong. Hal ini me mbuatnya berbesar hati dan mulailah dia berani keluar dari rumah gedung itu di waktu siang. Dia berpendapat bahwa Kim Cui Hong tentu hanya berani turun tangan di waktu malam saja, hanya berani bertindak secara sembunyi. Kalau terang- terangan di waktu siang tentu wanita itu tidak berani karena pertama, dia sendiri me miliki kepandaian cukup untuk me lawannya dan kedua, di waktu siang hari wanita itu tentu akan dikenal orang dan di kota raja terdapat banyak penjaga keamanan yang telah dikenalnya. Kalau di waktu siang dia berkelahi dengan seorang wanita asing, tentu banyak orang akan me mbantunya. Jelaslah bahwa Kim Cui Hong tidak akan berani menyerangnya di waktu siang di tempat umum yang ramai.
Dengan pikiran seperti itu, Cai Sun mula i berani keluar dari gedung untuk berjalan-jalan dan tak lama kemudian, dia pun mulai berani keluar mengunjungi rumah-ru mah pelesiran untuk bersenang-senang dengan pelacur-pelacur baru. Dan pada suatu hari, setelah matahari naik tinggi, pergilah Cai Sun keluar dari gedung seorang diri saja, tidak diteman i Cia Kok Han, Su Lok Bu atau seorang pun pengawal. Dengan santai ia me langkah keluar dan berjalan-jalan menuju ke pasar.
Tiba-tiba matanya tertarik oleh seorang wanita muda yang me ma kai pakaian merah muda, pakaian yang cukup indah dan mewah berjalan seorang diri di depannya. Melihat lenggang yang me mikat dari belakang, pinggul yang seperti menari-nari di balik celana sutera tipis, tergeraklah hati Cai Sun yang mata keranjang. Dia tidak ingat lagi dari mana wanita itu tadi muncul, karena tahu-tahu sudah berjalan di sebelah depan, dengan lenggang yang nampak dari celah-celah rambut yang hitam itu a mat putih mulus dan timbul keinginan hati Cai Sun untuk melihat bagaimana wajah pere mpuan itu. Dari belakang me mang a mat meng gairahkan, dengan bentuk tubuh yang ramping dan padat, dengan lekuk lengkung tubuh yang matang, akan tetapi hatinya belum puas kalau belum melihat bagaimana wajahnya. Betapa pun indah tubuh dan kulit seseorang, kalau tidak disertai wajah yang cantik, maka wanita itu tidak akan dapat menarik hati pria, terutama pria mata keranjang seperti Cai Sun. Dia pun me mpercepat langkahnya dengan hati berdebar penuh kegembiraan Sebentar saja Cai Sun dapat menyusul wanita itu dan dia lewat di sebelah kanannya, mendahului dan sengaja melepas batuk. Wanita itu terkejut dan menoleh ke kanan. Mereka saling bertemu pandang dan Cai Sun merasa jantungnya seperti akan copot. Wanita itu cantik jelita dan man is sekali! Dan yang lebih daripada itu, dia men genal wanita itu sebagai gadis yang pernah menimbulkan keributan di dalam rumah makan beberapa hari yang lalu! Selama itu, dia tidak pernah dapat melupakan gadis itu. Sudah dicobanya untuk bertanya- tanya para pelayan rumah ma kan, sudah diusahakannya untuk mencari, na mun dia tak pernah berhasil. Dan sekarang, tanpa disangka-sangka, dia berte mu dengan gadis cantik menar ik itu. Juga wanita itu nampak kaget, lalu tersipu-sipu malu.
"Ah, kiranya engkau, Nona...l" Kata Cai Sun dengan sikap ramah dan segera ia me masang aksinya, tersenyum-senyum dan mencoba untuk me mper lebar matanya yang sipit dan kecil seperti mata babi itu. Memang wajah Cai Sun yang bulat dan gemuk itu mirip wajah seekor babi.
"Ah, In-kong (Tuan Penolong) Wanita itu berseru dengan suara tertahan sehingga terdengar merdu sekali, lalu ia menundukkan mukanya yang berubah merah.