Rajawali Lembah Huai Chapter 35

NIC

Menjelang pagi, ketika dengan manja dan mesra Liu Bi merangkulnya dan dia menanggapi kembali Liu Bi menegur, “Engkau kenapa sih?” Kita sudah menjadi suami isteri dan malam ini adalah malam pengantin pertama kita, kenapa engkau banyak melamun? Apa yang kaupikirkan?” Dalam suaranya yang sejak tadi lembut dan mesra, kini terkandung teguran. “Tidak apa-apa, aku hanya lelah dan ingin tidur,” kata Goan Ciang, dan dia membalikkan tubuh membelakangi isterinya.

Liu Bi bangkit duduk dan ia menjadi marah. “Aku tahu, engkau tentu memikirkan sumoi, bukan? Hemm, tidak perlu kaupikirkan lagi. Pada saat engkau menjadi suamiku, ia telah menjadi isteri Khabuli Ciangkun!”

Goan Ciang tersentak kaget, bangkit duduk dan menghadapi isterinya, memandang dengan alis berkerut, “Apa yang kaumaksudkan!”

Liu Bi tersenyum manis. “Malam ini, sumoi juga berpengantinan dengan Panglima Khabuli di dalam kamarnya!”

Tentu saja Goan Ciang terkejut bukan main. “Kau.....! Kau. ! Ah, jadi kau sengaja membuat

Siang-moi mabok, kemudian kauberikan ia kepada jahanam itu?”

“Benar, dan apa hubungannya denganmu? Ia adalah sumoiku, dan Panglima Khabuli seorang laki-laki yang baik dan pantaas menjadi suaminya. Mereka memang kujodohkan agar engkau tidak lagi memikirkan sumoi dan. ”

“Keparat!” Goan Ciang menyambar pakaiannya, meloncat turun dari pembaringan, mengenakan baju dan cepat meloncat keluar dari kamar itu.

“Koko. !” Liu Bi berteriak memanggil akan tetapi dia tidak perduli. Dengan marah Liu Bi

membereskan pakaiannya sebelum lari mengejar. Hari masih pagi sekali. Hampir seluruh penghuni rumah itu masih tertidur karena semalam mereka tidur sampai larut malam. Goan Ciang sudah lari ke kamar Lee Siang dan dengan kemarahan meluap dia mendorong daun pintu yang tertutup dari kamar itu. Ternyata daun pintu tidak terkunci dari dalam dan dengan mudah terbuka. Sebatang lilin masih bernyala di atas meja dan diapun meloncat ke dalam.

Tiba-tiba dia berdiri kaku dan matanya terbelalak memandang ke atas pembaringan. Di situ, dia melihat Lee Siang rebah telentang seorang diri dengan pakaian setengah telanjang, kedua tangannya masih memegang pedang yang menembus dadanya sampai ke punggung! Matanya terbuka dan gadis itu telah tewas, akan tetapi agaknya belum lama benar karena darah itu masih belum kering.

“Siang-moi !! Goan Ciang berteriak dan menubruk ke atas pembaringan, merangkul dan

mengangkat kepala gadis itu, dirangkulnya tidak perduli betapa tangan dan pakaiannya terkena darah.

“Siang-moi....ahhh, Siang moi !” Dia mengeluh dan menangis, tahu atau dapat menduga apa

yang telah terjadi. Tentu dalam keadaan lemah dan mabok, mungkin juga terbius, gadis ini semalam telah menjadi korban kebiadaban panglima Mongol itu, dan pada pagi harinya, ketika panglima itu pergi, dan mendapat kesempatan, Siang-moi membunuh diri. Masih belum kering air mata yang membasahi kedua pipi gadis itu.

“Siang-moi !” Goan Ciang berteriak lagi mendekap muka itu ke dadanya.

Pada saat itu, terdengar suara orang di pintu. “Sumoi ! Apa yang telah terjadi?” Liu Bi

memasuki kamar itu dan berdiri di dekat pembaringan, wajahnya menjadi pucat ketika ia melihat sumoinya telah tewas dengan pedang masih menembus dadanya. Iapun mengerti apa yang telah terjadi. Tak disangkanya sumoinya mengambil keputusan pendek dan nekat. Apa salahnya menjadi isteri Panglima Khabuli yang selain berkuasa, juga cukup gagah dan jantan? Ia sendiri, andaikata tidak bertemu dengan Goan Ciang, tentu akan menjadi isteri panglima itu dengan siapa ia telah menjalin hubungan yang mesra selama lebih dari setahun ini.

Begitu mendengar suara Liu Bi, Goan Ciang seperti kemasukan setan saking marah, benci dan sakit hati.

Dia mencabut pedang dari dada Lee Siang, kemudian bagaikan seekor harimau, dia meloncat turun dari pembaringan dan pedangnya menyambar ganas, menyerang kepada wanita yang baru semalam menjadi isterinya.

“Koko...!” Liu Bi terkejut dan mencoba untuk mengelak, akan tetapi ia terguling oleh tendangan Goan Ciang. Dengan kemarahan yang meluap Goan Ciang telah mempergunakan gerakan Sin-tiauw ciang-hoat, tubuhnya melayang seperti seekor burung rajawali menyambar dan pedangnya berkelebat cepat membacok ke arah leher Liu Bi. Wanita itu yang tidak sempat mengelak lagi, terpaksa menggunakan tangan kirinya menangkis.

“Crokkk!” Lengan kiri itu bertemu pedang yang dibacokkan dengan sepenuh tenaga dan dengan itupun buntung! Melihat lengan itu buntung, darah muncrat dan Liu Bi menjerit lalu roboh, Goan Ciang seperti baru sadar. Dia berdiri tertegun. Bukan Liu Bi yang harus dibunuhnya akan tetapi Panglima Khabuli, pikirnya. Liu Bi memang bersalah dan sudah menerima hukumannya! Pada saat itu, berdatanganlah para anggota Jang-kiang-pang dan melihat betapa ketua mereka merintih-rintih dengan lengan kiri buntung dan Goan Ciang berdiri di situ dengan pedang di tangan, juga melihat Lee Siang rebah tewas di pembaringan, mereka segera mengepung dan mengeroyok Goan Ciang!

Goan Ciang mengamuk dengan pedang yang telah membunuh kekasihnya dan membuntungi lengan ketua Jang-kiang-pang tadi. Akan tetapi, pihak pengeroyok semakin banyak sehingga dia kewalahan dan akhirnya, setelah merobohkan belasan orang, dia sendiri terkena sabetan golok dan tusukan tombak sehingga terluka pada pundak kiri dan paha kanannya. Maklum bahwa kalau dilanjutkan akhirnya dia akan roboh, Goan Ciang lalu meloncat dan melarikan diri, dikejar para anggota perkumpulan itu. Akan tetapi, cuaca yang masih gelap menguntungkan Goan Ciang dan diapun dapat meloloskan diri di tebing itu, menyusup di antara pohon-pohon dan semak-semak.

Pada keesokan harinya, setelah matahari naik tinggi, Goan Ciang telah berada jauh dari tempat itu dan dia hampir pingsan saking kelelahan dan kehilangan darah ketika dia menggulingkan tubuhnya di sebuah gua yang tertutup batu-batu dan semak-semak mengering sehingga tidak nampak dari luar, di lereng sebuah bukit.

Biarpun seluruh tubuhnya nyeri dan lelah, namun Goan Ciang tidak merasakan semua itu karena hati dan pikirannya masih dipenuhi kenangan tentang Lee Siang yang membuat dia serasa jantungnya seperti diremas-remas. Ingin rasanya dia berteriak-teriak menangis, perasaan hatinya hancur penuh penyesalan, tersayat-sayat duka yang menimbulkan dendam. Lee Siang membunuh diri, tentu karena telah kehilangan kehormatannya, semalam dipermainkan oleh Khabuli dalam keadaan tidak berdaya, selain lemah kehilangan tenaganya akibat racun, juga ia dalam keadaan mabok. Semua itu karena ulah Liu Bi yang ingin menjauhkan Lee Siang darinya. Dendam kebencian memenuhi hatinya. Terhadap Liu Bi.

Posting Komentar