Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 45

NIC

"Siocia, apa yang kukatakan adalah demi kebaikanmu sendiri. Apakah kau melihat senjata rahasia apa yang disambitkannya tadi?" teriak Seebun Jit dengan gugup.

Sekali lagi I Giok Hong menghentakkan tali kendali kudanya dan memutar arah. Orangnya serta pecut di tangannya menimbulkan cahaya perak yang melingkar sehingga tampak indah sekali. Dia tidak menghentikan gerakannya, namun dari jauh masih terdengar teriakannya.

"Tidak perduli senjata rahasia apa pun yang digunakannya, pokoknya aku harus mengejarnya sampai dapat." Ketika suaranya sirap, orangnya pun sudah menghilang di belokan mulut lembah.

Seebun Jit menarik nafas panjang. Dengan menggunakan goloknya sebagai tongkat, dia ber-jalan tertatih-tatih sejauh beberapa depa. Ke¬mudian dipungutnya ketiga batang senjata rahasia yang disambitkan Tao Heng Kan tadi. Senjata rahasia itu menyorotkan sinar yang berkilauan. Seebun Jit memungutnya dan memperhatikannya dengan teliti. Bentuknya benar-benar aneh. Karena tidak sesuai dijadikan senjata rahasia. Panjangnya satu cun lebih. Ternyata benda itu adalah naga-nagaan dari emas murni yang buatannya halus sekali.

Seebun Jit masih menggenggam ketiga buah senjata rahasia itu. Lalu dia menolehkan kepalanya kembali ke arah mulut lembah. Terdengar dia menghela nafas panjang. Baru saja dia ingin memasukkan ketiga buah naga emas tadi ke dalam saku bajunya, tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat di mulut lembah. Rupanya Leng Coa sian sing sudah kembali lagi.

"Seebun Jit, orang yang melihat seharusnya mendapat bagian," kata Leng Coa sian sing.

"Leng Coa sian sing, di tanganku sekarang ada tiga buah naga emas, apakah kau masih berani bergebrak denganku?" sahut Seebun Jit sambil melintangkan goloknya di depan dada.

"Di dalam lembah ini tidak ada orang lain seandainya aku membunuhmu, rasanya tidak mungkin ada yang mengetahui," ucap Leng Coa sian sing dengan tawa cekikikan.

Wajah Seebun Jit tidak menyiratkan perasaan takut sedikit pun. Dia malah tertawa terbahak-bahak.

"Leng Coa sian sing, sudah cukup lama kau mengasingkan diri di wilayah barat ini. Kehidupan-mu tenang dan damai. Mengapa kau masih ingin menceburkan dirimu dalam kancah dunia bulim yang tidak habis-habisnya saling membunuh dan memperebutkan nama kosong? Pemilik naga emas ini bagai dewa yang sakti. Tidak ada hal yang tidak diketahuinya. Apabila kau berniat mengelabuinya, mungkin lebih sulit daripada terbang ke angkasa," kata Seebun Jit. Wajah Leng Coa sian sing berubah hebat.Tampaknya dalam hati dia merasa agak takut, tetapi dalam sekejap mata penampilannya sudah pulih lagi seperti semula.

"Seebun Jit, waktu kematianmu sudah tiba, buat apa kau membuka mulut sesumbar yang tidak-tidak?" Dia melangkah ke depan dua tindak. 'Cambuk kumala' yang rebah di tangannya langsung dikibaskan ke depan, tepat mengenai betis Seebun Jit.

Luka Seebun Jit sudah parah sekali. Dia mempertahankan diri berdiri dengan goloknya sebagai penopang. Begitu kena tersapu, Seebun Jit langsung jatuh ambruk di atas tanah.

Leng Coa sian sing maju ke depan satu langkah, kakinya sudah siap menginjak dada lawannya. Tiba-tiba Seebun Jit melihat ada tiga sosok ba-yangan yang berkelebat di mulut lembah. Diam-diam hatinya merasa girang.

"Leng Coa sian sing, ada orang yang datang," katanya.

Pada saat itu Leng Coa sian sing juga sudah mendengar suara langkah kaki. Hatinya tercekat. Apalagi setelah Seebun Jit mengibaskan tangannya melemparkan ketiga buah naga emas itu ke tempat yang jauh. Dalam waktu yang bersamaan, ketiga orang yang tadi berkelebat di mulut lembah juga sudah menghambur ke dalam. Ternyata memang tiga iblis dari keluarga Lung. Begitu melihat sinar berkilauan melesat la hi terjatuh di atas tanah, mereka segera menghampirinya. Setelah melihat dengan jelas bahwa benda itu adalah tiga buah naga-nagaan dari emas yang panjangnya satu cun lebih, wajah mereka langsung berseri-seri.

"Tong tian pao Hong! (Naga pusaka penembus langit)." Seru mereka serentak.

Setelah mengeluarkan seruan tadi. Tanpa bersepakat lagi ketiganya langsung menerjang ke arah tiga naga emas itu. Leng Coa sian sing yang melihat ketiga iblis dari keluarga Lung akan memungut naga-nagaan dari emas, langsung panik. 'Dia berteriak sekeras-kerasnya.

"Tunggu dulu!" Lupa sudah dia akan tujuan semula yang ingin membunuh Seebun Jit. Tubuh-nya membalik lalu melesat bagai terbang, gerakan-nya memutar bagai angin topan. Setelah tujuh-delapan kali putaran, dia langsung menerjang ke arah tiga iblis dari keluarga Lung. 'Cambuk kumala' di tangannya mengeluarkan suara desisan yang aneh. Binatang itu menjulurkan kepalanya dan menyapu tiga orang itu.

Tiga iblis dari keluarga Lung mengeluarkan suara pekikan yang menyeramkan. Mereka melon-cat ke samping untuk menghindarkan diri. Tetapi sekejap kemudian mereka berkumpul kembali dan mengurung Leng Coa sian sing. Keempat orang itu pun terlibat perkelahian yang seru. Tampak ba-yangan manusia berkelebat kesana kemari. Bayangan ular yang mirip pecut lemas juga bergerak kian kemari. Pertarungan itu sungguh sengit. Sedangkan ketiga naga- nagaan dari emas itu belum sempat dipungut oleh siapapun dan masih menggeletak di atas tanah.

Seebun Jit melihat keempat musuhnya terlihat dalam perkelahian yang seru. Matanya menatap lekat-lekat pada ketiga naga-nagaan dari emas yang tergeletak di atas tanah. Hatinya timbul perasaan sayang. Ketiga naga-nagaan dari emas itu merupakan benda yang diinginkan setiap tokoh persilatan di bulim. Sekarang benda itu justru hanya berjarak tiga-empat depa di hadapannya.

Seebun Jit juga tahu, apabila dia merayap ke depan untuk memungut ketiga naga-nagaan dari emas itu, tiga iblis dari keluarga Lung beserta Leng Coa sian sing yang terlibat perbentrokan justru karena benda yang sama, pasti tidak akan membiarkannya. Bisa jadi mereka malah bersatu untuk mengeroyok dirinya.

Dengan kata lain, meskipun Seebun Jit bisa mendapatkan ketiga naga-nagaan dari emas itu, dia pasti terbunuh di dalam lembah Gin Hua kok. Menurut cerita yang tersebar di dunia kang ouw, naga-nagaan yang sejenis jumlahnya ada tujuh buah. Walaupun dia bisa mendapatkan semuanya sekaligus, namun kalau akibatnya seperti itu, apa gunanya?

Seebun Jit merenung dengan termangu-mangu sekian lama. Leng Coa sian sing dan tiga iblis dari keluarga Lung yang bertarung mati-matian juga tidak memperhatikan gerak gerik Seebun Jit.

Sebenarnya tidak ada kesulitan bagi tiga iblis untuk mengalahkan Leng Coa sian sing. Semestinya manusia pemelihara ular itu sudah bisa dikalahkan sejak tadi. Namun karena sebelumnya Lung Sen dan Lung Ping pernah terluka di tangan Seebun Jit, maka gerakan kaki mereka menjadi kurang gesit. Sedangkan Leng Coa sian sing merasa, dirinyalah yang seharusnya mendapatkan ketiga ekor naga-nagaan itu. Dengan menggunakan 'cambuk kumala'-nya sebagai senjata, dia mengerahkan segenap kemampuannya untuk menghadapi tiga iblis dari keluarga Lung.

Leng Coa sian sing memijit keras-keras bagian ekor ularnya. Cambuk Kumala kesakitan, maka menjadi buas seketika. Asal Leng Coa sian sing menggerakkan tangannya sedikit saja, ular itu langsung menyeruduk ke depan dengan kalap. Serangannya merupakan gerakan yang sulit ditirukan oleh manusia. Lagipula tindakannya kalap seperti tidak memperdulikan mati hidupnya sendiri. Inilah perbedaan ular dengan manusia. Manusia, pasti mempunyai berbagai pertimbangan, sedangkan ular hanya ingin melepaskan dirinya dari rasa sakit. Hal lain tidak diperdulikan.

Terdengar suara desisan yang semakin lama semakin keras. Ular itu menyemburkan bisanya kesana kemari. Tiga iblis dari keluarga Lung tidak berani melawan dengan kekerasan. Karena itu, meskipun bertiga mereka mengeroyok satu orang, hasilnya sampai sekian lama tetap seimbang. Seebun Jit sendiri sudah merayap sampai keluar mulut lembah. Di kejauhan terlihat debu beterbangan di angkasa. Tentu kuda I Giok Hong yang sedang mengejar Tao Heng Kan. Seebun Jit menarik nafas panjang, setelah itu dia menepi untuk merawat lukanya.

***

Tao Heng Kan yang berlari secepat kilat meninggalkan Gin Hua kok, dikejar ketat oleh I Giok Hong di belakangnya.

Beberapa bulan yang lalu, ilmu kepandaian Tao Heng Kan masih belum terhitung apa-apa, tetapi sejak pertandingan ilmu melawan Li Po di gedung kediaman Kuan Hong Siau, tampaknya dia menemukan suatu mukjijat yang membuat ilmu silatnya maju pesat. Kalau tidak, ketika dia bertarung melawan I Giok Hong di dalam lembah Gin Hua kok tadi, tidak mungkin tenaga dalamnya bisa seimbang dengan gadis itu.

Meskipun ilmu silat Tao Heng Kan mengalami kemajuan pesat, tetapi saat itu dia sedang memanggul Lie Cun Ju. Ditambah lagi tunggangan I Giok Hong yang merupakan kuda pilihan. Maka semakin lama jarak ked'ua orang itu pun semakin mendekat.

Tao Heng Kan menolehkan kepalanya. Tampak cahaya putih berkilauan. Gerakan I Giok Hong dan kudanya seperti melesat tanpa memijak tanah. Jarak mereka sekarang tinggal tiga-empat depa. Dalam hati dia sadar tidak bisa lolos dari kejaran gadis itu. Karenanya, dia segera menghimpun hawa murni dalam tubuhnya dan memaksakan kakinya berhenti berlari. Setelah itu dia berdiri tegak dengan pedang melintang di depan dada.

"I kouwnio, antara kita tidak ada permusuhan apa pun.

Untuk apa kau mendesakku sedemikian rupa?"

Baru saja ucapannya selesai, I Giok Hong sudah menyusul tiba. Tangan kirinya menarik tali kendali kuda erat-erat, kemudian tubuhnya bergerak turun dengan lincah. Dalam sekejap mata dia sudah berdiri di hadapan Tao Heng Kan sambil tertawa dingin. Tangannya menunjuk kepada Lie Cun Ju yang ada dalam panggulan pemuda itu.

"Kau berani masuk ke dalam Gin Hua kok secara sembarangan. Hal itu sudah merupakan kesalahan besar.

Apalagi kau berani menculik orang lembah itu."

"I kouwnio, aku menculik orang ini bukan atas kemauanku sendiri. Aku terpaksa melakukannya. Seandainya I kouwnio bisa melapangkan hati sedikit, aku juga tidak ingin bergebrak dengan nona. Dengan demikian masing-masing tidak akan mengalami kerugian apa-apa," kata Tao Heng Kan sambil menarik napas panjang.

I Giok Hong mendengus dingin.

"Kenapa? Kau kira kalau terjadi perkelahian, aku akan kalah di tanganmu?"

Bibir Tao Heng Kan bergerak-gerak seakan ingin mengatakan sesuatu, namun akhirnya dia membatalkan niatnya. Kakinya menyurut mundur satu iangkah.

"Kalau I kouwnio berkeras ingin berkelahi, silakan membuka serangan!" ujar Tao Heng Kan kemudian.

I Giok Hong adalah seorang gadis yang sangat cerdas. Sejak tadi dia sudah melihat ada ucapan yang ingin dikatakan oleh Tao Heng Kan tetapi dibatalkannya. Meskipun dalam hati dia merasa benci melihat tindakan Tao Heng Kan yang seenaknya menculik Lie Cun Ju dari lembah Gin Hua kok, malah ketiga batang senjata rahasia yang dilontarkannya hampir saja melukai dirinya, tetapi sejak Tao Heng Kan bertanding ilmu dengan Li Po di gedung kediaman Kuan Hong Siau, lalu mem-bunuhnya tanpa sebab musabab yang pasti, hal ini sudah diketahui seluruh bu Hm, bahkan Tao Heng Kan dianggap sebagai tokoh yang misterius. Ketika I Giok Hong menolong Lie Cun Ju dan Tao Ling yang hampir mati di dalam gedung 'Ling Wei piau kiok', dia justru mengira Lie Cun Ju adalah Tao Heng Kan. Namun akhirnya ternyata dugaannya salah. Karena itu dia merasa tidak memerlukan pemuda itu dan melemparkannya ke tepi jalan begitu saja.

Sekarang ini, di dalam hatinya justru timbul perasaan ingin tahu tentang diri pemuda tampan yang berdiri di hadapannya itu. Sebetulnya apa yang membuat Tao Heng Kan tiba-tiba membunuh LiPo.

Posting Komentar