Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 41

NIC

Ternyata, sepintar-pintarnya Seebun Jit, dia masih bisa dikelabui oleh Lung Goan Po.

Sebetulnya Seebun Jit bukan tokoh sembarangan, tetapi kali ini dia benar-benar bertemu dengan lawan yang seirn! ang. Ternyata nama besar ketiga iblis dari keluarga Lung bukan nama kosong. Kelicikan mereka tidak terduga oleh Seebun Jit.

Sementara Seebun Jit memang terkesiap bukan kepalang, namun di sisi lainnya untung dia mempunyai kekuatan tenaga dalam yang dilatih selama puluhan tahun. Dengan panik pergelangan tangan¬nya ditekan ke bawah. Yang digenggam olehnya masih sepasang cambuk bercabang lima. Begitu dihentikan, cambuk itu melontar ke atas. Ternyata dalam keadaan yang demikian terdesak, dia bisa menghindarkan serangan Lung Goan Po.

Tetapi biar bagaimana, penghindaran Seebun Jit itu boleh dikatakan dipaksakan sekali. Sedangkan dalam waktu yang bersamaan, Lung Sen dan Lung Ping berdua juga menerjang ke arahnya dari kiri kanan. Mereka menjulurkan lengan masing-masing dan mencengkeram ke depan. Ternyata mereka berdua juga berpura-pura, sama halnya dengan toako mereka. Sedangkan lengan mereka tidak cacat sedikit pun.

Pada dasarnya kepandaian Lung Sen dan Lung Ping memang tidak sembarangan. Apalagi Seebun Jit menghindarkan diri dengan terpaksa sekali. Empat buah lengan dari kedua orang itu meluncur dalam waktu yang bersamaan.

Plak! Plak! Plak! Plak! Empat kali pukulan sekaligus tepat mendarat di bagian kiri kanan punggung Seebun Jit.

Ilmu silat Seebun Jit sendiri memang tinggi sekali. Begitu saling menggebrak dengan lawannya, meskipun seorang diri melawan tiga musuh, tetap saja dia bisa mempertahankan ketenangannya. Hawa murni dalam tubuhnya memang sudah dihimpun sejak tadi. Dengan demikian seluruh tubuhnya seperti terlindung hawa murninya.

Tiga lblis dari Keluarga Lung, masing-masing anggotanya mempunyai kekuatan tenaga dalam yang sudah dilatih selama puluhan tahun. Begitu Seebun Jit terhantam empat buah pukulan dari Lung Sen dan Lung Ping, dirasakan bagian kanan kiri pinggangnya bagai ditimpa besi seberat ratusan kati. Telinganya sampai berdengung, matanya berkunang-kunang, tubuhnya bergetar, dan ham-pir saja tidak dapat mepertahankan keteguhan kakinya sehingga nyaris terjatuh!

Dalam keadaan panik, Seebun Jit merasa ping¬gangnya nyeri bukan main. Nadi di pergelangan tangannya juga sempat tersampok kekuatan dari cengkeraman Lung Goan Po. Sebelah tubuhnya terasa bagai kesemutan.

Di dalam hati ia baru sadar bahwa tiga iblis dari keluarga Lung sudah mempersiapkan akal licik sebelum datang ke tempat itu. Kata-kata mereka yang menyatakan ingin meminta bantuannya hanya omong kosong belaka. Tujuan mereka hanya ingin mengetahui apakah I Ki Hu ada di dalam lembah Gin hua kok. Dan apakah Tao ling dan Lie Cun Ju benar di sana atau tidak. Dirinya sendiri sudah malang melintang di dunia kang ouw selama puluhan tahun. Pengalamannya sudah banyak, pengetahuannya luas pula, tetapi dia masih sempat terkecoh oleh Tiga Iblis dari Keluarga Lung itu.

Seebun Jit merasa benci sekali mengingat dirinya yang dibodohi mereka. Diam-diam dia bertekad untuk menebus kekalahannya itu. Namun dia juga sadar bukan hal yang mudah baginya. Dia berusaha membesarkan hatinya. Tetapi rasa sakit di pinggangnya hampir tidak tertahankan. Kelima jari tangannya merenggang, cambuk di tangannya pun terlepas. Matanya dipejamkan dalam keadaan tubuhnya terhuyung mundur beberapa tindak.

Di sudut sebelah sana, Lung Sen dan Lung Ping mengeluarkan suara tawa yang aneh. Mereka lalu menerjang kembali dengan mengirimkan ten-dangan ke bagian dada Seebun Jit.

Sebelum tendangan mereka mengenai lawannya, terdengar Lung Goan Po berteriak dengan keras. "Orang ini sudah lama berkecimpung di dunia kang ouw, kalian harus hati-hati!"

Lung Goan Po menyadari bahwa Hantu Tanpa Bayangan Seebun Jit ini bukan lawan yang mudah dihadapi sehingga dia mengingatkan kedua saudaranya, namun sudah terlambat. Belum lagi tendangan keduanya berhasil mengenai sasarannya, tiba-tiba Seebun Jit sudah melangkah ke depan. Dengan mata mendelik, mulutnya menge¬luarkan suara bentakan kemudian tubuhnya melesat ke atas. Dalam waktu yang bersamaan, tangan kirinya mengibas. Tampak segurat cahaya seperti pelangi melintas, mengedari kaki Lung Sen dan Lung Ping yang sedang mengirimkan tendangan kepadanya. Darah segar memercik, sementara Seebun Jit tertawa terbahak-bahak. Dia menahan rasa sakit karena luka dalamnya, kemudian menyurut mundur setengah langkah.

Buk! Buk! Tiba-tiba Lung Sen dan Lung Ping jatuh terbanting di atas tanah. Untung saja ilmu kepandaian kedua orang ini memang cukup tinggi. Ketika melihat kelebatan cahaya golok, tiba-tiba saja hati mereka merasa ada firasat buruk. Mereka memaksakan gerakan kaki yang sudah melayang keluar itu agar dapat ditarik mundur.

Namun, Seebun Jit justru terkenal di dunia kang ouw karena sebilah golok dan sepasang cambuknya yang aneh. Panjang goloknya kira-kira empat ciok. Tipisnya seperti selembar kertas. Tetapi tajamnya jangan ditanyakan lagi. Dibuat dari baja pilihan yang sulit didapatkan. Bila sedang tidak digunakan, golok itu dapat digulung seperti sabuk pinggang. Bisa disembunyikan di balik pakaian tanpa terlihat oleh lawan. Bila dicabut keluar pun tidak tampak oleh mata lawan, tahu-tahu sudah tergenggam dalam telapak tangan. Jurus yang digunakannya tadi diberi nama Lihat Golok Lihat Darah. Karena itu kaki kiri Lung Sen dan Lung Ping langsung terkerat sebatas betis dan langsung jatuh tanpa dapat mempertahankan diri lagi. Dalam keadaan terluka parah, Seebun Jit masih sanggup melawan tiga musuh sekaligus, bahkan melukai dua di antaranya. Ilmu kepandaiannya benar-benar tidak dapat dipandang ringan. Meskipun Lung Sen dan Lung Ping hanya terluka di bagian luar, tetapi lukanya justru di kaki yang merupakan anggota penting dari tubuh. Mereka segera menutup jalan darahnya untuk menghentikan pendarahan. Untuk sementara mereka tidak bisa berhadapan dengan musuh.

Seebun Jit memaksakan diri menghimpun hawa murni dalam tubuhnya. Lung Goan Po menghambur ke depan melihat keadaan dua saudaranya. Mengambil kesempatan itu Seebun Jit segera mengayunkan goloknya ke bagian punggung Lung Goan Po. Gerakan golok menimbulkan cahaya seperti pelangi. Kecepatannya sungguh mengejutkan. Lung Goan Po menyambar kedua saudaranya kemudian mencelat ke depan sejauh beberapa depa.

Ayunan golok Seebun Jit memang bertujuan membuat Lung Goan Po menghindarkan diri untuk sementara. Dia bukan menyerang dengan sungguh-sungguh. Melihat Lung Goan Po mencelat ke depan, dia juga menggeser kakinya dan memungut kembali sepasang cambuknya yang terlepas dari tangannya tadi.

Tampak tangan kirinya menggenggam golok¬nya yang berbentuk aneh, sedangkan tangan kanannya memegang cambuk bercabang lima. Seebun Jit berdiri dengan tegak, penampilannya angker. la mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara siulan panjang. Kalau diperhatikan tidak seperti orang yang sudah terluka parah. Padahal kenyataannya justru dalam keadaan ter¬luka parah.

Semestinya, orang yang sudah terluka seperti Seebun Jit sekarang ini, tidak boleh menggunakan tenaga dalamnya untuk tertawa terbahak-bahak. Karena akan menyebabkan lukanya semakin parah. Namun Seebun Jit menyadari keadaan di depan matanya saat ini. Sekarang tinggal Lung Goan Po yang masih bisa bertarung dengannya. Apabila otaknya cerdas, dia bisa mendesak. Seebun Jit terpaksa mundur terus dan mendekati Lung Sen serta Lung Ping. Meskipun keduanya terluka dan terkulai di atas tanah, sepasang tangan mereka masih dapat digerakkan. Tidak sampai dua puluh jurus, Seebun Jit pasti berhasil dikalahkan. Yang jelas tubuhnya sendiri sudah terluka parah. Saat ini seandainya dia berpura- pura tidak terluka, bahkan berlagak mencoba menantang ketiga orang itu, mungkin mereka malah menjadi ragu atau mungkin mereka malah mengundurkan diri untuk sementara!

Kedatangan ke Tiga Iblis dari Keluarga Lung ini mempunyai tujuan tertentu. Dan mereka tidak mungkin menyelesaikan masalahnya begitu saja. Tetapi asal bisa mendapat kesempatan untuk mengatur nafas dan menjaga pintu batu agar mereka tidak menerobos masuk ke dalam, sudah lebih dari cukup. Karena itu, Seebun Jit tidak memperdulikan keadaannya yang terluka parah dan sengaja mengeluarkan suara siulan panjang kemudian tertawa terbahak-hahak.

Setelah tertawa beberapa saat, dia mengayunkan golok di tangannya. "Lung Lo toa, nyalimu sudah ciut?" ujarnya dengan suara keras.

Sesaat ketiga iblis dari keluarga Lung benar-benar terkecoh oleh sikap Seebun Jit. Mereka saling pandang sekilas, kemudian Lung Goan Po memapah kedua saudaranya dan mengeluarkan suara tertawa dingin. "Hen! Jangan senang dulu, Seebun Jit! Hari ini tidak berhasil, besok kami pasti datang kembali! Tunggu saja!"

Sekali lagi Seebun Jit tertawa terbahak-bahak.

"Biar kapan pun kalian datang, asal aku . . ." Seebun Jit mengerutkan kening sedikit saja, "Anggaplah aku band!"

"Kata-kata yang bagus!" Sembari memapah kedua orang saudaranya di kiri dan kanan, Lung Goan Po mendelik kepada Seebun Jit. Meskipun Lung Sen dan Lung Ping berjalan dengan sebelah kaki, gerakan tubuh mereka tetap gesit. Dalam sekejap mata, mereka sudah keluar dari lembah Gin Hua kok.

Seebun Jit sadar kepergian mereka kali ini demi nienyembuhkan luka Lung Sen dan Lung Ping.

Setelah keduanya sembuh, mereka pasti kembali lagi. Diam-diam Seebun Jit menarik nafas panjang. Darah yang bergejolak di dalam dadanya sejak tadi, langsung tercurah keluar setelah perasaannya lebih lega.

"Hooakkkk!!!!"

Butiran darah memenuhi jenggotnya yang sudah memutih. Hal ini membuat tampang Seebun Jit berubah seperti tua dalam waktu yang singkat.

Setelah memuntahkan darah segar, Seebun Jit menggunakan goloknya untuk menopang dirinya. Baru saja kakinya hendak melangkah menuju pintu batu, entah mengapa begitu membalikkan tubuhnya, dari luar lembah sudah terdengar suara batuk-batuk kecil.

Seebun Jit tersentak kaget. Diam-diam hatinya khawatir, apabila di saat seperti ini datang lagi seorang musuh yang tangguh. Sudah pasti dirinya tak sanggup menghadapinya.

Cepat-cepat dia menghapus darah di sudut bibir dan jenggotnya dengan ujung lengan jubahnya. Setelah itu dia membalikkan tubuhnya kem¬bali, tampak di mulut lembah berdiri seorang laki-laki tua bertubuh kurus kering. Tampangnya licik dan tangannya menggenggam seekor ular hijau yang bentuknya aneh. Ekor ular itu malah melilit di lehernya. Panjangnya mungkin kira-kira tujuh ciok.

Seebun Jit memaksakan dirinya untuk me-ngembangkan seulas senyuman. "Leng Coa sian sing, ada keperiuan apa berkun-jung ke Gin Hua kok?"

Seebun Jit sadar bahwa Leng Coa sian sing jarang berkecimpung di dunia kang ouw sehingga orang-orang yang tahu namanya pun sedikit sekali, tetapi ilmunya memang tinggi sekali.

"Sahabat Seebun, tampaknya luka yang kau derita tidak ringan?" ujar Leng Coa sian sing sambil tertawa terkekeh- kekeh.

Seebun Jit tahu tidak mudah mengelabui orang yang satu ini. Karena itu dia tertawa getir.

"Terima kasih atas perhatianmu! Entah ada keperiuan apa Leng Coa sian sing bertandang ke Gin Hua kok ini?"

Sekali lagi Leng Coa sian sing tertawa terkekeh-kekeh.

Mimik wajahnya sungguh mencurigakan.

"Sahabat Seebun, apakah kau mengenali benda ini?"

Sembari berkata, dia mengeluarkan sebuah len-cana berbentuk segi tiga yang ukurannya sebesar telapak tangan. Lencana itu mengeluarkan cahaya berkilauan karena warnanya putih keperakan.

Seebun Jit tertegun melihatnya.

"Itukan lencana kokcu. Di dalam dunia bulim, siapa yang tidak kenal a pa lagi tidak tahu?"

"Memang betul. Melihat lencana ini, merasa seperti bertemu dengan pemiliknya sendiri. Sahabat Seebun, harap kau serahkan Lie Cun Ju kepadaku!"

Seebun Jit terkejut sekali.

"Leng Coa sian sing, lencana itu hanya boleh digunakan satu kali saja. Setelah itu harus dikembalikan kepada kokcu. Benda yang demikian berharga, mengapa kau menggunakannya untuk tujuan yang satu ini?"

"Loheng tidak perlu ikut campur! Aku mempunyai pertimbangan sendiri."

Diam-diam Seebun Jit berpikir dalam hati, dia begitu memperhatikan Lie Cun Ju justru karena dia mengenali pemuda itu sebagai putra tocu Hek Cui to, sahabatnya. Tetapi mengapa ke Tiga Iblis dari Keluarga Lung dan Leng Coa sian sing juga menginginkannya?

"Sahabat Seebun, apakah kau berani membantah perkataan kokcumu sendiri?" tanya Leng Coa sian sing sambil menggoyang-goyangkan lencana di tangannya. Sinarnya semakin berkilauan.

Seebun Jit mengangkat bahunya.

"Sayang orangnya sudah tidak ada di sini, apalagi yang dapat aku lakukan?"

Leng Coa sian sing tertawa terbahak-bahak.

"Tadi ketika kau bertarung dengan Tiga Iblis dari Keluarga Lung, orangnya masih ada di dalam lembah, kok tiba-tiba bisa tidak ada?"

Posting Komentar