Dengan gerak 'belut hijau mencari liang’, maka Pouw Keng Thian berhasil menghindar dari serangan rantai baja itu; namun seorang musuh lain menerkam dia sambil membacok memakai golok.
Secepat kilat Pouw Keng Thian siapkan goloknya dan menangkis serangan musuh itu, sehingga golok-golok mereka saling bentur dengan keras, dan Pouw Keng Thian bahkan berhasil melontarkan golok lawannya yang terlempar jauh lepas dari pegangan lawan itu.
Lawan itu menjadi terkejut dan merasa kesakitan pada tangannya, tetapi Pouw Keng Thian tidak dapat membalas menyerang lawan itu, sebab dia telah dikepung oleh tiga lawan lain: termasuk orang yang bersenjata rantai baja, karena senjata itu dapat digulung dan digunakan sebagai senjata jarak dekat.
Dilain saat, musuh yang goloknya terlepas tadi, juga sudah memungut goloknya dan ikut melakukan pengepungan, sehingga Pouw Keng Thian harus melakukan pertempuran melawan empat orang musuh.
Bagi Pouw Keng Thian, pertempuran melawan empat orang musuh itu benar-benar merupakan suatu pertempuran yang berat yang harus dia alami sejak dia meninggalkan tempat gurunya. Namun demikianlah, si pemuda ini melakukan perlawanan dengan gigih menutup diri dari setiap kesempatan bagi pihak lawannya, bahkan sekali waktu dia sempat melakukan serangan balasan yang membahayakan jiwa lawannya.
Dipihak ke empat lawan itu, agaknya mereka juga menyadari akan kegagahan pemuda lawan mereka. Oleh karenanya, segera mereka mengganti siasat, tidak bertempur secara rapat mengepung, namun mereka hadapi Pouw Keng Thian secara silih berganti, agar dengan cara itu mereka akan bisa membikin pemuda lawan mereka menjadi lelah kepayahan, sebaliknya pihak mereka secara silih berganti dapat beristirahat.
Dengan cara bertempur dari keempat lawannya itu benar-benar Pouw Keng Thian jadi kepayahan, sehingga didalam hati pemuda itu mengeluh, entah bagaimana kalau dia harus menghadapi musuh dari pihak Hong bie-pang, yang tentunya merupakan tugas yang amat berat bagi dia.
Seringkali Pouw Keng Thian hampir berhasil mengalahkan lawan yang sedang dia hadapi, akan tetapi lawan itu berlaku cerdik, selalu cepat-cepat menghindar dari kancah pertempuran, dan tempatnya diganti oleh rekannya; atau kalau lawan itu tak sempat menghindar karena desakan Pouw Keng Thian maka cepat-cepat seorang kawannya membantu dan membiarkan rekan yang terdesak itu beristirahat.
Lawan yang dianggap paling ringan dari ke empat lawan yang mengepung Pouw Keng Thian, adalah lawan yang bersenjata golok yakni yang goloknya pernah dilontarkan oleh Pouw Keng Thian; dan lawan yang terlemah itu justeru hanya kadang-kadang saja menghadapi Pouw Keng Thian bertempur, oleh karena dia lebih banyak hanya berdiri dengan sikap siaga, membiarkan ketiga kawannya memeras tenaga menentang maut.
-ooooOjooo —
TERINGAT dengan tuntutan dendam yang belum sempat dia lunaskan, maka Pouw Keng Thian perhebat perlawanannya bahkan dia merobah siasat, baik pada waktu menyerang maupun pada waktu melakukan pertahanan. Seringkali dia memberikan umpan seolah-olah dia sudah tidak berdaya menghadapi serangan lawan, lalu secara tiba-tiba dia berkelit sambil membarengi menikam, sehingga disuatu saat Pouw Keng Thian berhasil membinasakan seorang lawannya, dan melukai pundak kiri musuh yang bersenjata golok.
Sisa lawan Pouw Keng Thian sekarang hanya dua orang, dan kedua lawan itu bagaikan sudah merasa putus asa, tak sanggup mengalahkan pemuda lawan mereka, bahkan keselamatan nyawa mereka justeru yang jadi terancam. Namun demikian, kedua lawan yang merupakan tokoh- tokoh persekutuan Hong bie pang dan yang waktu itu tidak diketahui oleh Pouw Keng Thian, tidak mau mereka melarikan diri meninggalkan kawan-kawan mereka, sampai disuatu saat salah seorang dari kedua tokoh Hong bie pang itu, secara diluar dugaan sudah menikam rekannya yang terluka, sehingga rekan itu tewas seketika! Pouw Keng Thian jadi terpesona menyaksikan kekejaman lawan-lawan itu, yang rela membinasakan kawan mereka sendiri; dan selagi pemuda itu terpesona, maka kesempatan itu telah dipergunakan oleh kedua lawannya buat melarikan diri memakai kuda mereka.
Pouw Keng Thian kemudian duduk beristirahat dibawah pohon disisi jalan yang sunyi itu. Dia merenungkan peristiwa yang baru saja dia alami, sampai kemudian dia teringat kalau seseorang akan lewat di jalan itu, dan melihat adanya dua mayat yang rebah bergelimpangan; sehingga memungkinkan Pouw Keng Thian jadi terlibat dengan urusan yang memusingkan kepala.
Oleh karena itu, maka Pouw Keng Thian bergegas hendak meninggalkan tempat itu, namun tiba-tiba dia melihat adanya dua ekor kuda milik lawannya yang sudah menjadi mayat.
Segera Pouw Keng Thian mendekati dan memilih seekor kuda yang dia anggap lebih bagus dan lebih sehat; setelah itu dia meneruskan perjalanannya dengan memakai kuda.
Waktu sudah lewat magrib, Pouw Keng Thian tiba disebuah dusun yang cukup ramai, dimana dia mencari sebuah rumah penginapan untuk dia beristirahat dan bermalam.
Setelah membersihkan tubuh dan ganti pakaian, maka Pouw Keng Thian duduk diruang tamu sambil menunggu waktu makan, dan pada waktu itu dia melihat seorang pengendara kuda yang berhenti dan memasuki rumah penginapan itu, karena orang itu agaknya hendak bermalam dirumah penginapan itu.
Perhatian Pouw Keng Thian menjadi tertarik, oleh karena melihat orang yang baru datang itu adalah seorang dara remaja bermuka cantik, berpinggang ramping dan kelihatan membekal pedang dipinggangnya yang kecil langsing, menandakan dara cantik itu pandai ilmu silat.
Sekilas pandangan mata Pouw Keng Thian terbentur dengan pandangan dara cantik itu, namun keduanya cepat cepat mengalihkan pandangan mata mereka dengan lagak kemalu-maluan.
Dara yang cantik itu mendekati meja tempat pengurus rumah penginapan untuk memesan sebuah kamar, dan setelah itu dia menuliskan namanya; sementara Pouw Keng Thian yang memperhatikan secara diam-diam, sempat melihat muka si pengurus rumah penginapan itu berseri-seri dan berkata :
"Oh, jadi kouwnio yang bernama Soh Sim Lan ?”
Sejenak dara cantik itu diam mengawasi si pengurus rumah-penginapan, sinar matanya mengandung pertanyaan
; sementara pada mukanya kelihatan berobah agak merah.
" . , .dua hari yang lalu kami kedatangan tiga orang tamu
..." kata lagi si pengurus rumah penginapan; "Mereka terdiri dari dua orang pemuda dan seorang pemudi. Masing- masing mengatakan bernama Sun Bian Hee, Siang Cun Gee dan Tan Hong Lan. Kemarin siang mereka berangkat dan meninggalkan pesan, kalau Soh Kouwnio datang, maka diminta supaya menyusul ke kota Soan-hoa…”
Dara cantik yang diajak bicara dengan si pengurus rumah penginapan itu, tidak kelihatan terkejut waktu menerima pesan itu; sebaliknya justeru Pouw Keng Thian yang ikut mendengarkan, yang menjadi terkejut oleh karena ketiga nama yang disebutkan oleh pengurus rumah penginapan tadi, semuanya adalah nama-nama dari ketiga saudara seperguruannya. Disamping rasa terkejutnya, Pouw Keng Thian juga merasa heran, karena dia tahu benar bahwa ketiga saudara seperguruannya itu bepergian secara terpisah, mengurus keperluan masing-masing. Ada yang mendapat tugas dari guru mereka, ada pergi untuk keperluan pribadi. Dari itu agak mengherankan kalau mereka berada bersama-sama dan sedang menuju ke kota Soan hoa dengan memesan dara Soh Sim Lan menyusul. Sedangkan nama dara Soh Sim Lan itu, seperti pernah didengar oleh Pouw Keng Thian pada waktu dulu dia masih berkumpul dengan Tan Hong Lan, menjadi "sucie' atau kakak seperguruan perempuan.
Selain dari Pouw Keng Thian yang menjadi terkejut karena mendengar perkataan si pengurus rumah penginapan, ternyata ada tiga orang lelaki yang duduk tidak jauh terpisah dengan Pouw Keng Thian, yang ikut terkejut dan serentak mereka mengawasi dara Soh Sim Lan dan si pengurus rumah penginapan, dengan sinar mata seperti menyelidik.
Sikap ketiga orang lelaki itu sudah tentu tidak lepas dari perhatian Pouw Keng Thian, terlebih muka garang dari ketiga orang lelaki itu telah mendatangkan rasa curiga bagi pemuda itu.
Waktu kemudian dara Soh Sim Lan sudah diantar ke dalam kamar yang dipesannya, maka salah seorang dari ketiga lelaki itu kedengaran berkata dengan suara perlahan :
"Rupanya dia adalah kawan dari mereka bertiga "
"Ma heng, jangan kau bicara sembarangan " terdengar
kata yang seorang lagi, dengan suara yang lebih perlahan; namun cukup didengar oleh Pouw Keng Thian.
"Kalian tunggu disini " kata lelaki yang ketiga, sambil
dia berdiri dari tempat duduknya, lalu dia mendatangi tempat si pengurus rumah penginapan, dan terjadi percakapan antara lelaki itu dengan si pengurus rumah penginapan, tetapi mereka berbicara dengan suara perlahan, sehingga tidak didengar oleh Pouw Keng Thian. Dan suatu hal yang menambah rasa curiga pemuda ini, adalah sempat dia melihat si pengurus rumah penginapan itu seperti orang yang terkejut dan ketakutan.
Lelaki yang berbicara dengan pengurus rumah penginapan itu kemudian kembali ke tempat duduknya, akan tetapi dia tidak mengatakan sesuatu, bahkan sampai waktu mereka makan malam, mereka bertiga tidak kedengaran membicarakan perihal dara Soh Sim Lan.
Pouw Keng Thian yang ikut makan, sengaja dia perlambat cara dia makan; membiarkan ketiga orang lelaki itu mendahului dia dan meninggalkan ruang makan setelah itu dengan langkah-kaki tenang dia mendekati si pengurus rumah penginapan.
Si pengurus rumah penginapan kelihatan menjadi bertambah ketakutan, waktu dia mendengar Pouw Keng Thian justeru menanyakan tentang siapa gerangan ketiga orang laki laki tadi. Sejenak dia mengawasi tamunya dan mendapati wajah muka yang tampan serta sikap sopan dari Pouw Keng Thian, sehingga dengan suara perlahan dan gemetar dia berkata :
"Siangkong, kau kasihanilah aku; jangan kau tanyakan padaku perihal ketiga orang-orang tadi ..."
Sejenak Pouw Keng Thian tidak mengucap sesuatu. Didalam hati dia menduga dan mencari sebab yang menjadikan si pengurus rumah penginapan itu sangat takut terhadap ketiga orang laki laki tadi. Terpikir oleh Pouw Keng Thian, bahwa tiga orang laki laki itu pasti merupakan orang orang kejam yang amat ditakuti oleh masyarakat setempat.
"Apakah mereka sering makan disini... ?" akhirnya Pouw Keng Thian menanya lagi.
Pengurus rumah makan itu hanya manggut membenarkan.
“Dimana tempat mereka ... ?”
"Siangkong, sudah aku katakan, jangan kau tanya aku tentang mereka " sahut pengurus rumah penginapan itu;