Pendekar Bunga Cinta Chapter 52

NIC

Tio Bun Wan kemudian membaca isi surat itu yang ternyata hanya merupakan ganti pamit dari dara Ma Kim Hwa, karena dara itu sudah menunggu lama namun Tio Bun Wan tetap masih pulas tertidur.

" ...rupanya semalam kau bermimpi sangat indah,” dara

Ma Kim Hwa menambahkan pada suratnya; sehingga mengakibatkan Tio Bun Wan tersenyum dengan muka merah, dan surat singkat itu tidak dibuangnya, akan tetapi disimpannya dikantong bajunya.

Setelah membersihkan tubuh dan ganti pakaian, maka Tio Bun Wan keluar dan menemui si pengurus rumah penginapan dan diluar dugaan si pengurus rumah- penginapan itu, ternyata tamunya memberikan uang ganti rugi yang cukup atas kerusakan barang-barang sebagai akibat terjadinya pertempuran kemarin.

Kemudian pada waktu itu Tio Bun Wan menanyakan kalau-kalau pengurus rumah penginapan kenal dengan si pemuda bermuka hitam, maka ternyata si pengurus rumah penginapan itu mengatakan tidak kenal.

Siang hari itu Tio Bun Wan berkeliling kota Pao-kee tin, namun hasilnya hampa tidak ada yang dia curigai, hanya sempat dilihatnya adanya beberapa tentara yang bertugas menjaga keamanan, dan menurut berita yang dia peroleh, malam itu ternyata tidak terjadi sesuatu kejahatan dalam kota itu.

Tanpa terasa sudah lima malam Tio Bun Wan sia-sia akan waktunya berdiam di kota Pao-kee tin, tanpa dia berhasil menemukan si penjahat, sebaliknya si penjahat lagi- lagi telah melakukan perampokan yang membikin Tio Bun Wan jadi bertambah penasaran.

Dimalam kelima itu dan selagi Tio Bun Wan menyusuri genteng-genteng rumah, mendadak dia melihat adanya sesuatu bayangan hitam yang sedang berlari-lari kearah sebelah timur, sehingga dengan cepat Tio Bun Wan menyusul namun dia berlaku hati-hati supaya bayangan itu tidak mengetahui sedang diintai.

Disuatu rumah gedung yang cukup besar, bayangan hitam itu lompat masuk lewat tembok halaman. Sesaat Tio Bun Wan menunggu dan meneliti, lalu dia menuju kelain bagian dari tembok halaman rumah itu, dimana Tio Bun Wan lompat masuk, sehingga pada saat berikutnya pemuda ini mendapatkan bangunan rumah itu sangat luas pekarangannya, sehingga dia kehilangan bayangan hitam tadi, yang dia tidak ketahui berada dibagian sebelah mana.

Disaat Tio Bun Wan sedang berdiri ragu-ragu, maka mendadak dia mendengar pekik suara seorang perempuan, sehingga dengan suatu gerak yang pesat pemuda itu melesat kearah pekik suara tadi terdengar.

Pekik suara tadi ternyata berasal dari suatu kamar yang daun jendelanya terbuka. Dengan golok yang sudah siap ditangannya, segera Tio Bun Wan hendak lompat memasuki kamar itu, namun secara mendadak dia harus menunda niatnya, sebab dari dalam kamar itu justeru berlompat keluar seseorang yang memakai tutup muka warna hitam membikin Tio Bun Wan tidak ragu-ragu lagi menganggap orang itu adalah si penjahat.

"Perampok kurang ajar, sudah cukup lama aku cari kau .

, .” maki Tio Bun Wan yang lalu menyerang selagi penjahat itu berdiri terpesona, karena tidak menduga adanya seseorang yang menunggu dia diluar kamar itu.

Penjahat itu berkelit tiga langkah mundur kebelakang, akan tetapi waktu sekali lagi Tio Bun Wan melakukan penyerangan dengan suatu tebasan golok, maka dengan tabah penjahat itu menundukkan kepala, sementara dengan senjata golok ditangan kanannya, penjahat itu menabas sepasang kaki Tio Bun Wan.

Dengan melihat senjata golok yang digunakan oleh si penjahat, maka hilang rasa curiga Tio Bun Wan atas si pemuda bermuka hitam, yang pada mulanya dia curigai sebagai si penjahat. Atas serangan-balasan dari si penjahat itu, maka Tio Bun Wan melompat berkelit, akan tetapi waktu pemuda ini hendak mengulang serangannya, maka si penjahat telah pergunakan kesempatan itu buat melarikan diri, sebab dirumah itu sudah terdengar suara ributnya beberapa orang, yang rupanya sudah mengetahui bahwa mereka telah kedatangan penjahat.

Tio Bun Wan tidak membiarkan penjahat itu melarikan diri. Pemuda ini mengejar, diikuti dengan empat orang yang rupanya menjadi penjaga keamanan dari rumah yang didatangi penjahat itu.

Penjahat itu ternyata sangat mahir dengan ilmu lari cepat dan ringan tubuh, namun Tio Bun Wan mengerahkan tenaganya untuk mempercepat larinya, membikin mereka berdua meninggalkan jauh ke empat penjaga malam yang ikut melakukan pengejaran.

Dalam melakukan pengejarannya itu, beberapa kali Tio Bun Wan menjadi terintang, oleh karena si penjahat telah menyerang dia dengan menggunakan senjata rahasia berupa piao; dan hal ini justeru menjadikan Tio Bun Wan merasa sangat penasaran, sampai disuatu saat Tio Bun Wan melihat adanya dua orang yang menghadang arah larinya si penjahat.

SEJENAK penjahat itu menghentikan larinya, dan mengawasi kedua orang yang merintangi dia, lalu dia perdengarkan suara mengejek dan mendahului menyerang memakai goloknya, kepada salah seorang penghadang yang bersenjata sepasang Poan-koan pit (semacam alat tulis cina

); akan tetapi pada waktu penghadang itu hendak menangkis, maka si penjahat membatalkan niatnya buat menyerang, sebaliknya secara diluar dugaan dia menendang penghadang yang seorang lagi, yang bersenjata sepasang siang-kauw; dan tendangannya itu ternyata dengan jitu telah mencapai sasaran pada betis si penghadang, membikin orang itu rubuh sambil perdengarkan suara memaki.

Tio Bun Wan yang tiba tepat disaat si penghadang itu jatuh terguling, menjadi terkejut karena sempat dia mengenali bahwa si penghadang itu justeru adalah si pemuda bermuka hitam yang pernah dia tempur bersama- sama dara Ma Kim Hwa.

Teringat dengan dara Ma Kim Hwa, maka Tio Bun Wan menjadi tersenyum seorang diri oleh karena selama pertemuan dan perkenalannya dengan dara yang pemarah itu; Pouw Keng Thian merahasiakan nama yang sebenarnya, sebaliknya dia sengaja memakai nama ‘Tio Bun Wan’, demi untuk merahasiakan tentang perjalanan yang hendak mencari musuh yang telah membinasakan orang tuanya. Tetapi, kemudian terpikir olehnya, bahwa tidak ada gunanya buat dia merahasiakan tentang nama maupun tentang perjalanannya yang hendak mencari jejak musuhnya sehingga seterusnya dia akan menggunakan nama yang sebenarnya, yakni Pouw Keng Thian.

Namun demikian, saat itu Pouw Keng Thian tidak sempat berpikir lama, oleh karena dia justeru melihat sipenjahat hendak membacok sipemuda bermuka hitam sehingga untuk menolong maka Pouw Keng Thian telah menangkis golok sipenjahat, sehingga golok mereka saling bentur dengan keras, mengakibatkan keluarnya lelatu anak api.

Si penjahat itu agaknya merasa terkejut dengan terjadinya benturan senjata tadi, oleh karena dia merasakan suatu dorongan tenaga yang tidak kecil. Akan tetapi belum sempat dia mengatur diri, maka sipenghadang yang seorang lagi, yang ternyata berupa seorang laki-laki setengah baya yang usianya kira-kira sudah mencapai 40 tahun lebih, telah menyerang memakai sepasang senjatanya membikin penjahat itu kelihatan repot dan terdesak mundur.

Segera penjahat itu menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan para penghadang yang mahir ilmu silatnya. Adalah menjadi niatnya hendak melarikan diri, namun dia terlibat dalam pertempuran melawan dua orang lawan yang tidak mau melepaskan dia.

Disuatu saat sipenjahat dapat membebaskan diri dari serangan bergelombang dari laki-laki setengah baya yang menghadang, namun baru saja dia lompat dan hendak melarikan diri, maka pemuda Pouw Keng Thian telah melakukan berbagai serangan yang amat membahayakan kedudukan si penjahat itu, bahkan waktu baru saja si penjahat berhasil menghindar dari suatu serangan yang dilakukan oleh Pouw Keng Thian, dan tahu-tahu pemuda itu telah menendang membikin si penjahat rubuh terguling, terjatuh didekat tempat si pemuda bermuka hitam yang sedang berdiri meringis menahan rasa sakit; namun kesempatan itu tidak disia-sia oleh si pemuda bermuka hitam, karena dengan suatu pukulan bagaikan guntur yang menyambar, maka kepala si penjahat remuk terkena senjata siang kauw sipemuda bermuka hitam itu.

"Ah, sayang kau binasakan dia ...” kata laki-laki yang setengah baya itu; waktu dia mendekati tubuh si penjahat yang sudah tewas.

Si pemuda bermuka hitam tidak menghiraukan kata penyesalan itu, sebaliknya dia menjadi gusar waktu dia melihat dan mengenali pemuda Pouw Keng Thian yang juga sudah ikut mendekati. "Ah, kiranya kau ....!" kata si pemuda bermuka hitam singkat tetapi tegas, lalu dengan senjatanya yang masih berlumuran darah dia menyerang Pouw Keng Thian.

Pouw Keng Thian sangat terkejut karena gerak pemuda bermuka hitam itu yang sangat diluar dugaan. Dengan tubuh yang lincah dia berhasil lompat menghindar, dan waktu pemuda bermuka hitam itu hendak mengulang serangannya, maka laki-laki setengah baya itu membentak :

"Dungu ! hentikan seranganmu ...!" demikian bentak laki laki setengah baya itu; dan si pemuda bermuka hitam itu patuh menurut.

Laki laki setengah baya itu kemudian mendekati Pouw Keng Thian, dia memberi hormat dan mengucap kata-kata maaf atas perbuatan si pemuda bermuka hitam tadi; sampai mereka saling berkenalan dan Pouw Keng Thian mengetahui bahwa laki laki setengah baya itu bernama Tio Kang Ho, dan si pemuda bermuka hitam itu adalah muridnya yang bernama Sie Peng An, atau yang sehari-hari dipanggil si Dungu atau si Bodoh.

Tengah mereka bercakap-cakap, mendadak terdengar suara beberapa orang yang sedang berlari-lari mendatangi, dan mereka itu ternyata adalah para penjaga malam yang tadi ikut mengejar.

Posting Komentar