Pedang Ular Mas Chapter 52

NIC

Tiba-tiba terdengar suara hebat dari Lu Jie Sianseng. "Jangan kau berjumawa karena kau dapat rubuhkan satu

lawan!" kata orang dengan dandanan mahasiswa itu. "Kau

inginkan emas?" Se-konyong-konyong dia berlompat, kedua kakinya diletaki atas dua potong emas, sedang huncweenya ditekankan kesepotong emas lainnya.

"Tidak perduli kau menjotos atau mendupak," katanya," asal kau mampu geser emas ini dari kakiku, kau boleh ambil semua!"

Para hadirin melengak atas kata-kata ini, melengak karena Lu Jie sianseng terlalu jumawa.

Hie Bin jadi mendongkol sekali.

"Jangan kau menyesal!" katanya dengan sengit. Lu Jie Sianseng tertawa besar sambil melengak.

"Kau dengar, dia kuatir aku menyesal!" katanya kepada Eng Cay, tetap dia dengan sikapnya yang jumawa itu.

Eng Cay menjawab hanya dengan tertawa kering. "Baik, aku nanti coba!" berseru Hie Bin.

Orang semberono ini lompat tiga tindak, hingga ia datang dekat pada si tekebur itu, lantas dia ayun kaki kanannya dan menyapu kearah potongan emas yang ditekan huncwee.

Dimatanya Sin Cie, tendangan itu ada tendangan berat dua-tiga ratus kati. Ia percaya, tidak perduli bagaimana kuatnya Lu Jie Sianseng, emas itu mesti kena tergeser, kecuali dia itu gunai ilmu gaib. Maka ingin ia menyaksikan kesudahan pertaruhan itu.

Disaat kakinya Hie Bin sampai, belum sampai potongan emas kena ditendang, tiba-tiba, dengan sebat sekali, Lu Jie Sianseng angkat huncweenya, dipakai memapaki kaki dengan ujung huncwee itu, tepat mengenai dengkul. Dengan mendadakan Hie Bin rasai kakinya itu kaku dan tak bertenaga, tidak ampun lagi, dengkulnya tertekuk, hingga dia rubuh dengan berlutut!

Lu Jie sianseng segera rangkap kedua tangannya, ber- ulang-ulang ia tertawa besar sambil ia berkata: "Ah, jangan, tak sanggup aku terima!"

Dia memberi hormat untuk tampik kehormatan. Dia anggap Hie Bin berlutut untuk beri kehormatan padanya! Itulah sebenarnya suatu penghinaan.

Siau Hui terperanjat, dia lari pada Hie Bin, untuk kasih bangun pemuda itu, buat dipepayang sampai didepannya Uy Cin.

"Uy supeh, dia main gila, lekas supeh ajar adat padanya!" nona ini minta.

Dalam gusarnya, Hie Bin mendamprat : "Kau gunai akal busuk! Kau bukannya satu hoohan!"

Uy Cin menotok pada pinggang muridnya, lalu pada pahanya, sembari berbuat demikian, dia kata dengan pelahan : "Apa lain kali kau berani pula berlaku semberono begini?"

Murid itu berdiam, hatinya bersyukur.

Lu Jie Sianseng tercengang kapan ia saksikan korbannya dapat ditolong secara demikian cepat. Ia tidak mengerti kenapa ditempat begini sepi sebagai Cio-liang ada ahli ilmu totok yang demikian liehay.

Selagi orang berdiam, Uy Cin ketek shuiphoanya. "Perhitungan ini telah dimasuki buku!" kata dia. Lalu dia

geraki tangan kanannya, yang menyekal pit. Terang dia

hendak maju, untuk cuci malu muridnya. Sin Cie lihat sikap Toa-suheng itu, dia berpikir: "Dia adalah murid kepala dari Hoa San Pay, aku adalah suteenya maka sudah selayaknya aku mesti mendului maju!"

Maka ia lantas berseru: "Toa-suheng, biar siautee yang maju lebih dulu! Jikalau aku tidak berhasil, Baru suheng yang menggantikan!"

"Sutee, baik aku saja yang maju," jawab Uy Cin dengan pelahan.

Suheng ini ragu-ragu untuk ijinkan adik seperguruan itu wakilkan dia. Sutee ini masih terlalu muda, meskipun gurunya telah berikan pelajaran sempurna, ia kuatir sang sutee kurang latihan, kurang pengalaman, hingga ia kuatir, sutee ini bukan tandingan Lu Jie Sianseng yang liehay itu. Dia pun percaya, dengan terima murid terakhir itu, yang masih "kecil", tentunya sang guru sangat sayangi murid bungsu itu, apabila karena pertempuran ini Sin Cie terluka, gurunya tentu berduka, dia bakal ditegur, dia bakal malu sendirinya. Kalau tadi dia antapkan Hie Bin maju, itulah sekalian untuk beri ajaran pada murid semberono ini agar ia selanjutnya bisa berhati-hati. Dia harap Hie Bin insyaf dan nanti belajar lebih jauh dengan sungguh-sungguh.

Akan tetapi Sin Cie tidak mau mengerti.

"Toasuheng," katanya dengan pelahan juga," dipihak mereka ada banyak orang liehay, sedang lima orang tua itu mempunyai barisan Ngo-heng-tin yang berbahaya sekali, mungkin sebentar bakal terjadi pertempuran dahsyat. Suheng sebagai kepala perang, maka biar siautee yang maju lebih dulu."

Uy Cin kagum untuk sutee ini, yang tahu aturan, yang hendak menghormati kakak seperguruan. Ia juga lihat kesungguan hati sutee itu. "Baik, sutee," kata ia akhirnya. "Harap kau hati-hati."

Sin Cie manggut pada suheng itu, lalu ia memutar tubuh, untuk hampirkan Lu Jie Sianseng.

"Aku juga hendak menendang emas ini, apa boleh?" dia tanya ahli silat Hoo Kun itu. Ia bersikap tenang sekali.

Lu Jie Sianseng dan kawan-kawannya dari Liong Yu Pang heran. Barusan si anak muda bertubuh kekar dan semberono tekah dapat ajaran getir, kenapa sekarang ada pemuda lain yang tidak tahu mampus?

Melihat orang jauh terlebih muda daripada Hie Bin, Lu Jie Sianseng makin memandang rendah.

"Baik," sahut dia. "Ingin aku jelaskan dahulu, jikalau nanti kau jalankan kehormatan besar kepadaku, tak berani aku terima itu!"

Kata-kata yang terakhir ini mengandung ejekan.

Habis itu, jago Hoo Kun itu tekan emas dengan huncweenya.

Sin Cie ambil sikap sama seperti Hie Bin, dia maju tiga tindak, lantas dia angkat kakinya yang kanan, untuk menyapu.

Hie Bin menonton, dia kaget, dia menjerit: "Siau-susiok, jangan! Dia nanti totok kakimu!"

Ngo Cou dari Cio Liang Pay sebaliknya tak mengerti. Dia tahu pemuda ini liehay, akan tetapi cara sapuannya itu semberono. Maka mereka menduga, apa mungkin pemuda ini mengerti ilmu menghentikan jalan darahnya hingga dia tak jeri untuk ditotok?

0o-d.w-o0

Semua mata ditujukan kepada Sin Cie, kearah kakinya. Malah Uy Cin sudah bersiap, andaikata Lu Jie Sianseng kembali totok dengkul orang, dia hendak turun tangan guna bantu sutee itu, sesudah mana, mau dia terus serang musuh jumawa itu.

Selagi kakinya Sin Cie bergerak maju, cepat luar biasa, Lu Jie Sianseng pun geraki huncweenya untuk dipakai menyerang, seperti tadi dia totok dengkulnya Hie Bin. Akan tetapi si anak muda ini cuma menggertak, selagi tangannya si mahasiswa bergerak, dia pun segera tarik pulang kakinya itu, dengan begitu totokan Lu Jie Sianseng mengenai sasaran kosong. Justru disaat itu pemuda kita menyapu pula dengan kaki kirinya itu, yang tadi ia tekuk balik, maka sekejab saja, emas potongan itu kena tersempar.

Sampai disitu, Sin Cie tidak lantas berhenti. Sebaliknya, dia bergerak terus. Kembali kaki kanannya menyambar.

Lu Jie Sianseng menjadi mendongkol sekali, dia totok bebokong orang.

Sin Cie egos tubuh kekanan, sambil membungkuk, sembari berbuat demikian, tangan kirinya menyambar. Ia berhasil menyampok kekanan kepada emas itu disaat kakinya Lu Jie Sianseng diangkat, karena untuk totok si anak muda, ia mesti bergerak.

Bergerak terlebih jauh, Sin Cie kerjakan kaki kirinya. Ia mendahului, akan gunai ketika selagi tubuh lawan itu digeser, kakinya diangkat. Ini kali pun ia berhasil karena emas tersempar, disambut oleh tangan kanannya.

Dalam tempo yang pendek, tiga potong emas tersimpan dalam tangan baju yang kanan dari anak muda ini, sesudah mana ia berdiri dengan tenang. "Aku hendak ambil semua emas ini," berkata dia. "Lu Locianpwee toh menetapkan janji?"

Posting Komentar