tapi tidak memperlihatkan perasaannya.
Mendadak golok sabit berkelebat, secepat kilat ia menabas.
Dia cepat, tapi Peng-say juga tidak lambat.
Ia tahu pentingnya momen, sedetikpun tidak boleh terlambat.
Pedang yang dipegangnya tetap berada di dalam sarungnya dan mendadak menegak sebatas pinggang, "trang", sarung pedang yang terbuat dan kulit itu tertabas dan bagian bawah lantas terlepas dan jatuh.
"Bagus, tangkis lagi satu kali?" seru Ciamtay Boh-ko, kembali golok sabit berkelebat, gaya serangannya tidak berubah.
Peng-say juga tetap memegang pedangnya dan tidak sempat berganti cara lain, ia tetap menegakkan pedang di depan dada untuk menangkis.
Maka sarung pedang yang sudah terlepas sebagian itu kembali tertabas sepotong pula.
Serangan Ciamtay Boh-ko bertambah gencar, ia membacok satu kali dari kanan dan menabas pula dari kiri, serangan berantai, setiap tabasan tidak pernah jauh dari batas pinggang Soat Peng-say, dia se-akan2 ingin menyatakan kalau tabasannya tidak tepat mengenai pinggang anak muda itu, andaikan dapat membunuhnya juga kurang cemerlang.
Sebaliknva setiap Peng-say menangkis satu kali, pedangnya lantas tertekan beberapa senti ke bawah, hal ini disebabkan kekuatannya jauh di bawah Ciam-tay Boh ko, maka setiap kali setelah menangkis, setiap kali pula tenaganya berkurang.
Sampai serangan kesebelas, ujung pedang Peng-say yang menegak itu sudah hampir menyentuh tanah, sarung pedangnya yang tiga kaki panjangnya itu pun tersisa beberapa inci saja.
Melihat gelagatnya jika dia menangkis lagi dua-tiga kali, tangannya yang memegang gagang pedang itu berikut sisa sarung pedang pasti akan tertabas putus oleh golok Ciamtay Boh-ko.
"Hahahaha! Apa abamu sekarang"!" seru Ciam?tay Boh-ko dengan bergelak tertawa.
"Akan kubuntungi tangan kirimu, ingin kulihat tangan kanan akan kau gunakan atau tidak?" Sembari bicara kembali ia membacok lagi dua kali dan tangan Soat Peng-say tertekan lebih kebawah lagi.
Bacokan kedua kali terakhir itu meski tetap mengenai batang pedang, tapi jelas menyambar lewat di tepi tangan Peng say.
Peng say menyadari bila lawan menabas lagi, tentu tangan sendiri akan tertabas dan akhirnya tetap tak terhindar dari kematian ditabas putus pinggangnya.
Bila dia ragu lagi, mungkin kesempatan melolos pedang yang lainpun ter-sia2.
Keadaan tidak memungkinkan dia banyak berpikir pula, dia harus bertindak.
Begitulah pada detik terakhir, mendadak ia tekan pedangnya ke bawah, ujung pedang menancap tanah, ia bertekad tetap akan mempertahankan pedangnya sekalipun tangan sendiri akan tertabas.
Soat Koh cukup paham watak nekat Peng-say itu, ia tahu anak muda itu tidak nanti membuang pedangnya untuk mencari selamat.
Betapapun ia tidak sampai hati untuk tinggal diam dan menyaksikan temannya dicelakai orang.
Maka ketika ujung pedang Peng-say tercancap di tanah dan golok sabit menyambar, mendadak iapun bergerak, "trang", ia tergetar mundur bersama Ciamtay Boh-ko.
Keruan Ciamtay Boh-ko terkejut, tak diduganya seorang nona muda jelita memiliki kekuatan setingkat dengan dirinya.
Padahal tenaga Soat Koh lebih lemah daripada Soat Peng-say, apalagi kalau dibandingkan Ciamtay Boh-ko" Soalnya Ciamtay Boh-ko sudah menabas belasan kali pada pedang Peng-say sehingga tenaganya sudah banyak terbuang, sedangkan Soat Koh bertujuan menolong Pengsay, tangkisannya menggunakan sepenuh tenaganya, dalam keadaan demikian tampaknya menjadi sama kuatnya ketika beradu senjata dan sama2 tergetar mundur.
Ciamtay Boh-ko hidup jauh di lautan timur sana, sudah biasa memerintah dan dipuja, hampir tidak pernah memandang sebelah mata terhadap siapapun juga.
Sekarang meski menyangka tenaga Soat Koh sangat kuat, ia hanya tercengang sejenak saja dan tidak menghiraukannya lagi, serunya dengan tertawa: "Aha, memang sejak tadi seharusnya nona maju membantu lakimu ini." Mendengar ucapan Ciamtay Boh-ko itu, Cin Yak-leng yang meringkuk di dalam kereta menjadi heran siapakah nona yang dimaksudkan itu.
Padahal ia yakin sang "Peng-ko" pasti mampu melabrak dan menghalau Ciamtay Bohko, tak tahunya sekarang sang kakak Peng itu malah perlu bantuan orang.
Kata2 "lakimu" ucapan Ciamtay Boh-ko tadi sangat menusuk perasaannya, sayang dia tertutuk dan tak bisa berkutik, kalau tidak, biarpun terluka dalam yang parah juga dia akan berdaya untuk melongok keluar.
untuk melihat bagaimana macamnya si nona yang hendak membantu kakak Peng itu.
Begitulah terdengar Soat Koh lagi berkata dengan tertawa: "Ngaco-belo, dari mana kau tahu dia itu lakiku?"' Ucapan Soat Koh ini sebenarnya sangat janggal dan lucu, dia mendamperat orang "ngaco-belo" tapi bertanya pula "dari mana kau tahu", dua kalimat yang bertentangan, apalagi diucapkan dengan tertawa, jadi se-akan2 dia senang orang bilang Soat Peng-say adalah "laki"nya, lalu dia tambahkan pertanyaan "dari mana kau tahu;" agar orang menjelaskan alasannya.
"Sejak tadi kalian kasak-kusuk disamping sana memangnya kau kira aku tidak tahu?" jawab Ciam-tay Bohko.
"Kulihat lelaki itu tidaklah suka padamu, buktinya dia datang untuk menolong seorang gadis lain, buat apa kau membelanya mati2an?" "Kau ngaco!' bentak Soat Koh.
"Hahaha, jika benar dia suka padamu, mengapa dia membela perempuan lain dengan mati2an?" seru Ciamtay Boh-ko dengan bergelak.
"Makanya, nona manis, untuk apa kau bersusah payah membantu dia, kan sia2 belaka cintamu padanya?" "Jangan percaya pada ocebannya, dia sengaja memecah-belah kita!" teriak Peng-say.
"Ha, kau kira aku akan takut jika dia membantu kau?" jengek Ciamtay Boh-ko.
Sementara itu lengan kiri Peng-say yang kesemutan tadi sudah pulih kembali tenaganya, walaupun tidak setangkas semula, untuk memainkan pedang rasanya sudah kuat.
Segera ia membentak: "Jika tidak takut, boleh kau coba!" "Huh.
mantap benar ucapanmu, sedangkan orang mau membantu kau atau tidak kan juga belum jelas"!" kata Ciamtay Boh-ko.
Setelah merenungkan perkataan Ciamtay Boh-ko tadi, makin dipikir rasanya makin benar, mendadak Soat Koh berseru: "Aku tidak membantu dia!" "Nah, dengar tidak" Dia bilang tidak membantu kau?" dengan tertawa Ciamtay Boh ko menjengek.
Tapi mendadak Pang-say berteriak: "Kiong-Siang-kutthau!" "Apa katamu?" Ciamtay Boh-ko terkejut.
Belum lenyap suaranya, jurus serangan "Kiongsiang?kut-thau", jurus pertama Siang-liu-kiam-hoat, sudah dilancarkan Peng-say.
Mendadak meadengar istilah jurus serangan itu, Soat Koh terkejut, ketika dilihatnya pula anak muda itu telah menyerang, tanpa terasa iapun ikut melancarkan jurus serangan yang sama.
Jurus "Kiong-siang-kut-thau" yang dilancarkan dengan dua gerakan yang berbeda, begitu bergabung serentak menimbulkan daya ancaman yang luar biasa.
Gerak perubahan Ciamtay Boh-ko waktu menghadapi musuh boleh dikatakan cepat sekall, malahan selalu berebut mendahului.
Cuma sayang, kecepatan Kungfu Tang-wan yang termashur itu kini kebentur Siang-liu-kiam-hoat, segala serangan mautnya menjadi sukar dikembangan.
Malahan untuk menangkis jurus pertama Kiong-siang-kutthau saja dia merasa kerepotan.
Setelah dua-tiga jurus, Ciamtay Boh-ko tambah kelabakan, ia berteriak gusar: "Kenapa mulutmu mencla-mencle, nona" Kau bilang tidak membantu dia, mengapa sekarang kau ikut bertempur?" "Aku memang tidak membantu dia!" seru Soat Koh dengan muka bersungut.
"Kalau tidak membantu dia, silakan pergi saja!" seru Ciamtay Boh-ko sambil menangkis dengan susah payah.
"Tadi kudengar kau suruh dia menggunakan tangan kanan?" kata Soai Koh.
"Karena dia tetap tidak mau menggunakan tangan kanan, maka aku mewakilkan dia menggunakan tangan kanan." Makin bertempur makin ngeri Ciamtay Boh-ko oleh serangan gabungan lawan yang lihay, ia memaki: "Budak busuk, tampaknya kau sudah ter-gila2 padanya! Tangan kanannya kan tidak buntung untuk apa kau mewakilkan dia" Huh, tidak tahu malu, dasar tidak laku kawin, maka kau ter-gila2 padanya meski orang tidak sudi padamu.
Hm, belum pernah kulihat budak bermuka tebal macam kau ini, masa perempuan ter-gila2 kepada lelaki" Jika kau tidak tahan, kenapa tidak mengecer saja di tepi jalan!" Rupanya Ciamtay Boh-ko ingin memancing kepergian Soat Koh, tak tahunya makin dimaki makin gencar dan lihay serangan Soat Koh.
Makian terakhir itu terlalu kotor dan sangat menusuk perasaan, saking gemasnya, saat itu kebetulan Soat Koh dan Peng-say lagi memainkan jurus ke13 yang disebut "Siau-go-yan-he" atau lengkingan angkuh pancaran perasaan, mendadak Soat Koh bersiul nyaring, pedang terus disambitkan dan kontan menembus dada Ciamtay Boh ko.
Kontan Ciamtay Boh-ko menjerit ngeri dan terkapar mandi darah.