"Kami berpisah sebulan yang lalu di Pakkhia," tutur Soat Koh.
"Suhu bilang ilmu silatku sudah cukup lumayan, sudah pantas berdikari dan menggembleng diri di dunia Kangonw, kalau sepanjang hari selalu mengintil di belakang beliau, seperti anak kecil yang belum disapih, bila kelak ketemu urusan gawat, tentu akan kebingungan dan tidak sanggup mengambil keputusan sendiri." "Jadi gurumu sengaja menggembleng dirimu di dunia Kangouw, tapi kan tidak menyuruh kau menjadi .
" sampai di sini mendadak terputus ucapannya, kata "maling" tidak jadi diucapkan.
"Kenapa tidak kau teruskan?" omel Soat Koh dengan menarik muka.
"Memang sejak mula aku memilih bidang 'mencuri' sebagai pekerjaanku." Peng-say menggeleng.
katanya dengan menyesal: "Ai, nona cantik seperti dirimu, untuk apa.
" "Hayolah lanjutkan!.
" "Untuk apa menjadi pencuri, sungguh sayang," ucap Peng-say dengan sungguh2.
Tidak kepalang dongkol Soat Koh hingga mencucurkan air mata, katanya: "Bagus, terang2an kau memaki aku sebagai maling, sebagai pencuri, aku....
aku lebih baik mati saja." Peng-say jadi melengak, diam2 ia merasa perempuan benar2 makhluk yang aneh.
Dia mengaku sendiri sebagai pencuri, kenapa pantang orang menyebutnya pencuri" Apalagi ia sendiri yang menyuruhnya omong.
Dengan air mata berderai Soat Koh berkata pula: "Pergilah kau, pergi saja, jangan bergaul dengan maling, jangan2 kau akan ketularan bau maling.
" "Nona," kata Peng say, "hendaklah kau terima nasihatku, pekerjaan mencuri bukanlah lapangan pekerjaan yang baik.
Malahan akan banyak mendatangkan kesulitan, orang dan golongan hitam saja menusuhi kau, apalagi orang dari kalangan putih, bisa jadi mereka akan membunuh kau." Mendadak Soat Koh membusungkan dada sambil berteriak: "Baiklah, boleh kau bunuh, boleh kau bunuh.
" sembari berseru ia terus melangkah maju dengan marah2.
Selangkah demi selangkah Peng-say menyurut mundur, katanya: "Jika kau merasa malu bergaul dengan pencuri macam diriku, mengapa tadi kau menolong diriku, kumaki juga kau terima dan tidak mau enyah?" "Ini.
ini.
" Peng say ter-gagap2, sampai sekian lama tetap tak dapat memberi jawaban.
"Kutahu anda ini seorang yang berbudi luhur, seorang yang welas-asih dari kalangan putih.
betapapun anda tidak sudi turun tangan membunuh orang.
Tapi kau kan tidak perlu membunuh diriku, boleh kau biarkan aku dibunuh oleh Tan Goan-hay dan begundalnya tadi, kan secara tidak langsung kau telah mendapat pahala dengan terbunuhnya seorang maling?" Peng-say menjadi rikuh sendiri, jawabnya: "Ah, mana diriku dapat disebut sebagai orang yang berbudi luhur segala, yang benar, lantaran mengharapkan upah sehari sepuluh tahil perak, makanya kutolong kau ....
" "Ai, sampai sekarang kau masih juga omong kosong!" kata Soat Koh dengan tertawa.
"Hah, kukira kaupun tidak perlu berlagak sebagai orang baik2 lagi, jelas kaupun ingin membagi rejeki, betul tidak?" "Membagi rejeki apa?" tanya Peng-say.
"Memangnya, maksud tujuanmu menolong diriku bukankah ingin membagi satu-dua benda pusaka barang curianku ini?" "Jika kuminta bagi rejeki, perutku jauh lebih besar daripada kawanan bandit yang hendak membegal kau itu, aku tidak mau membagi satu-dua bagian saja, jika mau, harus seluruhnya, tujuh macam benda pusaka itu harus diserahkan kepadaku, satu-pun tidak boleh kurang." "Wahhh tega amat kau! Sekali caplok hendak kau kangkangi seluruhnya"!" "Sebenarnya juga bukan hendak kukangkangi menjadi milikku, tapi hendak kukembalikan kepada si pemiliknya." "He, sebab apa kau bertindak demikian?" tanya Soat Koh dengan mendelik.
"Tahukah kau, dengan hilangnya ketujuh benda pusaka ini, siapa orang di Kotaraja sana yang paling sial?" "Dengan sendirinya kelima bangsawan yang kehilangan itu." "Dalam hal kebendaan secara langsung memang mereka yang rugi tapi sebagai bangsawan yang kaya raya, kehilangan sedikit harta benda tentu saja bukan apa2 bagi mereka.
Yang benar2 kena getahnya adalah orang yang bertanggung jawab atas keamanan kota." "O, kau maksudkan kawanan petugas itu, seperti.
Ong Cin-ek, begitu?" "Yang ikut bertanggung jawab dengan sendirinya bukan cuma petugas rendahan itu, tapi juga Kiu-bun-te-tok Cin-tayjin.
Jika harta benda penduduk biasa yang kau curi mungkin tidak menjadi soal, tapi yang kehilangan adalah kaum pangeran dan pembesar tinggi, coba kau pikir, siapa orang pertama yang akan dimintai tanggung-jawab" Dengan sendirinya Cin-tayjin sebagai penguasa militer kotaraja.
Lalu bagaimana akibatnya jika barang yang hilang tidak dapat ditemukan kembali" Bukankah Cin-tayjin yang bakal kehilangan kedudukannya dan bahkan masuk penjara pula." "Jadi yang bakal tertimpa bencana adalah Kiu-bun-te-tok Cin-tayjin" Eh, coba jawab dulu.
Kau sendiri bukan pembesar negeri, bukan pengusaha swasta, tidak terima upah, tidak bayar pajak, kau berkeliaran didunia Kangouw dengan bebas, untuk apa kau perhatikan urusan kaum pembesar itu?" "Urusan kaum pembesar itu sebenarnya memang tiada sangkut-pautnya dengan orang persilatan seperti kita ini," kata Peng-say.
"Tapi persoalannya menyangkut hari depan Cin tayjin, mau-tak mau aku harus ikut campur." "Aha, jangan2 Cin Ci-wan itu adalah bakal mertuamu?" jengek Soat Koh.
Peng-say melengak karena ucapan yang hampir mendekati kebenaran itu, tapi ia lantas menggeleng dan berkata pula: "Jangan sembarang kau terka, Cin-tayjin itu masih terhitung pamanku, ibu Cin-tayjin itu adalah saudara nenek perempuanku." "O, maaf, maaf, kiranya Tio-jilengcu kita ini jelek2 masih mempunyai famili yang menjadi pembesar negeri.
Tapi ingin kutanya pula padamu,jikalau benar2 hendak membela sanak-kadangmu yang pembesar itu, mengapa sejak mula tidak kau serahkan diriku kepada Tan Goan-hay, asalkan barang curianku ditemukan mereka dan dikembalikan kepada pemiliknya, tentu pembesar negeri yang bersangkutan tidak perlu mengusut lebih lanjut dan pamanmu yang pembesar itu pasti juga tetap aman pada kedudukannya." Padahal sebelum ini Soat Peng-say sendiri tidak pernah membayangkan hal demikian, sebabnya dia menolong Soat Koh, ia sendiripun tidak dapat mengemukakan alasannya.
Bisa jadi lantaran Soat Koh dalam pandangannya sama dengan duplikat Cin Yak-leng, menolong Soat Koh se-olah2 sama dengan menyelamatkan Cin Yak-leng.
Maka Peng-say lantas menjawab: "Kukira belum terlambat biarpun benda2 pusaka itu dikembalikan kepada pemiliknya melalui tanganku sekarang.
Cuma apakah benda2 pusaka itu sekarang berada padamu, kan tiada seorangpun yang tahu.
Bisa jadi barang curian itu sudah kau pindahkan kepada orang lain, dengan sendirinya tidak mungkin dapat ditemukan pada dirimu." "Hm, apakah kau kira lantaran kau telah membantu diriku, lalu akan kubantu kau menemukan benda2 pusaka itu?" jengek Soat Koh.
"Ya, itu kan terserah kepada hati nuranimu sendiri," ujar Peng-say dengan tertawa.
"Benda pusaka tidak kupindahkan kepada orang lain, sekarang juga masih tersimpan di bawah kereta, tapi jangan kau harap akan menerimanya dariku, bahkan ingin membagi satu potong saja tidak boleh, sebab benda2 ini bukan milikku." "Tepat!" seru Peng-say.
"Milik orang lain, mana boleh kita kangkangi menjadi milik sendiri.
Tidak menjadi soal meskipun tidak kau serahkan padaku, bagaimana kalau langsung kau sendiri yang menyerahkan kembali kepada pemiliknya?" "Apa katamu" Jadi jerih payahku selama sebulan ini akan sia2 belaka?" seru Soat Koh dengan melotot.
"Supaya kau tahu, barang2 ini sudah pasti tidak akan kukembalikan kepada pemiliknya tapi juga takkan kukangkangi menjadi milik sendiri, maksudku akan kujual, lalu .
" "Aha, pikiran bagus!" seru Peng-say sambil berkeplok.
"Sungguh tak nyana nona ini seorang maling agung yang mulia, maling budiman yang suka merampas milik orang kaya untuk disedekahkan kepada kaum miskin." "Maling" Huh, sebutan yang menusuk telinga! Meski kau tambah satu kata 'agung' juga tetap tidak enak di dengar!" "O, jika begitu, sebut saja Lihiapkhek (pendekar perempuan) yang suka berbuat mulia bagi keadilan manusia Nah, cocok?" Soat Koh tepekur sejenak dan mengangguk, katanya: "Ehm, boleh juga sebutan ini, cuma, dengan demikian, sanak familimu itu jelas2 akan tertimpa sial." "Asal tujuan nona memang demi kebaikan umum, apa mau dikatakan lagi?" ujar Peng-say.
"Terpaksa biarkan saja pamanku itu menerima damperatan kelima pangeran itu.
Menurut pendapatku, masih untung barang yang kau curi bukan milik si tua raja sehingga pamanku takkan sampai kehilangan jabatannya." "Wah, jika begitu, lain kali akan kugerayangi kas negara di Pakkhia sana, akan kucuri beberapa benda pusaka kesayangan si tua raja." -oo0dw0oo- Peng say tahu si nona hanya bergurau saja, maka ia cuma tertawa dan tidak menanggapi.
Kedua orang lantas naik ke atas kereta, Peng-say tetap berduduk di tempat kusir, sekali ia menyendal tali kendalinya, segera kereta itu dilarikan secepat terbang menyusur jalan raya.
"Jilengcu," seru Soat Koh sambil melongok keluar jendela, "Kungfumu tidak di bawahku, kemanapun kau dapat cari makan, untuk apa kau menjadi kusirku?" "Mencari makan memang mudah, tapi mencari sepuluh tahil satu hari, inilah yang sukar!" "Maksudmu .
" "Asalkan nona tidak memutuskan hubungan kerja kita ini, pekerjaan ini akan tetap kulakukan." "Tapi sekarang aku tidak sanggup membayar kau lagi," kata Soat Koh dengan tertawa.
"Memangnya kenapa" Apakah nona lagi seret, belum punya kontan" Tidak menjadi soal, tidak perlu kau bayar upahku setiap hari, boleh dicatat saja dalam buku utangpiutang, nanti kalau keuanganmu sudah lancar, bolehlah kau bayar sekaligus padaku." "Eh, jangan kau pandang nonamu serudin itu, masa satu hari sepuluh tahil perak saja tidak mampu kubayar"! Soalnya sekarang aku merasa sungkan jika harus memakai seorang pahlawan sebagai saisku." "Hahahaha! Jika aku ini pahlawan, maka nona kan lebih daripada pendekar besar.
Seorang pahlawan menjadi sais seorang pendekar besar kan juga pantas?" "Tapi upah sepuluh tahil perak sehari bagi seorang pahlawan kukira terlalu sedikit!" ujar Soat Koh dengan tertawa.
"Eh, biar kupertimbangkan dahulu.
sepantasnya kutambah berapa upahmu Jika tambah terlalu banyak, jangan2 nanti aku tidak mampu bayar, bila tambah gaji terlalu sedikit, rasanya juga .