"Awas, jangan sampai budak itu sempat melepaskan panah gelap, kita harus waspada," desis Tan Goan-hay kepada kawan2nya.
Terkesiap juga keempat orang itu demi mendengar perintah Tan Goan-hay, kembali mereka mengitari kereta dengan was-was.
Saat itu Soat Koh memang sudah siap akan membidikkan panahnya selagi lawan tidak ber-jaga2, tak terduga Tan Goan-hay mengingatkan konco2nya sehingga gagal maksud si nona, keruan ia sangat mendongkol, ia tahu Tan Goan-hay berlima bukan lawan empuk, jika mereka sudah ber-hati2, percumalah ia melepaskan panahnya.
Maka terdengarlah Tan Goan-hay berseru: "Nona Soat, silahkan keluarlah!" Sedikitpun Soat Koh tidak punya akal untuk mengatasi musuh, jika bertempur berhadapan jelas pasti akan kalah.
Karena merasa takut, untuk sementara ia tidak berani memperlihatkan diri.
"Masa masih mau sembunyi pula?" teriak The Kim-ciam.
"Memangnya kau kira kami tidak melihat dirimu.
Hm, ketahuilah, begitu kereta ini membelok kejalan simpang segera kami melihat wajah nona!" Tan Yam-bok lantas menyambung: "Tak tersangka nona ternyata bersembunyi di pegunungan, betapapun dugaan Tan-toako memang tepat, beliau bilang keretamu menuju ke tempat sepi tanpa penduduk, besar kemungkinan hanya untuk menjemput nona, maka kami cukup berjaga saja di tengah jalan untuk mencegat.
Ternyata betul.
akhirnya nona muncul juga di sini." "Haha, perkiraan ngawur masa kau anggap dugaan tepat" Sungguh menggelikan!" sela Peng-say dengan tertawa.
"Jika tidak tepat dugaanku, mengapa kaubawa keretamu ke daerah pegunungan ini?" ujar Tan Goan-hay yang sok pintar.
"Tentang ini, jika kau memang pintar, coba kau terka!" kata Peng-say.
"Bila penguntitan kami sampai terlepas, anggaplah kami ini memang maha tolol," kata Tan Goan-hay.
"Ujung jalan raya ini banyak sekali jalan simpangan, tapi semua jalan desa dan tidak mungkin dilalui oleh kereta.
Kau sengaja Memilih jalan yang jarang dilalui kereta agar kami kehilangan jejak atau sukar mencari keterangan, tampaknya jalan pikiranmu memang pintar, tapi kau lupa bahwa di mana keretamu lewat, di situ pula pasti meninggalkan bekas roda, semakin sepi jalan yang kau lalui, semakin mudah pula dikenali bekas rodanya," demikian The Kim-ciam menambahkan.
"Kau kira kami akan bingung dan kesasar di jalan persimpangan, jalan pikiranmu ini sungguh lebih dungu daripada kerbau," Tan Yam-bok ikut ber-olok2.
"Dungu seperti kerbau", ejekan ini membuat Soat Peng-say menunduk malu.
Pikirnya: "Sungguh nista yang tepat, wahai Soat Peng-say, betapapun kau memang masih hijau, kaupikir dengan sembunyi satu malam di pegunungan sini lantas dapat melepaskan penguntitan mereka, pikiran ini sungguh teramat dungu dan goblok." Karena mendapat kesempatan untuk memaki dan menyindir, Ho Kong-lim lantas ikut menimbrung: "Sungguh anak yang pintar.
caramu melepaskan diri dari penguntitan agak terlalu hebat.
Sayang sinar bulan semalam kurang terang, Tan-toako kuatir rombongan akan tersesat di pegunungan, kalau tidak, diam2 kita bekuk kedua lelaki perempuan anjing yang sedang main pat-gulipat di atas gunung sana, wah, tentu ada tontonan yang sangat menarik." Semua olok2 itu membuat Soat Peng-say sangat malu, ia memaki dirinya sendiri yang terlalu goblok, saking menyesalnya sampai ucapan Ho Kong-lim yang tidak senonoh itupun tidak sempat dibantahnya.
Kuatir dari malu Soat Peng-say akan menjadi gusar, cepat Tan Goan-hay menyela: "Sudahlah, jangan omong lagi, kukira Jilengcu inipun tidak sebodoh seperti apa yang kita katakan.
tentu dia sengaja pergi ke sana untuk menjemput nona Soat sehingga tidak mengetahui penguntitan kita." Di antara rombongan Tan Goan-hay itu Li Yu seng terhitung paling bebal, tadi dia belum sempat ikut ber-olok2, sekarang iapun tidak mau ketinggalan dan ingin memperlihatkan kemahirannya berputar lidah, katanya: "Kalau goblok ya tetap goblok, buat apa Tan-toako membela dia.
Coba pikir, masa tidak ada tempat lain, kenapa mesti pilih jalan pegunungan yang sepi" Dia anggap tempat yang sepi lebih sukar dikuntit, tak tahunya justeru terbalik, tempat yang ramailah yang sulit dikuntit." "Ah, kukira ucapan Li-heng tidak betul!' mendadak Ho Kong-lim menimpali.
Otak Li Yu-seng memang kurang lincah, ia tidak tahu maksud temannya, dengan marah ia bertanya: "Apa, tidak betul?" "Kukatakan tidak betul tidak berarti ucapan Li-heng itu salah," kata Ho Kong-lim.
"Maksudku Li-heng tidak berpikir bagi kepentingan mereka berdua, tempat yang sepi memang semakin mudah dikuntit.
tapi juga tempat yang bagus untuk pertemuan gelap antara lelaki dan perempuan.
Apakah mungkin mereka malah main di tempat ramai dan mengadakan pertunjukan di depan umum?" "Hahahaha! Betul, betul!" seru Li Yu-seng dengan bergelak tertawa.
Semakin kelam air muka Soat Peng-say, tapi ia tetap menahan perasaannya, ia pikir bila dirinya memberi reaksi, tentu orang2 itu akan mentertawakan dia dan menganggap dia dari malu menjadi gusar.
Karena itulah ia tetap diam saja tanpa menggubris ejekan mereka.
Olok2 dengan kata kasar begitu bagi orang lelaki biasanya tidak menjadi soal, tapi bagi perempuan tentu saja lain.
Dengan pedang terhunus segera Soat Koh melangkah keluar dari keretanya.
"Aha, Akhirnya nona keluar juga," seru Ho Kong-lim dengan ter-bahak2.
"Kukira engkau tetap tidak mau keluar dan minta dibakar!" "Kau harus mati!" kata Soat Koh dengan gemas.
"Betul, kau harus mati," jawab Ho Kong-lim dengan cengar-cengir.
"Cuma terasa sayang juga bila kami harus membunuh kau, kalau dipenjarakan tentu kaupun akan meringkuk sia2 disana mengingat usiamu yang masih muda belia.
Kukira begini saja, lekas serahkan barang curianmu, lalu temani kami berlima satu orang satu malam, habis itu kami akan memberi ampun dan membebaskan kau, nah, mau?" Betapapun juga Tan Goan-hay dan The Kim-ciam terhitung anak murid perguruan terhormat, cepat mereka membentak: "Ho-heng!" Pada saat itu juga mendadak terdengar suara jepretan, "ser-ser", beberapa panah kecil lantas menyambar ke arah Ho Kong-lim.
Biarpun mulutnya kotor, tapi Kungfu Ho Kong-lim memang tidak lemah, ilmu permainan golok Toan-bun-to sudah cukup sempurna terlatih, dia putar goloknya seperti kitiran, semua panah kecil yang dibidikkan Soat Koh dapat disampuk jatuh.
Kuatir terjadi apa2 atas diri Ho Kong-lim, hal ini berarti akan kehilangan seorang pembantu yang kuat.
maka cepat Tan Goan-hay berempat menubruk maju dan melancarkan serangan.
Soat Koh memainkan kedua pedangnya, tanpa gentar ia hadapi kerubutan kelima orang itu.
Pedangnya bergerak lincah dan cepat, serangannya ganas dan aneh.
Namun pihak lawan juga tiada satupun yang lemah.
Di bawah kerubutan jago yang berpengalaman itu, lambat laun permainan pedang Soat Koh menjadi lamban.
Tan Goan-hay juga dapat melihat pedang kiri Soat Koh tidak lebih kuat daripada pedang kanan, maka mereka lantas mencecar bagian yang lemah itu, tidak lama kemudian keadaan Soat Koh berbalik terancam.
Peng-say berduduk di bawah pohon sana dan memandangi bayangan punggung Soat Koh, menurut pikirannya, dikerubutnya Soat Koh sama saja seperti Cin Yak-leng yang sedang dikeroyok.
Ia lihat ilmu pedang Soat Koh sangat aneh, sebenarnya ia ingin mengikuti permainan pedang si nona dengan se-jelas2nya, tapi demi melihat Soat Koh mulai kewalahan, cepat ia menjemput sepotong tangkai kayu dan berbangkit, bentaknya: "Lima lelaki mengeroyok seorang anak perempuan, hm, tidak tahu malu! Hayo, bagi dua orang untuk menghadapi diriku!" Dari suara bentakan Peng-say itu, Tan Goan-hay dan The Kim-ciam dapat memperkirakan kekuatan anak muda itu pasti di atas nona she Soat.
Diam2 mereka kuatir bila kawan lain yang diharuskan menghadapi Soat Peng-say, maka mereka berdua lantas mendahului memapak si anak muda.
Dengan menyingkirnya Tan Goan-hay dan The Kimciam, tekanan pada Soat Koh lantas banyak berkurang.
meski nona itu belum dapat mengalahkan ketiga pengerubutnya, tapi untuk bertahan kiranya jauh daripada cukup.
Soat Koh juga kuatir Peng-say tidak mampu melawan Tan Goan-hay berdua dan akan mati konyol, maka cepat ia berseru: "Jilengcu, kau boleh menonton saja disamping, tidak perlu ikut campur!" "Hahahaha!" Peng-say bergelak tertawa, "Tidak bisa, apapun juga aku harus ikut campur.
Jangan kuatir.
aku pernah belajar silat." "Memangnya jurus memotong kayu juga akan kau pamerkan di sini?" Soat Koh sengaja mengejek.
Dalam pada itu Peng-say sudah terlibat dalam pertandingan dengan Tan Goan-hay berdua, ia gunakan tangkai kayu untuk menangkis pedang lawan sambil berseru: "Demi menyelamatkan kau, terpaksa harus kupamerkan jurus memotong kayu di sini!" "Andaikan aku tak dapat melawan mereka dan terbunuh juga bukan urusanmu!" seru Soat Koh.
"Tidak boleh terjadi," teriak Peng-say dengan tertawa.
"Kalau kau mati, upah sehari sepuluh tahil siapa yang akan bayar padaku?" Waktu Soat Koh melirik kesana, dilihatnya anak muda itu memutar tangkai kayunya menghadapi serangan Tan Goan-hay berdua dengan cara2 yang teratur, mana ada jurus memotong kayu segala" Baru sekarang ia tahu anak muda itu sengaja berlagak bodoh, yang benar ilmu silatnya ternyata tidak lebih rendah daripadanya.
Dengan tertawa ia lantas mengomel: "Demi mendapatkan upah sehari sepuluh tahil perak kau lantas mau mengadu jiwa, kau benar2 menusia yang mata duitan!" Sementara itu Li Yu-seng bertiga lantas menyerang dengan segenap kepandaian mereka sehingga Soat Koh tidak sempat memperhatikan Peng-say lagi.
Mendadak didengarnya Peng-say berteriak.
Soat Koh terkejut, cepat ia bertanya: "Kenapa kau.
Ji-lengcu?" "Wah, celaka! Pedangku patah!" teriak Peng-say.
Padahal yang dipegangnya cuma sepotong kayu darimana ada pedang" Tapi Soat Koh tahu yang dimaksud "pedang" oleh anak muda itu adalah tangkai kayu yang dipegangnya, segera ia bertanya: "Dengan bertangan kosoog kau sanggup bertahan berapa lama?" "Setanakan nasi mungkin tidak menjadi soal!" seru Peng-say.