Tengah perjalanan, Soat Koh berkata kepadanya: "Jilengcu, kemarin kau tidak mau berhenti di kampung sana, tentu sudah kau duga rombongan Tan Goan-hay akan mengejar kemari, Anehnya, mereka kan sudah membebaskan kau, mengapa mengejar lagi?" "Yang mereka kejar bukan diriku, tapi kau, nona!" jawab Peng-say.
"Aku tidak berada di atas kereta ini, untuk apa mengejar diriku?" "Sebenarnya tidak dapat dikatakan mengejar," ujar Peng-say.
"Kalau mengejar, tentu sudah lama tersusul.
Agaknya mereka menyangka nona tidak berada didalam kereta ini, andaikan tersusul juga tiada gunanya.
Maka mereka sengaja menguntit secara diam2 dan inilah yang berguna bagi mereka." "Apa artinya ucapanmu ini?" tanya Soat Koh.
"Kemarin mereka tidak tahu didalam kereta ini ada alat rahasianya, ketika melihat kereta ini kosong tanpa penumpang, Tan Goan-hay mengira engkau telah lari meninggalkan kereta ini dengan ketakutan, tapi merekapun menyangsikan aku sengaja mengendarai kereta kosong untuk mengulur waktu.
mereka anggap aku adalah anak buahmu, dengan sendirinya merekapun sangsi atas keteranganku kemarin, mereka yakin cepat atau lambat aku pasti akan berjumpai dengan nona, maka secara diam2 kereta ini dikuntit dan akhirnya pasti dapat memergoki nona pula." "Tapi kalau sebelumnya kau dan aku sudah berunding dengan baik dan takkan bertemu lagi di tengah jalan, bukunkah mereka akan kecelik?" ujar Soat Koh.
"Nona telah mencuri ketujuh macam benda pusaka terkenal di kotaraja, periuk nasi mereka jelas akan berantakan, demi gengsi mereka harus berusaba membekuk dirimu dan tidak nanti melepaskan kereta ini begitu saja.
Sebab selain jalan ini, sesungguhnya memang teramat sulit untuk mencari dirimu di dunia seluas ini.
Jalan yang paling baik adalah menguntit kereta ini, bila nona muncul untuk bertemu denganku, maka mendadak merekapun akan muncul." "Kalau begitu, paling baik kau dan aku jangan bertemu saja," ujar Soat Koh dengan tertawa.
"Sementara ini kukira tidak menjadi soal," kata Peng-say.
"Tapi kalau caramu bicara denganku seperti sekarang ini, tentu dengan mudah akan dilihat oleh mereka dan inilah yang berbahaya." Soat Koh tidak sependapat, katanya: "Ah, dasar nyalimu kecil seperti tikus.
Jalan kecil dan sepi begini, siapa yang akan lihat" Kuyakin sedikitpun tidak berbahaya." Karena tidak sependapat, sekarang Soat Koh yang balas mengolok kekuatiran Peng-say malah.
Tengah bicara, tahu2 kereta mereka sudah sampai di jalan besar yang kedua tepi jalan banyak pepohonan "Lekas tutup jendela, nona Soat!" seru Peng-say dengan prihatin.
Tapi si nona lantas mendelik malah, omelnya: "Apa yang kau takuti" Jika kau takut, boleh kau bersembunyi di dalam kereta, biar aku sendiri yang mengendarai kereta ini." "Wah, jika nona yang mengendarai kereta ini, biarpun seratus tahil perak sehari juga aku tidak berani terima, terpaksa kutinggalkan kereta dan berjalan kaki saja." "Menangnya kenapa" Kau kira nonamu tidak sanggup mengendarai kereta ini" Kau takut kereta ini akan terbalik dan kau akan mati tertindih?" "Tidak.
aku tidak takut soal keretanya akan terbalik atau tidak.
Tapi bila kepergok rombongan Tan Goan-hay, bisa jadi mereka mengira aku benar2 anak buahmu dan sekali tusuk dengan pedangnya, kan aku bisa mati konyol nanti?" "Upahmu sepuluh tahil sehari, masa kau takut mati lagi"' "Sepuluh tahil sehari memang menarik, tapi jiwa terlebih berharga Jika engkau tidak menurut nasihatku dan jiwaku harus ikut melayang, wah, leoih baik kubatalkan hubungan kerja kita ini." Habis berkata mendadak ia menarik tali kendali dan menginjak rem, lalu melompat turun dari tempat duduknya.
Meski di mulut Soat Koh bicara dengan ketus, tapi sesunggubnya dia tidak mahir mengendarai keretanya.
Melihat Soat Peng-say mendadak mogok kerja, ia menjadi gugup, serunya cepat: "He.jangan pergi dulu! Baiklah kuturut padamu!" -oo0dw0ooo- Dalam pada itu di sebelah sana mendadak terdengar kumandang kuda lari yang riuh, waktu mereka memandang kesana.
tertampak debu mengepul ber-gulung2, lima penunggang kuda sedang membedal ke sini dengan cepat.
Pandangan Peng say tangat tajam, sekilas lihat saja ia lantas berteriak: "Wuh, celaka! Mereka benar2 mengejar kemari!" Menyusul Soat Koh juga dapat melihat siapa rombongan pendatang itu, iapun menjerit kuatir: "Wah, memang benar mereka! Lekas, cepat!" Segera Peng-say melompat lagi ke atas kereta dan dilarikan secepat terbang.
Meski keempat ekor kuda penarik kereta itu sangat tangkas, tapi apapun juga tak dapat membandingi kecepatan lari seekor kuda dengan penunggangnya.
Lama2 para pengejar itu sudah semakin dekat.
Soat Koh menjadi kuatir, serunya: "Aku akan sembunyi dulu.
hendaklah kau berusaha menipu mereka agar mau pergi.
" "Sejak tadi nona tidak mau turut nasihatku, sekarang tiada gunanya lagi biar pun nona bersembunyi!" seru Peng-say.
"Jelas-jelas jejak nora di kereta ini sudah dilihat mereka, makanya mereka mengejar dengan kencang.
Jalan satu2nya bila tersusul nanti adalah hadapi mereka dengan mati2an." "Tapi kau.
" "Aku tidak menjadi soal, harap nona cepat mengalahkan mereka." "Bicara terus terang, akupun bukan tandingan mereka berlima," tutur Soat Koh dengan menyesal.
"Jika nona tidak sanggup menandingi mereka dengan sendirinya akan kubantu." "Wah, tidak boleh jadi, Jilengcu," seru Soat Koh.
"Jika kau tidak membantu diriku mungkin jiwamu dapat diselamatkan.
Bila kau turun tangan jiwamu tentu akan melayang percuma.
Ingat, jangan sekali2 ikut turun tangan membantuku." "Betul juga ucapan nona," seru Peng-say dengan tertawa.
"Untuk mencari kayu masih boleh juga bagiku, kalau berkelahi, wah, bisa runyam.
Jangan2 jiwa akan melayang percuma, maka bolehlah nanti aku hanya menonton disamping saja." Tidak lama kemudian kelima penungggang kuda itu betturut2 sudah menyusul tiba.
Li Yu-seng lantas meraung disamping kereta: "Berhenti! Berhenti! Peng-say menyengir terhadap orang she Li itu katanya: "Baiklah.
segera kuhentikan!" Mendadak ia injak rem dan kereta itu lantas berhenti seketika.
Tan Goan-hay dan konco2nya tidak mengira Soat Pengsay akan menghentikan keretanya secepat dan semendadak begitu, mereka telanjur berpacu agak jauh ke depan baru kemudian memutar balik.
Kelima orang lantas mengitari kereta.
terdengar Tan Goan-hay berseru: "Nona Soat, silakan keluar!" "Eh.
apa yang tuan2 kejar" Di keretaku ini tiada terdapat nona Soat segala"!" ujar Peng say.
Li Yu-seng menjadi gusar dan mendamperat: "Anak busuk, masih berani bohong kau!" Berbareng cambuknya lantas menyabat.
"Aduh! Tolong!" teriak Peng-say.
tampaknya seperti ketakutan dan mendadak ia jatuh terjungkal ke bawah.
Tapi sabatan Li Yu-seng itupun dapat dihindarkannya.
Segera Li Yu-seng akan menyerang pula, tapi Tan Goanhay telah mencegahnya: "Nanti dulu, Li-heng!" Lalu ia melompat turun dari kudanya dan mendekati Peng say, jengeknya: "Sudahlah, silakan bangun saja, jangan kau berlagak bodoh lagi!" Peng-say meraba pantatnya dan merangkak bangun dengan lambat2, katanya dengan menyengir: "Tuan ini ada pesan apa?" "Jangan saudara menganggap diriku orang buta, hendaklah katakan terus terang, nona Soat pernah hubungan apa dengan kau?" tanya Tan Goan-hay.
"Pekerjaanku mengendarai kereta, dengan sendirinya aku ini kusir," kata Peng-say.
Sudah dua kali Tan Gom-hay melihat Peng-say terjungkal dari keretanya, kalau pertama kalinya dia dapat mengelakkan hantaman gada Ong Cin-ek masih dapat dimengerti, tapi sabatan cambuk Li Yu seng juga dapat dihindarkan, inilah yang tidak sederhana.
Ia menjadi kuatir kalau anak muda inipun pembantu tangguh maling perempuan di dalam kereta itu, bila betul demikian halnya tentu akan merepotkan juga.
Maka dengan kata2 baik dia coba membujuk.
"Jika engkau tiada hubungan khusus dengan nona Soat, kukira tidak perlu engkau menjual nyawa bagi seorang perempuan, apabila saudara tidak ikut campur urusan ini, tentu kami takkan melupakan kebaikanmu." Peng-say tetap berlagak bodoh dan menjawab: "Eh, tuan ini apa tidak salah ucap.
Bilakah pernah kujual nyawa bagi orang perempuan, kalau mengadu jiwa dengan kawanan kerbau dungu sih masih sanggup dan sekali ingin kucoba." "Bagus, boleh kita coba2," bentak Li Yu-seng.
"Ai, masa tuan ini mengaku dirinya sendiri sebagai kerbau dungu?" kata Peng-say dengan tertawa.
"Wah, kebetulan jika begitu, untuk menghadapi kawanan kerbau dungu memang agak repot bagiku, tapi kalau melayani seekor kerbau dungu sih tidak menjadi soal." Saking gemasnya sampai air muka Li Yu-seng berubah menjadi merah padam, mendadak ia berpaling kepada Tan Goan-hay dan berkata: "Tan toako, keparat ini serahkan saja padaku, bila tidak kubinasakan dia, aku bersumpah tidak she Li lagi!" Tan Goan-hay memang orang yang sangat sabar dan dapat menahan perasaannya, marah atau gembira tidak kelihatan di luar, ia hanya mendengus: "Li-heng.
kukira lebih penting kita berusaha merampas kembali benda pusaka yang hilang daripada bertengkar dengan orang macam begini?" "Anak busuk ini memaki kita sebagai kawanan kerbau dungu.
masa Tan-toako tidak dengar"!" ujar Li Yu-seng dengan gemas.
"Tapi dia tidak langsung tunjuk hidung dan memaki kita, untuk apa digubris?" ujar Tan Goan-hay.
"Nah, kan begitu," kata Soat Peng say dengan tertawa.
"Kalau dia merasa dirinya tersinggung, itu kan salahnya sendiri." "Apakah anda memang sengaja hendak ikut berkecimpung di dalam air keruh ini?" tanya Tan Goan-hay tiba2.
Peng-say sengaja balas bertanya: "Ikut berkecimpung di dalam air keruh apa maksudmu?" The Kim ciam tidak tahan rasa gemasnya, ia membentak: "Keparat, kau benar tidak paham atau pura2 dungu?" "Benar2 tidak paham dan pura2 dungu bagaimana?" Peng-say sengaja mengacau.
Sedapatnya Tan Goan-hay menahan perasaannya, katanya pula dengan tenang: "Anda tidak paham ikut berkecimpung di dalam air keruh, bahkan, akan kutanya dengan perkataan lain: Cara bagaimana akan kau hadapi persoalan ini?" "Persoalan apa?" tanya Peng-say.
Ko Kong-lim, si ahli golok dari Kwitang dan si ahli pukulan dari Hopak, Tan Yam-bok, yang sejak tadi hanya menonton saja.
kini mendadak membentak bersama: "Keparat, dirodok! Bunuh saja lebih dulu!" Kedua orang lantas melompat turun dari kudanya, di sebelah sana The Kim-ciam dan Li Yu-seng juga ikut melompat turun.
Tampaknya mereka berempat benar2 teramat gemas terhadap Soat Peng-say dan ingin membinasakan anak muda itu.
Cepat Tan Goan-hay menggoyang tangan dan mencegah, katanya pula dengan tenang: "Jika anda memang tidak paham apapun, baiklah, tidak perlu kau tanya lagi, silakan kau berdiri di samping saja, mau?" "Memangnya aku ingin menonton saja di samping, tidak perlu disilakan olehmu," jawab Peng-say tak acuh.
Lalu ia melangkah ke tepi jalan dan berduduk di bawah pohon sana.
The Kim-ciam berempat mengira anak muda itu sudah jeri, mereka sama mendengus.