Mutiara Hitam Chapter 39

NIC

Siangkoan Li hanya menundukkan mukanya dengan kening berkerut, kelihatan berduka sekali. Melihat keadaan pemuda ini, darah Kwi Lan sudah bergolak saking marahnya. Di situ hanya terdapat tiga orang Thian-liong-pang, biarpun yang seorang adalah tokoh terbesar, Sin-seng Losu. Andaikata Cap-ji-liong lengkap berada di situ sekalipun, ia tidak akan gentar menghadapi mereka untuk menolong Siangkoan Li. Pemuda itu telah dua tiga kali menolongnya, tidak hanya menolongnya daripada bahaya maut, bahkan dari bahaya yang lebih hebat dari pada maut.

"Sin-seng Losu tua bangka jahat. Hayo bebaskan Siangkoan Li"

Bentaknya sambil muncul dari belakang batang pohon dengan pedang di tangan. Seorang di antara Cap-ji-liong yang memakai mutiara kuning di dahi seperti Siangkoan Li, menoleh dan mukanya menjadi marah sekali ketika ia mengenal Kwi Lan. Bagaikan kilat cepatnya, tangan kirinya bergerak dan pada saat itu Siangkoan Li berseru,

"Thio-suheng.. jangan.., Nona Kam, jangan turut campur.."

Namun terlambat. Tiga buah Sin-seng-piauw sudah menyambar ke arah tubuh Kwi Lan, akan tetapi gadis ini menggerakkan pedang menyampok runtuh tiga batang Sin-seng-piauw sedangkan tangan kirinya sudah menyebar jarumnya ke arah anggauta Cap-ji-liong itu.

Orang she Thio ini cepat meloncat untuk mengelak, namun kurang cepat karena Kwi Lan melepas jarum secara luar biasa sekali. Ia melepas dengan gerakan sekaligus, namun ternyata jarum-jarum di tangannya telah terpecah menjadi dua rombongan. Rombongan pertama menyerang cepat sekali sedangkan rombongan kedua, biarpun disambitkan dalam waktu yang sama, lebih lambat dan merupakan jarum penutup jalan keluar sehingga ke mana pun juga lawan mengelak, tentu akan disambut oleh jarum-jarum rombongan ke dua ini. Anggauta Cap-ji-liong itu kaget namun terlambat. Pahanya tertusuk sebatang jarum yang amblas sampai tidak tampak menembus celana, kulit dan dagingnya. Seketika tubuhnya menjadi kaku dan ia roboh pingsan.

"Wuuuttt.. singgg.."

Masih untung bahwa Kwi Lan mempunyai kegesitan yang mengagumkan dan gerakan yang aneh. Otomatis tubuhnya mencelat ke kiri sampai hampir menyentuh tanah untuk mengelak sambaran pedang yang amat luar biasa itu. Ketika ia berjungkir balik memandang, kiranya yang menyerangnya adalah orang kurus berjenggot lebat. Diam-diam Kwi Lan terkejut juga. Gerakan pedang orang ini hebat sekali, jauh lebih hebat daripada orang-orang Cap-ji-liong. Padahal Cap-ji-liong adalah orang-orang Thian-liong-pang yang menduduki tingkat satu. Kalau begitu orang itu tentu bukan orang Thian-liong-pang.

Ia memandang penuh perhatian. Orang itu tinggi kurus mukanya pucat kehijauan, tanda bahwa dia telah melatih semacam ilmu Iweekang yang aneh dan dalam. Rambut dan jenggotnya awut-awutan tak terpelihara, juga kotor seperti seorang pengemis terlantar. Namun pakaiannya bukan seperti pakaian pengemis. Agaknya seorang pertapa yang sudah tidak peduli akan kebersihan dirinya lagi. Mukanya kurus tak berdaging, hanya kulit pembungkus tengkorak. Tentu usianya sudah tua sekali. Orang ini

berdiri memandangnya dengan muka seperti kedok, sedikit pun tidak membayangkan perasaan sesuatu, juga mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata.

"Susiok, harap jangan layani dia. Nona Kam, kau pergilah.."

Kalimat terakhir itu ditujukan kepada Kwi Lan dengan pandang mata penuh kedukaan. Makin tidak tega hati Kwi Lan, maka ia menghadapi kakek berpedang itu sambil mengejek,

"Kalian bebaskan dia atau.. pedangku harus bicara?"

"Sute (Adik Seperguruan), kau wakili aku hajar siluman ini"

Sin-seng Losu berkata.

Kini tahulah Kwi Lan bahwa kakek kotor ini adalah adik seperguruan Sinseng Losu, pantas saja Siangkoan Li menyebutnya paman guru. Ia melihat betapa orang itu menggetarkan pedangnya di tangan kanan sedangkan tangan kirinya tergetar hebat lalu menjadi kaku dengan jari-jari membentuk cakar garuda. Kemudian tubuh orang itu menubruk ke depan, pedangnya membabat ke arah pinggang sedangkan tangan kirinya mencakar ke arah mukanya. Sukar dikatakan mana yang lebih berbahaya, pedang itu ataukah jari-jari tangan kiri itu. Keduanya mengeluarkan angin pukulan yang bersuitan dan amat kuatnya.

Sambutan Kwi Lan atas serangan dahsyat dan aneh ini tidak kalah luar biasanya. Gerakan Kwi Lan memang aneh dan tidak terduga-duga. Bahkan sudah menjadi inti daripada ilmu silat Kam Sian Eng bahwa setiap serangan lawan merupakan pintu yang terbuka dan merupakan kesempatan untuk dibalas serangan yang mematikan. Tanpa mempedulikan keselamatan sendiri, Kwi Lan sudah meloncat tinggi ke atas sehingga pedang lawan lewat di bawah kedua kakinya dan berbareng pedang Siang-bhok-kiam di tangannya bergerak menyambar ke bawah membabat tangan kiri lawan yang mencakarnya tadi.

Kakek itu membelalakkan mata dan agaknya hanya gerakan mata ini sajalah yang menyatakan bahwa ia merasa kaget sekali karena bagian muka yang lain tetap seperti kedok. Namun ternyata ia lihai sekali. Karena tidak keburu menarik kembali lengan kirinya yang kini menjadi sasaran pedang lawan, ia segera membuang diri ke belakang sehingga roboh terlentang sambil memutar pedang di depan dada dan bergulingan. Secepat kilat ia sudah bangun kembali dan kini mereka sudah berhadapan lagi. Keduanya sama maklum bahwa lawan adalah seorang yang lihai. Namun Kwi Lan tetap tersenyum mengejek, menanti serangan lawan. Kakek itu kini menerjang kembali sambil memutar pedang dengan gerakan dahsyat sekali. Pedangnya membacok-bacok secara bertubi, kiri kanan atas bawah, diselang-seling namun tak pernah berhenti, mengikuti bayangan dan gerakan lawan.

Kwi Lan memperlihatkan kegesitannya, terus mengelak dengan sedikit miringkan tubuh sehingga pedang lawan menyambar-nyambar di samping tubuhnya, bahkan kadang-kadang kelihatan seperti sudah menyerempetnya"

Makin lama makin gencar serangan aneh dan hebat ini. Pedang itu seakan-akan digerakkan oleh mesin, tak pernah berhenti menyerang dan setiap bacokan disertai tenaga dahsyat. Setelah dua puluh jurus lewat Kwi Lan hanya menghadapinya dengan elakan-elakan segesit burung walet, gadis ini lalu berseru nyaring dan pedang Siang-bhok-kiam berubah menjadi sinar hijau bergulung-gulung yang makin lama makin luas lingkarannya dan betapa pun lawannya memutar pedang setelah lewat lima puluh jurus, sinar hijau mulai menggulung dan melibat sinar pedang kakek itu.

Kakek ini sebenarnya bukan orang sembarangan. Dia bernama Yo Cat, murid dari tokoh besar Siauw-bin Lo-mo paman guru Sin-seng Losu. Di dalam dunia hitam, ia sudah menduduki tingkat tinggi, sejajar dengan Sin-seng Losu. Karenanya jarang ia bertemu tanding. Siapa kira, hari ini, selagi ia ikut dengan suhengnya itu untuk mempersiapkan tempat istirahat bagi gurunya yang akan datang berkunjung ke Yen-an, ia bertemu seorang gadis muda belia yang tidak hanya mampu menandinginya, bahkan kini mendesaknya dengan ilmu pedang yang hebat dan luar biasa, dimainkan dengan sebatang pedang kayu pula.

"Auuuggghhhh.."

Hebat sekali pekik yang keluar dari dalam perut melalui kerongkongan Yo Cat ini, bukan seperti suara manusia lagi, dahsyat dan liar, lebih mirip suara binatang buas atau suara iblis. Kwi Lan adalah seorang gadis gemblengan yang telah mempelajari pelbagai ilmu yang aneh-aneh dengan cara yang aneh pula. Namun menghadapi Yo Cat yang terlatih puluhan tahun lamanya dan sudah menjadi ahli sebelum gadis ini terlahir, apalagi menghadapi ilmu hitam Koai-houw Ho-kang (Auman Harimau Iblis) ini, jantungnya tergetar dan tubuhnya menggigil. Gerakan pedangnya kacau dan ia terhuyung-huyung ke belakang. Lebih hebat lagi, setelah mengeluarkan ilmu menggereng yang dahsyat itu, Yo Cat terus menerjang maju dan melakukan tekanan-tekanan berat.

Ada satu hal yang menguntungkan Kwi Lan, yaitu wataknya yang tabah dan hatinya yang tidak pernah mau kenal apa artinya takut. Kalau ia merasa takut, celakalah ia karena kelemahan orang menghadapi ilmu semacam Koai-houw Ho-kang itu adalah perasaan takut. Kalau hati merasa gentar, makin hebat pengaruh ilmu itu sehingga mungkin tanpa bertanding lagi orang sudah bertekuk lutut. Karena hatinya sama sekali tidak gentar, pengaruh gerengan dahsyat itu sebentar saja dan Kwi Lan sudah dapat menetapkan perasaannya lagi. Pedangnya mulai memperhebat lagi gerakannya dan dalam waktu singkat saja kembali ia telah mengurung dan mendesak. Yo Cat boleh jadi lihai dan banyak pengalamannya, namun menghadapi ilmu pedang tingkat tinggi yang dilatih di bawah bimbingan seorang jago wanita gila, tentu saja ia menjadi bingung sekali, tak dapat menduga-duga bagaimana perubahan pedang itu sehingga menjadi mati kutu.

"Eh, budak cilik, kau kurang ajar sekali"

Seruan ini keluar dari mulut Sin-seng Losu yang sudah melompat ke depan dan sekali tangan kirinya bergerak, tampak sinar berkilauan menyambar ke arah Kwi Lan. Sinar ini adalah senjata rahasia Sin-seng-piauw, namun jauh bedanya dengan piauw yang dilepas oleh semua anak murid Thian-liong-pang. Piauw ini memang bentuknya seperti bintang, akan tetapi terbuat daripada perak berkilauan dan karena kakek ini yang menciptakan senjata rahasia itu, tentu saja cara menggunakannya pun hebat luar biasa.

"Gwakong (Kakek Luar), jangan.."

Terdengar Siangkoan Li berseru kaget.

Kwi Lan maklum bahwa ia diserang dengan senjata rahasia. Karena ia masih menghadapi pedang Yo Cat yang tak boleh dipandang ringan, maka perhatiannya kurang sepenuhnya terhadap datangnya serangan Sin-eng-piauw. Ketika ia melirik, ia kaget sekali melihat sinar-sinar berkeredepan menyambarnya dari kanan kiri bawah dan atas, sinar-sinar yang menyambar tanpa mengeluarkan bunyi akan tetapi yang kecepatannya menyilaukan mata.

Celaka, Kwi Lan berseru kaget dalam hati. Ia cepat meloncat ke belakang sambil memutar pedangnya, namun bagaikan ada matanya, piauw-piauw perak itu melejit dan menyambar seperti gila. Ketika ia berseru keras dan meloncat tinggi, semua piauw lewat di bawah kakinya kecuali sebuah yang secara aneh telah menancap betis kaki kirinya. Untung baginya bahwa tadi Kwi Lan sudah bersiap-siap dan begitu merasa kakinya disambar ia telah menutup jalan darah dan mengerahkan Iwee-kang sehingga senjata rahasia itu hanya separuhnya saja menancap di daging betisnya. Pada saat tubuhnya masih di udara, Yo Cat menerjang maju dengan tusukan pedangnya, dan lebih hebat lagi, Sin-seng Losu sudah mengerahkan sin-kang di lengan kanannya dan mengirim pukulan jarak jauh yang amat hebat dan sukar ditangkis.

"Auhhhh.. hehhh.. kau berani.. berani..?"

Terdengar Sin-seng Losu terengah-engah dan tubuhnya terdorong mundur dan terhuyung-huyung. Kiranya pukulannya telah ditangkis oleh kedua tangan Siangkoan Li yang terbelenggu. Melihat ini, Kwi Lan yang tubuhnya masih di udara dan menghadapi terjangan Yo Cat, mengeluarkan lengking tinggi dan tiba-tiba tubuhnya bagaikan seekor ular raja menggeliat aneh di udara namun pedang lawan menyelinap di bawah ketiak kirinya, langsung ia kempit dan pedangnya sendiri menyambar ke lengan kanan lawan.

"Iihhh.."

Suara ini keluar dari mulut Yo Cat yang cepat melepaskan pedangnya dan menarik lengannya, namun kurang cepat sehingga lengannya dekat siku terkena serempetan pedang, terluka dan darahnya bercucuran Si Muka Mayat ini meloncat ke belakang dan memegangi lengan kanan, agaknya khawatir kalau-kalau gadis yang perkasa itu mendesaknya dengan serangan maut. Akan tetapi Kwi Lan menengok ke arah Siangkoan Li yang sudah menjatuhkan diri berlutut sambil menangis.

"Gwakong.. kau tak boleh membunuhnya.. tak boleh.."

Pemuda itu mengeluh berkali-kali.

"Anak keparat, cucu durhaka.. hehhehhh.. berani kau.. huh-huhh.. kubunuh kau.."

Sekali meloncat, tubuh Kwi Lan berkelebat dan ia sudah berdiri menghadang di depan Siangkoan Li, mulutnya tersenyum dan matanya memandang kakek itu dengan penuh ancaman. Akan tetapi kekhawatirannya hilang ketika ia melihat betapa kakek itu berdiri dengan muka pucat, dengan napas senin kamis dan di ujung mulutnya menetes-netes darah segar. Diam-diam Kwi Lan terkejut sekali dan kagum. Jelas bahwa Sin-seng Losu bukan seorang lemah. Sambitannya Peluru Bintang Sakti tadi sudah amat berbahaya, kemudian pukulannya jarak jauh juga hebat. Mengapa sekali ditangkis oleh Siangkoan Li, kakek itu menderita luka dalam yang tidak ringan? Sampai di manakah tingkat kepandaian pemuda yang berkali-kali menolongnya ini?

"Kalian ini dua orang tua bangka yang bosan hidup. Hari ini nonamu akan mengantar kalian ke neraka"

Kwi Lan menyerbu dengan pedangnya, akan tetapi tiba-tiba lengan kirinya dipegang orang dari belakang. Ternyata Siangkoan Li yang memegangnya dan pemuda itu berkata dengan nada sedih.

"Jangan, Kwi Lan. Dan lekas kau keluarkan obat pemunah jarummu untuk Suhengku. Lekaslah, harap, kau sudi melihat mukaku dan menolongnya."

Kwi Lan melongo. Pemuda aneh sekali. Jelas bahwa ia diperlakukan tidak baik, mengapa masih nekad hendak menolong mereka? Akan tetapi mengingat bahwa sudah berkali-kali ia ditolong, tidak enaklah hatinya untuk menolak permintaan itu. Dengan bersungut-sungut tak puas ia mengeluarkan sebungkus kecil obat bubuk dan berkata,

"Robek kulitnya, keluarkan jarum dan pakai obat ini pada lukanya."

Siangkoan Li menerima bungkusan itu, memberikan kepada suhengnya.

"Thio-suheng, kau pakailah ini"

Akan tetapi suhengnya membuang muka dan menghardik.

"Tutup mulutmu, pengkhianat"

Posting Komentar