Mutiara Hitam Chapter 38

NIC

"Aku seorang anggauta dunia hitam, Nona. Bahkan seorang tokohnya karena aku masih cucu luar orang pertama Thian-liong-pang. Sebetulnya tidak patut bagi seorang macam aku untuk menceritakan semua ini kepada seorang seperti Nona. Akan tetapi.. aku tidak bisa diam saja melihat kau dirobohkan orang dengan cara pengecut, karena itu.. biarpun merupakan penghinaan terhadap perkumpulan, aku.. aku nekat turun tangan.."

Kwi Lan memegang kedua tangan pemuda itu.

"Siangkoan Li, kalau begitu.. yang menolong aku dan Berandal keluar dari sumur itu.. engkaulah orangnya?"

Siangkoan Li menundukkan mukanya yang menjadi merah.

"Aku seorang pengkhianat kotor.. aku.. aku akan menebus dosa, akan menanti sampai Gwa-kong kembali.."

Hidup bagiku sudah memuakkan, lebih baik menyusul Ayah Ibu.."

"Siangkoan Li, mengapa seorang gagah seperti kau ini bisa mengucapkan kata-kata pengecut seperti itu? Orang yang bosan hidup, yang mengharapkan kematian, adalah seorang pengecut yang tidak berani menentang kesulitan hidup, demikian kata Guruku. Biarpun semua orang menganggapmu sebagai seorang tokoh dunia hitam, akan tetapi aku, Kam Kwi Lan, menganggapmu seorang sahabat yang baik dan gagah"

"Kam Kwi Lan? Itukah namamu, Nona..?"

Kwi Lan terkejut. Karena merasa kasihan, ia sampai memperkenalkan namanya secara tak sadar. Karena sudah terlanjur, ia lalu berkata,

"Benar, itulah namaku. Nama julukan Mutiara Hitam adalah pemberian Si Berandal."

"Si Berandal? Pemuda tampan yang datang bersamamu? Dia tampan dan lihai sekali. Di mana dia sekarang?"

"Dia pergi mencari Ibu kandungnya. Siangkoan Li, kau tadi mengatakan bahwa kau akan menebus dosa menanti kembalinya Sin-seng Losu. Apa yang hendak kau lakukan?"

Dalam percakapan tadi ketika Si Nona memperkenalkan nama, pada wajah yang tampan itu tampak sedikit cahaya gembira, akan tetapi mendengar pertanyaan itu, kembali wajahnya menjadi muram. Sejenak ia tidak menjawab, melainkan memandang ke arah pohon-pohon yang mulai tampak karena tanpa mereka sadari, sang malam telah mulai diusir oleh sinar matahari pagi. Kicau burung menyambut datangnya fajar.

"Aku harus mengakui perbuatanku di depan mereka, harus berani menebus dosaku dan menerima hukuman."

"Ah, mengapa begitu? Tinggalkan saja Thian-liong-pang dan mereka yang hidup bergelimang kejahatan"

Teriak Kwi Lan penasaran. Tiba-tiba Siangkoan Li melompat bangun.

"Tidak"

Tak mungkin Thian-liong-pang adalah perkumpulan yang didirikan oleh mendiang Ayahku. Ayah Ibuku telah menyerahkan nyawa mereka untuk Thian-liong-pang. Masa aku harus melarikan diri? Meninggalkan Thian-liong-pang? Tidak, Kwi Lan. Aku takkan mundur biarpun harus menghadapi kematian."

"Tapi, orang tuamu mati untuk Thian-liong-pang dalam membela Hou-han, mereka mati sebagai pahlawan-pahlawan utama. Akan tetapi kau.., kau hendak menyerahkan nyawa sebagai seorang pengkhianat Thian-liong-pang? Selagi Thian-liong-pang dikuasai orang-orang jahat?"

Siangkoan Li menggeleng kepala dan menarik napas panjang.

"Betapapun juga, masih ada Sin-seng Losu di situ dan kau harus ingat, dia adalah Gwakong (Kakek Luar) bagiku. Andaikata tidak ada dia, tentu aku sudah akan mengadu nyawa dengan Cap-ji-liong untuk membasmi mereka dari Thian-liong-pang"

"Marilah kita berdua sekarang juga menghadapi mereka. Siangkoan Li, kau percayalah, kita berdua akan dapat menghancurkan mereka. Kulihat kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada Cap-ji-liong.."

Siangkoan Li mengangguk.

"Memang, terhadap Cap-ji-liong aku tidak takut. Biarpun mereka itu terhitung Suheng-suhengku sendiri karena aku pun mendapat pelajaran ilmu silat dari Gwakong, akan tetapi aku masih mempunyai dua orang Guru yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada kepandaian Gwakong."

"Siapakah mereka itu?"

Kwi Lan bertanya kagum. Siangkoan Li menggeleng kepala.

"Tidak boleh kusebut, sungguhpun andaikata kukatakan juga, kau takkan mengenalnya. Agaknya antara gurumu dan guruku ada persamaan keanehan dalam hal nama ini. Kau bilang gurumu tidak terkenal sama sekali. Akan tetapi kurasa gurumu masih jauh lebih terkenal daripada guruku yang benar-benar tak ada seorang pun mengenalnya."

Tiba-tiba Siangkoan Li memandang ke depan dan wajahnya menegang. Kemudian ia memegang tangan Kwi Lan, menggenggam tangan yang kecil halus itu sejenak sambil berkata,

"Sudahlah, Kwi Lan. Mereka sudah datang. Selamat berpisah. Kau percayalah, pertemuan ini merupakan satu-satunya hal yang paling menyenangkan hatiku selama hidupku dan sampai mati pun aku tidak akan melupakan kebaikanmu."

Setelah berkata demikian, Siangkoan Li melepaskan pegangan tangannya dan dengan langkah lebar ia pergi meninggalkan Kwi Lan.

Kwi Lan berdiri di depan guha dengan hati bimbang. Biarpun pemuda itu sudah dua kali menolongnya, akan tetapi pemuda itu bukan apa-apanya. Orang lain yang kebetulan bertemu di situ. Urusan pribadi pemuda itu tiada sangkut-pautnya dengan dirinya. Kalau pemuda itu begitu setia kepada Thian-liong-pang dan begitu bodoh untuk menyerahkan diri minta dihukum, peduli apakah dengan dia? Berpikir demikian, Kwi Lan juga mulai berjalan meninggalkan tempat itu. Ia masih gemas kala mengingat kuda hitamnya yang hilang. Matikah kuda itu? Hanyut dan tenggelam? Ataukah terampas para bajak?

Pemuda yang aneh, kembali ia berpikir tentang diri Siangkoan Li. Tidak mudah baginya untuk melupakan pemuda itu begitu saja. Masih terngiang di telinganya ucapan pemuda itu ketika hendak berpisah, ucapan yang agak gemetar. Pertemuan yang paling menyenangkan hatinya selama hidupnya. Sampai mati pun pemuda itu takkan melupakannya. Hemmm, Kwi Lan merasa betapa mukanya menjadi panas. Jantungnya berdebar aneh, seperti ketika Hauw Lam si Berandal menyatakan cinta kasihnya kepadanya di dalam sumur.

Siangkoan Li merupakan pemuda yang aneh. Akan tetapi ada perbedaan mencolok dalam sikap mereka. Hauw Lam selalu gembira dan jenaka, nakal dan lucu. Sebaliknya, Siangkoan Li selalu muram dan sedih. Mengenangkan Hauw Lam menimbulkan kegembiraan. Mengenangkan Siangkoan Li menimbulkan keharuan. Akan tetapi keduanya sama baiknya. Sama tampan, sama lihai dan keduanya sama amat baik kepadanya. Hauw Lam sedang pergi mencari ibu kandungnya, dan Siangkoan Li.. pergi mencari maut. Ah, tidak boleh begini. Ia harus melarangnya, harus mencegahnya.

Kwi Lan lalu pergi mengejar. Siangkoan Li sudah tak tampak lagi bayangannya akan tetapi karena waktu itu matahari telah mulai muncul mengusir kegelapan, ia dapat lebih mudah mencari pemuda itu. Ia mendapatkan pemuda itu di tepi Sungai Huang-ho dalam keadaan.. terbelenggu kedua tangannya dan sedang dimaki-maki oleh Sin-seng Losu, disaksikan oleh seorang di antara Cap-ji-liong dan seorang kakek kurus berjenggot lebat.

Posting Komentar