"Siancai.....! Dalam hal tenaga sin-kang, engkaupun telah mewarisi tenaga yang luar biasa sekali, Tan-sicu Pinto mengaku kalah." Tiba-tiba Im Seng Cu tertawa. "Ha ha, engkau yang begini muda sudah berhasil menundukkan kami tiga orang tua, Tan-sicu. Akan tetapi andaikata kami belum menyadari kekeliruan kami dan kami bertiga maju bersama, engkau tentu akan kalah dan mungkin engkau dapat tewas di tangan kami. Kami bersalah, dan kami mengaku kalah, selamat tinggal, sic u. Teruskanlah perjuanganmu demi membebaska n tanah air dan bangsa dari penjajah," Setelah berkata demikian, tiga orang tosu itu lalu melompat pergi tanpa menengok lagi dan mereka langsung saja pulang ke utara, dan tidak singgah lagi di ruman kediaman Perdana Menteri Jin Kui. Peristiwa itu diintai oleh mata-mata Jin Kui yang segera melapor! kepada Perdana Menteri itu sehi ngga dia menjadi semakin marah dan mendendam kepada Tio ng Li.
Sementara itu, Tiong Li dan Siang Hwi juga meni nggalkan tempat itu untuk melanjutkan usaha mereka mencari Ban-tok Sian-li .
0odwo0
Di lereng bukit Thai-mu-san terdapat sebuah perkampungan yang merupakan pusat dari perkumpulan Pek-eng-pang (Perkumpulan Garuda Putih). Perkumpulan ini merupakan perkumpulan yang cukup besar, dengan anggauta lebih dari dua ratus orang. Mereka itu selain merupakan perguruan silat, juga membuka perusahaan piau-kiok (pengawalan kiriman barang) yang terkenal ditakuti para penjahat sehi ngga banyak langganan mereka yang mengirim barang melalui piauw-kiok ini . Hanya dengan bendera yang bergambar garuda putih di atas gerobak barang, para perampok tidak berani mengganggu. Perusahaan piau-kiok mereka berada di kota Nan-king, tak jauh dari bukit itu, juga di Nan-king ini mereka membuka perguruan silat yang memungut bayaran. Dari hasil perguruan dan piauw- kiok, keadaan perkumpulan ini cukup makmur.
Pek-eng-pang dipimpin oleh ketuanya yang bernama Thio Cin Kang, seorang pendekar yang gagah perkasa. Ketua ini berusia kurang lebih empatpuluh tahun, bertubuh tinggi tegap dan wajahnya gagah sekali. Wajah yang jantan dan sikapnya berwibawa namun lembut. Selain itu, ilmu kepandaian Thio Cin Kang ini juga tinggi. Dia pernah menjadi murid Kun-lun-pai, akan tetapi juga pernah mempelajari ilmu silat berbagai aliran sehi ngga dia mahir banyak macam ilmu silat sehi ngga menjadi seorang ahli silat yang tangguh. Akan tetapi biarpun dia lihai dan tubuhnya tinggi besar wajahnya jantan gagah, Thio Cin Kang ini memiliki perangai yang lembut dan bijaksana. Tidak mengherankan kalau semua anak buahnya tunduk kepadanya dan amat taat.
Akan tetapi, biarpun hidupnya serba kecukupan dengan hasil usahanya, namun kehidupan rumah tangga ketua ini sungguh menyedihkan. Setelah menikah selama belasan tahun, isterinya tidak mempunyai keturunan dan baru beberapa bulan yang lalu, isterinya yang akhirnya mengandung itu keguguran yang berakibat matinya isteri itu! Dia kehilangan isterinya dan masih juga belum mempunyai keturunan. Peristiwa ini memukul hebat batin Thio Cin Kang sehi ngga dia menjadi kurus dan muram.
Setelah lewat setengah tahun kematian isterinya, para pembantunya dengan halus mencoba membujuk nya agar dia menikah lagi untuk menyambung keturunan, akan tetapi dia selalu menolak dan mengatakan tidak mungki n dia dapat hidup berbahagia dengan seorang wanita lain karena tentu tidak akan cocok wataknya. Dan semenjak itu dia menaruh dendam kepada para perampok.
Kematian isterinya itu dianggapnya akibat dari ulah para perampok. Sebetulnya, ketika sedang mengan dung, isterinya mengadakan perjalanan pulang ke dusun untuk menengok orang tuanya. Karena perjalanan itu tidak terlalu jauh, dan dia mempunyai banyak kesibukan, Thio Cin Kang tidak mengantarkan, hanya menyuruh pembantu-pembantunya mengawal kepergian isterinya. Dan ditengah perjalanan, rombongan itu dihadang perampok!
Agaknya gerombolan perampok yang baru datang dari lain daerah sehingga belum mengenal Pek-eng-piauw- kiok. Para perampok itu menyerang dan sempat membakar kereta sehingga isteri Thio Cin kang buru- buru turun dari kereta dan berlindung. Akhirnya gerombolan perampok dapat dipukul dan melarikan diri. Akan tetapi isteri Thio Cin Kang mengalami kekagetan dan inilah yang dianggap oleh Thio Cin Kang menjadi penyebab keguguran Isteri nya. Dan sejak itu, serlngkall dia pergi seorang diri untuk menghajar gerombolan perampok!
Thio Cin Kang Juga simpati kepada perjuangan. Dia menganjurkan agar anak buahnya membantu kalau melihat para pejuang bertempur melawan pasukan Kin yang melanggar perbatasan. Walaupun tidak langsung aktip dalam perjuangan, akan tetapi Thio Cin Kang mendukung perjuangan itu dan siap membantu sewaktu- waktu. Oleh karena itu namanya juga dihormati di kalangan para pejuang dan karena dia tidak aktip, pemerintah tidak memusuhi nya sebagal pemberontak.
Pada suatu pagi. seperti biasa Thio Cin Kang yang belum pulih dari kesedihannya ditinggal mati isterinya dengan pedang di punggung, berkeliaran menuruni bukit Thian-mu-san. Tiba-tiba dia mendengar suara ribut dan melihat bahwa terjadi pertempuran di sebuah hutan. Ketika dia lari mendekati, dia melihat seorang wanita cantik sedang dikeroyok oleh duapuluh lebih orang yang tinggi besar dan nampak garang.
Melihat sikap mereka, piauw-su (pengawal barang) yang sudah berpengalaman itu maklum bahwa dia berhadapan dengan gerombolan perampok yang sedang mengganggu seorang wanita. Wanita itu cantik bukan main, jelita dan juga lihai ilmu silatnya. Dengan sebatang golok di tangan, wanita Itu mengamuk dan sudah merobohkan beberapa orang. Akan tetapi pengeroyoknya yang banyak itu mengepungnya dengan ketat.
Melihat ini, tanpa banyak cakap lagi Thlo Cin Kang membentak, nyaring "Perampok-perampok laknat!" Seolah olah dia melihat isterinya sendiri dikeroyok dan terancam oleh para perampok maka setelah mencabut pedangnya dia lalu mengamuk! Dia tidak memperkenalkan diri karena dia memang ingin membasmi para perampok itu.
Wanita itu bukan lai n adalah Ban-tok Sian-li Souw Hian Li. Sebagai wanita sakti yang angkuh, ia merasa tidak senang meli hat ada orang membantunya, apa lagi yang mengamuk demikian hebatnya sehingga sebentar saja telah merobohkan lima orang. Iapun tidak mau kalah dan menggerakkan Mestika Golok Naga dengan hebat sehingga kedua orang itu seperti berlumba saja merobohkan kawanan perampok yang mengeroyok mereka. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, semua perampok yang berjumlah tigapuluh orang itu telah roboh semua, malang melintang dan mandi darah !. Ban tok Sian-li telah menyimpan kembali goloknya, demikian pula Thio Cin Kang telah menyimpan pedangnya. Mereka berdiri saling pandang Thio Cin Kang tidak menyembunyikan kekagumannya, bukan hanya kagum akan kecantlk jelitaan wanita itu, melai nkan lebih-lebih lagi akan kegagahannya. Juga Ban tok Sian Li melihat seorang pria yang jantan dan gagah, namun sinar matanya lembut. Biarpun demikian, ia mengerutkan alisnya dan merasa tidak senang.
"Kenapa engkau membantuku?" tanyanya tidak ramah.
Thio Cin Kang cepat menghampiri dan mengangkat kedua tangan depan dada. "Harap suka memaafkan aku, nona. Meli hat seorang wanita di kepung dan di keroyok penjahat-penjahat laknat ini, terpaksa aku turun tangan membantu, sungguhpun sekarang aku menyadari bahwa tanpa dibantu sekalipun engkau akan dapat membasmi mereka." Ucapan ketua itu lembut dan ramah.
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu!"
"Aku tahu, nona. Akan tetapi baru sekarang aku tahu. Tadi aku khawatir kalau-kalau nona terancam bahaya maka aku membantu. Harap sekali lagi suka memaafkan aku."
Sikap orang itu sungguh menyenangkan hati dan karena hatinya merasa senang itulah Ban-tok Sian-Li menjadi semakin marah ia marah kepada diri sendiri yang merasa tertarik dan suka disertai kegum kepada pria asing Itu!
"Enak saja engkau minta maaf. Engkau sengaja memamerkan kepandaianmu kepadaku! Engkau memandang rendah kepadaku. Nah aku ingin tahu sampai di mana tingginya kepandaianmu!" Setelah berkata demikian, wanita itu tanpa banyak cakap lagi lalu menyerang dengan tamparan tangan kanannya.
Thio Cin Kang terkejut dan cepat mengelak. Akan tetapi luputnya tamparan itu membuat Ban-tok Sian-li Semakin penasaran dan menganggap orang itu menantangnya, maka ia terus bergerak menyerang secara bertubi-tubi! Terpaksa Thio Cin Kang tidak hanya mengelak, melai nkan harus menangkis karena Serangan-serangan itu semakin lama semakin dahsyat!.
Mulai timbul kegembiraan di hati Thio Cin Kang. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, diapun memiliki penyakit yang sama, yaitu suka bertanding silat, apa lagi dia tertarik sekali kepada wanita ini dan ingin menguji sampai di mana kelihaiannya. Dia menganggap wanita ini seperti orang-orang kang-ouw lai nnya, hendak mengujinya. Maka, mulailah dia balas menyerang dengan tidak kalah dahsyatnya! Akan tetapi tentu saja hanya untuk menguji, bukan untuk mencelakai wanita yang begitu bertemu telah membuat dia tertarik! sekali itu. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu dengan wanita yang demikian cantik jelita dan sekaligus demikian tinggi ilmu silatnya.
Kalau Thio Cin Kang hanya hendak mengaji kepandaian wanita itu, sebaliknya Ban-tok Sian-li yang merasa ditantang, menyerang dengan sungguh-sungguh dan ia mulai jengkel setelah lewat lima puluh jurus ia belum juga mampu mengalahkannya dengan Ilmu silat, akan tetapi setelah ternyata pria itu cukup tangguh sehingga agaknya kalau hanya mengandalkan ilmu silat ia tidak akan mampu mengalahkannya, mulailah ia mengerahkan tenaganya sehingga kedua tangannya mengandung hawa beracun yang amat jahat !. Thio Cin Kang terkejut bukan main ketika menangkis tangan wanita itu, merasa kulit lengannya panas dan perih, kemudian ketika tangan wanita itu berhasil menggores kulit lengannya, terasa gatal dan panas seperti dibakar !. Dia terkejut dan gerakan refleksnya membuat dia mengeluarkan ilmu tendangannya yang amat hebat, yaitu i Imu tendangan Thai-lek-tui (Tendangan Kilat) sehi ngga Ban-tok Sian-li tidak dapat mengelak dan pahanya tertendang. Untung baginya Thio Cin Kang membatasi tenaganya sehingga ia hanya terhuyung saja.
"Ah, maafkan aku, nona ... ! " kata-nya.
"Aku belum kalah !" bentak Ban-tok Sian-li dengan marah sekail dan ia sudah mendesak maju lagi dan tangan kirinya menghantam ke dada. Thio Cin Kang mengelak, akan tetapi tiba-tiba ia merasa dadanya nyeri sekali dan dia terpelanting jatuh, dadanya telah terluka ketika bajunya ditembusi jarum Ban-tok Sian-li! Sambil mendekap dadanya dia mencoba bangkit dan memandang kepada Ban-tok Sian-li.
"Engkau.....engkau hebat sekali, nona. Aku mengaku kalah!" katanya dengan kagum, sedikitpun tidak merasa menyesal telah dilukai sedemikian rupa oleh wanita itu.
"Hemm, engkau telah terluka oleh Ban-tok-ciam dan dalam waktu duapuluh empat jam engkau akan mati. Tidak ada obat di dunia ini dapat menyelamatkan mu "
Akan tetapi gertakan ini tidak membuat pria itu ketakutan, bahkan dia tersenyum sambil menyeringai menahan sakit. "Kalau begitu, selamat tinggal dunia yang penuh kesedihan dan kepalsuan ini. Selamat tinggal duka dan sengsara ! " Ban-tok Sian-li terbelalak heran Belum pernah ia melihat orang bersikap seperti ini menghadapi siksaan dan kematian yang mengerikan.
"Engkau tidak takut dan tidak sedih menghadapi kematian?"
"Kenapa mesti takut dan sedih? Kematian merupakan kebebasan dari alam kesengsaraan bagiku. Aku bahkan berterima kasih kepadamu, nona. Engkau membebaskan aku dari duka. Mati di tanganmu tidak mendatangkan penasaran, bagiku. Engkau begini cantik, engkau begini lihai ."
"Engkau akan mati dan anak isterimu akan menangisimu. Mereka akan berkabung dan bersedih. Apa engkau tidak kasihan kepada anak isterimu?"
Thio Cin Kang kembali tersenyum dan Ban-tok Sian-li merasa aneh. Orang ini mengobral senyum dalam menghadapi maut! "Tidak ada seorangpun yang akan menangisi kematianku, nona. Aku tidak mempunyai anak dan isteriku telah meninggal dunia setengah tahun yang lalu. Aku hanya mohon kepadamu, kalau nona sudi memenuhi permohonan terakhir dariku "
Ban-tok Sian-li mengerutkan alisnya, ia merasa heran kepada diri sendiri kenapa tidak ditinggalkan saja sejak tadi orang itu, seperti biasa kalau ia membunuh orang, melainkan dilayani nya bicara panjang lebar, bahkan ki ni orang itu mengajukan permohonan dan ia masih melayaninya!
"Permohonan apakah itu?"
"Di lereng bukit ini terdapat sebuah perkumpulan Pek- eng-pang. Akulah ketua perkumpulan itu dan tolonglah...
beri tahu kepada mereka bahwa aku mati di sini agar mereka dapat mengetahui dan menguburkan. Sudikah engkau., nona yang baik?"
Ban-tok Sian-li makin kaget. la sudah mendengar akan nama besar Pek-eng pang sebagai perkumpulan gagah perkasa yang suka membantu para pejuang, la makin gemas karena pria itu tidak memakinya, tidak mencaci nya, bahkan menyebutnya nona yang baik! .
"Aku bukan nona yang baik! Aku kejam, aku telah meracunimu, aku telah membunuhmu. Lupakah engkau akan kenyataan ini?"
"Sudah kukatakan, aku tidak mendendam. Aku bahkan berterima kasih kepadamu, nona. Maukah. maukah
engkau memenuhi permohonanku tadi?"
Orang aneh! Orang gagah! Orang jantan yang berani mati. Orang sengsara yang hidup sebatang kara tanpa isteri tanpa anak, tidak ada yang menyedihi
kematiannya.