Siang Hwi saling pandang dengan Tiong Li dan tiba- tiba terdengar orang bertepuk tangan. Mereka berpaling dan ternyata yang bertepuk tangan itu adalah puteri Sung Hia ng Bwee. ini berarti bahwa sang puteri telah Sembuh, atau setidaknya pundaknya sudah tidak terasa nyeri lagi dipakai bertepuk tangan.
"Kiong-hi, kiong-hi (selamat)! Wah, aku harus mengucapkan selamat atas pertunangan kalian," katanya sambil menghampiri Siang Hwi. Di lolosnya sehelai kalung emas permata hiasan batu kemala, dan dikalungkan kalung itu ke leher Siang Hwi. "Ini hadiah dariku untukmu, enci Siang Hwi."
"Terima kasih, tuan puteri. Paduka baik sekali."
"Ih, apanya yang baik. Kalau tidak ada kalian berdua, entah sudah menjadi apa aku ini? Menjadi makanan burung gagak berangkali," kata puteri itu tertawa. Di dalam waktu yang amat singkat ternyata puteri itu telah telah bebas dari ancaman racun Ban-tok-ciam.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan setelah mengumpulkan kuda mereka. Di tengah perjalanan Tio ng LI bertanya, "Hwi-moi, apakah engkau juga pandai mempergunakan Ban-tok-ciam?"
"Subo pernah mengajarkan kepadaku. Jarum halus itu dapat disembunyika n dalam kepalan tangan dan sambil memukul jarum itu dapat dilepaskan. Akan tetapi subo tidak pernah memberikan obat pemunahnya atau cara membuatnya sehi ngga aku tidak pernah mau menggunakan jarum selaksa racun itu. Terlalu keji kalau aku tidak mengetahui pemunahnya."
"Kau benar, Hwi-moi. Kalau engkau tidak dapat memunahkan racunnya, memang tidak perlu menggunakan senjata rahasia macam itu. Kurasa kalau yang diserang itu memiliki sin-kang yang kuat, dia akan mampu mencegah menjalarnya racun ke dalam darah dan hanya meracuni setempat saja yang mudah disembuhkan dengan pembedahan di tempat dan mengeluarkan racunnya."
"Engkau benar, koko”
Karena kini mereka sudah tiba di daerah Sung, maka perjalanan dapat mereka lakukan dengan lancar tanpa halangan. Tidak lama kemudian mereka bertemu dengan sepasukan Sung yang dipimpin oleh seorang perwira kerajaan. Melihat Tiong LI yang dianggap buronan dan penculik sang puteri, perwira Itu tentu saja terkejut bukan main. Apa lagi melihat sang puteri menunggang kuda bersama orang buruan itu.
"Kepung! Tangkap pemberontak!" "Tangkap pencuiik!"
"Selamatkan sang puteri!"
Mereka itu berteriak teriak sambil mengepung dan mengacung-acungkan senjata. Meli hat ancaman kepungan ini, Sung Hiang Bwee mengajukan kudanya dan membentak, "Apa yang hendak kalian lakukan ini? Tan-tai hiap dan nona The ini adalah penolong penolongku dari tangan penculik. Jangan menuduh sembarangan! Hayo sediakan sebuah kereta untukku, agar dapat kupakai pulang ke istana!"
Perwira itu terkejut dan heran, lalu memerintahkan pasukannya untuk mundur dan menyediakan sebuah kereta itu mengawal sang puteri yang duduk di dalam kereta bersama Siang Hwi, dan Tiong Li juga mengawal naik kuda di dekat kereta.
Ketika mereka dihadapkan Kaisar, Kaisar girang bukan main melihat puteri nya pulang dalam keadaan sehat dan dia mendengarkan laporan puterinya, betapa ia diculik oleh penjahat dan diberikan kepada Panglima Bangsa Kin, kemudian diselamatkan oleh Tiong Li dan Siang Hwi. Mendengar ini, Kaisar merasa girang dan berterima kasih kepada, Tiong Li .
Biarpun Tiong Li menduga keras bahwa penculika n sang puteri itu adalah perbuatan yang didalangi oleh Perdana Menteri Jin Kui, akan tetapi karena tidak ada bukti, diapun tidak berani sembarangan menuduh.
"Tiong Li, engkau sudah berjasa besar sebanyak dua kali. Sekarang kami hendak menganugerahkan pangkat pengawal istana untuk menjaga keselamatan keluarga kerajaan."
"Ampun beribu ampun. Yang Mulia. Bukan sekali-kali hamba menolak anugerah paduka yang berlimpah, melainkan hamba masih memiliki tugas yang penting, yaitu merampas kembali Mestika Golok Naga yang lenyap diambil pencuri dari gedung pusaka."
"Ah, pusaka itu sudah lama dicuri orang dan sampai sekarang para pengawal belum juga mampu menemukannya."
"Hamba sudah tahu siapa yang mengambilnya, Yang Mulia. Dan hamba berjanji untuk mendapatkannya kembali untuk paduka."
"Ayahanda, sebetulnya Mestika Golok Naga itupun diambil oleh Panglima! Wu Chu dan sudah berhasil dirampas kembali oleh Tan-taihiap. Akan tetapi di tengah perjalanan, saya dilukai orang dan orang itu memaksa Tan-tai hiap menyerahkan golok pusaka itu untuk ditukar dengan obat yang akan menyelamatkan nyawa saya. Tan-tai hiap terpaksa menukarkan golok itu dengan obat pemunah racun yang melukai saya."
"Jahanam betul! Siapa orang itu?" "Seorang wanita kang-ouw, Yang Mulia," kata Tiong Li tanpa menyebutkan nama karena merasa tidak enak kepada Siang Hwi sebagai murid perampas golok pusaka itu.
"Baiklah, kalau begitu engkau pergilah untuk merampas kembali golok itu. Tio ng Li," katanya kemudian.
"Akan tetapi Yang Mulia, gambar hamba terpampang di mana-mana sebagai pemberontak dan penculik sang puteri. Hal ini akan menghambat perjalanan hamba dan bahkan menghalangi hamba. Hamba mohon paduka memberi perintah penghapusan dakwaan terhadap hamba itu. Dengan surat perintah paduka, hamba tentu akan dapat membersihkan nama hamba dari noda dan dapat bergerak dengan leluasa."
Kaisar menghela napas panjang. "Kami menyesal telah memerintahkan pengumuman yang agak tergesa- gesa itu, Tiong Li, sehi ngga engkau menjadi orang buronan. Siapa tahu engkau justru malah dua kali menyelamatkan puteri kami dari tangan penculik. Baik, akan kami buatkan surat perintah dan pengumuman itu untuk membersihkan namamu."
Kaisar lalu memerintahkan pembantunya untuk menuliskan surat perintah itu, kemudian menandatanganinya dan membubuhi cap kerajaan. Tiong LI menerima dengan hati lega.
"Ada sebuah lagi permohonan hamba, Yang Mulia. Sepanjang yang hamba ketahui, para pemberontak itu sebenarnya bukanlah pemberontak. Mereka itu pejuang- pejuang, para patriot yang hendak memperjuangkan kebebasan tanah air dari penjajah Bangsa Ki n. Mereka bahkan setia kepada Kerajaan Sung dan hendak mengembalikan kejayaan Kerajaar Sung untuk menguasai kembali daerah utara. Maka, tidak semestinya mereka itu dikejar-kejar seperti pemberontak, Yang Mulia."
Kaisar mengerutkan alisnya. ''Kami mengadaka n persahabatan dengan Bangsa Kin agar mencegah mereka menyerang keselatan dan menimbulkan korban di antara rakyat. Kami mencegah perang demi rakyat. Kalau mereka itu menyerang Kerajaan Kin, dan kalau kami mendiamkannya saja, tentu Kerajaan Kin akan memusuhi Kerajaan Sung. Akan tetapi, baiklah kami melihat perkembangannya dulu Kalau mereka itu tidak mengganggu pemerintah Kerajaan Sung, mereka tidak akan dianggap pemberontak."
"Tan-taihiap, engkau sudah berulang kali berjasa dan ayahanda Kaisar hendak menganugerahkan pangkat kepadamu, kenapa engkau menolaknya? Sudah sepatutnya kalau engkau menerima imbalan jasa- jasamu," kata sang puteri kepada Tio ng Li.
"Terima kasih, tuan puteri. Akan tetapi apa yang hamba lakukan Ini adalah merupakan kewajiban hamba yang selalu hendak menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dan menentang yang jahat. Kalau hamba mengharapkan Imbalan jasa, maka perbuatan itu sama sekali bukan perbuatan gagah. Pula, hamba masih mempunyai kewajiban untuk merampas kembali Mestika Golok Naga, harap tuan puteri dapat memakluminya."