Lembah Selaksa Bunga Chapter 02

NIC

Di sekeliling lembah itu terdapat belasan buah rumah mungil dan di tengah-tengah terdapat sebuah rumah besar yang dikelilingi seribu satu macam bunga. Laki-laki tinggi besar itu membawa Siang Lan yang masih pingsan ke dalam rumah besar, lalu ia dibaringkan di atas sebuah pembaringan dalam kamar yang luas indah dan mewah.

Sampai hari menjadi gelap Siang Lan belum juga siuman dari pingsannya. Laki-laki itu mengulang dan memperkuat totokannya agar gadis itu tidak mampu bergerak kalau siuman nanti. Kemudian dia mengambil air dan membasahi kepala dan leher Siang Lan dengan air dingin.

Gadis itu merintih dan bergerak. Ia siuman dari pingsannya akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa kaki tangannya lumpuh dan tidak dapat ia gerakkan.

Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi tahulah ia bahwa ia berada dalam keadaan tertotok oleh seorang ahli yang lihai sekali. Ketika ia di bawah sinar lampu meja melihat seorang laki-laki tinggi besar duduk di tepi pembaringan, ia mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mencorong. Ia marah bukan main, maklum, bahwa tentu laki-laki ini yang telah menotoknya.

“Jahanam busuk dan curang! Bebaskan aku dari totokan!” ia berseru.

Laki-laki itu tersenyum, menyeringai dan tampak buruk sekali. Apalagi pakaiannya mewah dan berkembang- kembang sehingga dia tampak seperti seekor kera besar berpakaian!

“Tenanglah, manis. Engkau tidak akan diganggu, bahkan engkau akan menduduki tempat tinggi dan mulia di sini. Sudah lama aku menanti datangnya seorang wanita seperti engkau, dan sekarang harapanku terkabul. Engkau kupilih menjadi isteriku, menjadi isteri ketua perkumpumpulan Ban-hwa-pang (Perkumpulan Selaksa Bunga) yang dimuliakan dan dihormati. Maka, bergembiralah engkau dan jangan marah, jangan pula bersedih!”

Siang Lan terkejut, akan tetapi ia menjadi semakin marah karena sekarang ia tahu bahwa ia telah terjatuh ke tangan orang-orang jahat yang berniat keji terhadap dirinya. Ia hendak diperisteri, dipaksa menjadi isteri laki-laki menyebalkan ini. Tentu saja ia tidak sudi! Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan? Bergerak pun ia tidak dapat.

“Siapa sudi menjadi isterimu?” bentaknya. Walaupun kaki tangannya tidak dapat bergerak, namun suaranya masih lantang dan semangatnya masih tinggi karena ia sama sekali tidak merasa gentar sedikit pun. “Hayo cepat bebaskan totokan ini dan kalau engkau memang seorang gagah, mari kita bertanding sampai seorang di antara kita roboh dan tewas! Jangan bertindak pengecut seperti ini!”

“Hua-ha-hah!” Orang itu tertawa, agaknya senang melihat betapa gadis yang amat cantik itu ternyata juga amat gagah berani. Dia bertepuk tangan dan masuklah lima orang wanita berusia sekitar tigapuluh tahun yang rata-rata memiliki wajah cantik dan pakaian mereka mewah sekali.

Mereka berlima membungkuk dengan hormat di depan laki-laki tinggi besar itu dan seorang di antara mereka bertanya.

“Apa yang harus kami lakukan, Pang-cu (Ketua)?” “Kalian jaga baik-baik gadis ini dan perlakukan ia dengan baik, jangan sampai ia tersinggung, jangan pula melakukan gangguan apa pun. Cukupi makan minumnya dan siapkan pakaian terindah untuknya. Ingat, gadis ini adalah calon Nyonya Ketua, calon isteriku. Aku berada di depan bersama para pembantuku untuk membicarakan tentang persiapan pernikahan.

“Awas kalau sampai ia menjadi marah karena ada yang mengganggunya, aku akan memberi hukuman berat dan tidak mengenal ampun. Kukira gadis ini tentu seorang yang amat lihai, oleh karena itu, untuk menjaga segala kemungkinan, sebelum ia terbebas dari totokan, akan kubelenggu dulu kaki tangannya.”

Setelah berkata demikian laki-laki yang disebut Pang-cu itu lalu mengambil tali hitam yang terbuat dari sutera dan mengikat kedua pergelangan kaki dan tangan Siang Lan dengan erat namun tidak sampai mendatangkan rasa nyeri pada gadis itu. Setelah selesai baru dia keluar memesan kepada para wanita itu untuk mencuci muka dan menyisir, menata rambut Siang Lan, menukar pakaiannya, agar gadis itu tampak rapi.

Setelah laki-laki itu keluar, lima orang wanita itu menutupkan daun pintu lalu merawat Siang Lan. Gadis itu memaki-maki, namun mereka tidak peduli. Mereka melucuti semua pakaian Siang Lan, memandikannya dan membersihkan tubuhnya yang penuh debu tanpa gadis itu dapat meronta, hanya memaki-maki.

Setelah membersihkan tubuh dan menyisir rambutnya, bahkan memberi minyak harum di tubuh itu dan membedaki mukanya, mereka untuk sementara membuka tali pengikat kaki tangan Siang Lan. Mereka mengenakan pakaian baru pada tubuh Siang Lan, lalu mengikat lagi pergelangan tangan dan kaki gadis itu.

Akhirnya Siang Lan diam saja karena ia tahu bahwa percuma saja ia memaki-maki lima orang wanita itu dan hal ini bahkan menghabiskan tenaganya karena dilanda kemarahan. Ia berdiam diri dan diam-diam mengumpulkan tenaganya karena ia tahu bahwa kalau ia sampai dapat membebaskan diri dari totokan dan belenggu, ia membutuhkan banyak tenaga untuk melawan para penjahat.

Demikian pula, ketika para wanita itu menyuapinya dengan makanan dan minuman, ia menerima untuk menjaga kesehatan untuk memulihkan tenaga ia yang selama berhari-hari ini ia telantarkan. Tentu saja para wanita itu menjadi lega dan merasa senang.

“Nona yang baik, beginilah seharusnya sikapmu karena sesungguhnya engkau mendapatkan keberuntungan besar yang jarang ada gadis mendapatkannya. Tak lama lagi engkau menjadi Nyonya Ketua kami yang dihormati semua orang, hidup terhormat, mulia dan kaya raya. Karena itu, sambutlah ketua kami dengan manis, Nona, agar hatinya merasa senang karena kami lihat baru sekarang ini Pang-cu jatuh cinta dan tergila-gila kepada seorang gadis.”

Di dalam hatinya Siang Lan menjadi marah sekali akan tetapi kini gadis itu mendapatkan kembali ketenangan dan kecerdikannya. Ia tahu bahwa kalau ia marah dan memaki-maki, hal itu tidak ada gunanya baginya.

Lebih baik ia berpura-pura menyerah agar ia dapat menyelidiki keadaan musuh. Setelah menahan napas untuk menenangkan dan mendinginkan hatinya, mulailah Siang Lan mengubah sikap dan bertanya.

“Enci, bagaimana aku bisa berada di sini? Aku tidak ingat apa yang terjadi dengan diriku. Tolong ceritakan.”

Dengan hati senang karena gadis cantik itu kini menjadi penurut dan hal ini pasti akan menyenangkan hati ketua mereka sehingga mereka akan diberi hadiah, seorang di antara lima wanita itu yang menjadi juru bicara menjawab.

“Nona, sudah kami katakan tadi, engkau sungguh beruntung. Pang-cu sendiri yang menemukan engkau menggeletak pingsan di dalam hutan, lalu Pang-cu menolongmu dan memondongmu sampai di sini.”

“Hemm, kalau dia menolongku dan berniat baik, mengapa aku dibelenggu?”

“Nona, jangan salah mengerti dan maafkan tindakan Pang-cu kami. Dia sungguh tergila-gila dan amat sayang kepadamu. Akan tetapi karena dia belum mengenal betul siapa Nona yang dia sangka tentu Nona amat lihai, maka terpaksa dia menjaga kcmungkinan Nona akan memberontak dan melawan. Karena itu, katakanlah kepada kami siapa Nona dan ceritakan keadaan Nona agar kami dapat melapor kepada Pang- cu,” bujuk wanita itu.

Siang Lan memaksa dirinya untuk tersenyum. Setelah ia menerima makan dan minum, tenaganya mulai pulih dan tubuhnya terasa segar kembali, tidak loyo seperti sebelum ia roboh pingsan dan ditangkap penjahat. “Mudah saja menceritakan keadaan diriku, Enci, akan tetapi tidak enak terbelenggu begini. Tolong buka dulu ikatan kaki tanganku dan kita bicara baik-baik.”

Lima orang wanita itu saling pandang dengan wajah iba akan tetapi juga khawatir, lalu pembicara tadi berkata lembut. “Nona, bukan kami tidak merasa kasihan kepadamu. Akan tetapi kami tidak berani melanggar perintah Pang-cu yang akan menyiksa kami sampai mati kalau kami tidak menaati perintahnya. Kalau engkau sudah menceritakan keadaanmu, nanti kami melapor kepada Pang-cu bahwa engkau bersikap penurut agar ikatan tangan kakimu dibuka.”

“Hemm, baiklah, aku akan sabar menanti. Akan tetapi sebelum aku memperkenalkan diri, tolong ceritakan kepadaku tentang ketua kalian dan tentang perkumpulan di sini agar aku mengetahui dengan siapa aku hendak menikah.”

“Wah, engkau akan merasa gembira kalau mengenal Pang-cu, Nona. Nama Pang-cu adalah Siangkoan Leng dan dia menjadi ketua dari perkumpulan kami Ban-hwa-pang (Perkumpulan Selaksa Bunga). Pang-cu adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian silat amat tinggi dan sukar dicari jagoan yang mampu mengalahkan tombaknya. Dia dijuluki Si Tombak Maut.

01.02. Siapa Pemerkosa Misterius itu?

“Ban-hwa-pang kami telah berdiri selama puluhan tahun, pendirinya adalah mendiang Siangkoan Lo- cianpwe, setelah beliau meninggal perkumpulan dipimpin Pang-cu Siangkoan Leng sejak belasan tahun yang lalu. Perkumpulan kami mempunyai anak buah sebanyak limapuluh orang lebih yang tinggal di lembah ini bersama anak isteri mereka. Pang-cu belum pernah beristeri, maka kini memilihmu, sungguh merupakan keberuntungan besar bagimu, Nona. Nah, sekarang giliranmu untuk memperkenalkan diri.”

Siang Lan sejak tadi harus menekan perasaan marahnya. Belum pernah ia memaksa diri bersikap lemah dan lembut terhadap orang yang dibencinya. Dengan hati mulai panas lagi ia memperkenalkan dirinya.

“Katakan kepada ketua kalian bahwa aku bernama Nyo Siang Lan dan di dunia kang-ouw mereka menyebut aku Hwe-thian Mo-li! Telah banyak sekali penjahat yang mampus di ujung pedangku. Katakan agar dia membebaskan aku dan mengembalikan pedangku kalau dia tidak ingin mampus pula di tanganku!”

Lima orang wanita itu terbelalak dan terkejut. Seorang dari mereka lalu lari keluar dari kamar untuk melapor kepada ketuanya. Tentu saja mereka terkejut dan merasa ngeri karena nama julukan Hwe-thian Mo-li telah terkenal sebagai Iblis Betina Terbang yang amat ganas dan liar!

Tak lama kemudian masuklah Ketua Ban-hwa-pang yang namanya Siangkoan Leng itu. Begitu dia memasuki kamar itu, dia memberi isyarat kepada oara wanita tadi untuk meninggalkan kamar.

Posting Komentar