“Hemm, tidak begitu mudah, It-kak-liong!” kata Toa-liong kepada Siong Li. “Anak buah kami telah kalian robohkan, kami sebagai pimpinan mereka merasa ditantang!”
“Lalu apa yang engkau kehendaki, pangcu?” tanya Siong Li, masih bersikap tenang dan sabar.
“Sekarang diatur begini saja. Kalian tiga orang dan kami pimpinan Kiu-liong-pang juga tiga orang. Mari kita bertanding satu lawan satu. Kalau kami kalah, barulah kami akan bicara tentang Pek-lian-kauw dan mengembalikan tiga ekor kuda kalian. Akan tetapi kalau kami yang menang……” Toa-liong menghentikan kata-katanya dan sepasang matanya memandang kepada Bwee Hwa dengan senyum menyeringai yang artinya dapat diduga dengan jelas.
Bwee Hwa dan dua orang pemuda itu merasa marah sekali, akan tetapi karena niat kotor yang terkandung dalam pandang mata dan senyum ketua pertama Kiu-liong-pang itu tidak diucapkan, merekapun hanya dapat menahan diri.
“Kalau kami yang kalah, lalu apa? Kalau kami kalah tentu saja kami siap untuk minta maaf,” kata Siong Li.
“Hemm…… hemm…… biarlah kami akan tentukan nanti apa yang harus kalian lakukan kalau kalian kalah. Nah, beranikah kalian bertanding melawan kami satu lawan satu?”
Pada saat itu terdengar suara banyak orang dan datanglah berbondong-bondong anak buah Kiu-liong- pang yang kurang lebih limapuluh orang banyaknya. Anak buah yang lain berada terpencar di tempat lain, akan tetapi yang berkumpul di situ sudah cukup banyak. Sikap mereka kasar dan menyeramkan. Akan tetapi BWee Hwa sama sekali tidak menjadi gentar dan ia bahkan menjawab dengan lantang.
“Siapa takut kepada kalian? Aku hanya sangsi apakah kalian benar-benar berani bertanding satu lawan satu, melihat begini banyaknya anak buah kalian berkumpul di sini!” kata Bwee Hwa dengan suara mengejek. “Jangan mengira bahwa kami takut menghadapi puluhan orang anak buah kalian. Akan tetapi perlu kuperingatkan kalian bahwa kalau semua anak buahmu berani mengeroyok kami, sekali ini kami tidak akan memberi ampun lagi dan semua anak buah Kiu-liong-pang akan mati di sini!”
“Hemm, gadis sombong! Kuda betina liar! Lihat saja nanti, aku yang akan menjinakkan kamu!” kata Toa- liong sambil menyeringai.
Sam-liong, ketua ketiga yang tubuhnya tinggi kurus dan mukanya pucat itu sudah melompat ke depan dan menantang dengan sikap congkak. “Nah, aku maju pertama, siapa si antara kalian bertiga yang berani menandingiku?”
Ui Kong segera melangkah ke depan menghadapi Sam-liong. Tiga orang pendekar itu memiliki tingkat kepandaian yang hampir seimbang maka siapapun yang maju lebih dulu atau paling akhir sama saja.
“Aku yang akan melayanimu, Sam-liong!” kata pemuda itu dengan sikap tenang. Sam-liong tersenyum dan mukanya yang pucat itu tampak menyeramkan ketika dia tersenyum, seperti mayat tersenyum!
“Bagus! Kalau begitu bersiaplah kamu!” kata Sam-liong dan dia lalu memasang kuda-kuda. Kedua kakinya terpentang lebar, kedua tangannya juga dipentang seperti sayap burung yang terbang, tubuhnya rendah seperti berjongkok.
Melihat lawannya memasang kuda-kuda yang digagah-gagahkan itu, Ui Kong tampak tenang saja, masih berdiri santai dengan kedua tangan tergantung di kanan kiri tubuhnya. Pemuda bertubuh tinggi tegap ini adalah murid seorang sakti dan sudah mempelajari ilmu silat tinggi, maka melihat kuda-kuda yang tampaknya saja gagah akan tetapi sebetulnya memiliki banyak kelemahan itu, dia dapat menilai bahwa ilmu silat orang itupun tidak seberapa hebat, hanya gagah bagian luarnya saja namun tidak “berisi”.
“Mulailah, Sam-liong, aku sudah siap,” kata Ui Kong biarpun dia masih berdiri santai dan tidak memasang kuda-kuda, namun seluruh urat syarafnya siap siaga menghadapi serangan yang bagaimanapun juga.
Melihat pemuda itu berdiri santai tidak memasang kuda-kuda, Sam-liong menilai bahwa pemuda itu belum belajar silat secara mendalam, maka dia memandang rendah.
“Sambut seranganku!” bentaknya dan diapun menyerang, tubuhnya menerjang ke depan dengan kedua tangan membentuk cakar menerkam ke arah Ui Kong, tangan kanan mencengkeram ke arah leher dan tangan kiri mencengkeram ke arah perut. Inilah serangan dengan jurus Leng-mouw-po-ci (Kucing Menerkam Tikus) yang dilakukan dengan cepat dan dengan menggunakan tenaga dalam yang cukup kuat.
Namun bagi Ui Kong serangan itu sama sekali tidak berbahaya. Dia yang memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sudah tinggi tingkatnya, dapat bergerak lebih cepat daripada gerakan lawan. Maka dengan mudah saja dia mengelak dari serangan itu.
Serangan pertama yang dapat dielakkan lawan dengan mudah itu membuat Sam-liong menjadi penasaran. Dia cepat mengubah gerakannya dan kini menyerang lagi dengan jurus Pek-wan-hian-ko (Lutung Putih Memberi Buah). Tangan kanannya menjadi kepalan dan memukul lurus ke arah ulu hati lawan sedangkan tangan kirinya menyusulkan pukulan berikutnya ke arah pelipis kanan Ui Kong.
Serangan kedua ini cukup berbahaya karena Sam-liong yang merasa penasaran mengerahkan seluruh tenaganya. Ui Kong lalu bergerak dengan ilmu silat Sin-liong-kun (Silat Naga Sakti). Dia menangkis dengan Sin-liong-tian-jiauw (Naga Sakti Mementang Cakar), kedua tangannya bergerak dari dalam keluar, menangkis serangan dua lengan tangan lawan.
“Duk-dukk!” Kedua lengan mereka bertemu dan tubuh Sam-liong terhuyung ke belakang. Hal ini membuat Sam-liong menjadi semakin penasaran dan marah. Dia lalu menghujani Ui Kiong dengan serangan yang nekat dengan gerakan mengamuk seperti orang gila.
Menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilakukan dengan kemarahan meluap-luap itu, Ui Kong tetap bersikap tenang. Dengan ginkangnya yang istimewa, tubuhnya berkelebatan dan selalu dapat mengelak dari semua pukulan, tamparan dan tendangan lawan. Ui Kong memang hanya mempermainkan lawan. Dia tahu bahwa dia membutuhkan tiga orang pemimpin Kiu-liong-pang ini, maka dia tidak akan melukai para lawannya, apalagi sampai membunuh.
Setelah merasa cukup lama hanya menyambut serangan lawan dengan tangkisan dan elakan, sampai lewat belasan jurus, tiba-tiba Ui Kong membalas. Setelah mengelak ke kiri, dia membalik dan mendorongkan kedua tangannya dengan jari-jari terbuka ke arah kedua pundak Sam-liong.
“Mundurlah!” teriaknya dan dengan jurus Sin-liong-tui-in (Naga Sakti Tolak Awan) itu dia mengerahkan tenaganya. Sam-liong berusaha untuk menangkis kedua lengan yang mendorong itu, akan tetapi tetap saja dia terpental ke belakang dan terhuyung-huyung sampai lima langkah! Sudah jelas bahwa dia kalah dalam pertandingan tangan kosong itu, akan tetapi dia tidak mau menerima kekalahan. Malah dia menjadi penasaran dan marah. Dicabutnya senjatanya, yaitu sebatang ruyung besi, semacam penggada yang berduri dan tampak berat dan menyeramkan. Dia memutar ruyung itu di atas kepalanya dan terdengar suara mengiuk nyaring.
Melihat betapa lawannya mengeluarkan sebatang ruyung dan senjata itu tampaknya berbahaya, Ui Kong juga menghunus pedangnya. Dia tersenyum.
“Sam-liong, engkau masih belum menyudahi pertandingan ini dan hendak mempergunakan senjata? Baiklah, kalau engkau belum merasa puas dan hendak melanjutkan pertandingan, silakan maju, aku sudah siap menghadapi senjatamu itu!” kata Ui Kong dengan sikapnya yang masih tenang.
Sam-liong sudah merasa penasaran dan marah sekali, juga malu karena bagaimanapun juga, diakuinya atau tidak, sudah jelas bahwa dalam pertandingan silat tangan kosong tadi dia menderita kekalahan. Maka untuk menebus kekalahannya itu, dia hendak nekat dan menggunakan senjatanya untuk menebus kekalahannya, kalau perlu membunuh lawannya. Maka, mendengar tantangan Ui Kong itu, dia tidak menjawab hanya mukanya yang pucat dan muram itu cemberut dan matanya mengeluarkan sinar berapi.
Kemudian dia melangkah cepat menghampiri Ui Kong dan menerjang seperti seekor serigala yang haus darah. Ruyung yang tadinya diputar-putar di atas kepala itu lalu dipergunakan untuk menyerang. Serangannya ganas bukan main, dengan jurus yang disebut Hek-in-ci-tian (Awan Hitam Keluarkan Kilat). Ruyung itu menyambar ganas dari atas mengarah kepala Ui Kong. Ruyung itu berat dan digerakkan oleh tangan yang mengandung lweekang (tenaga dalam) yang amat kuat sehingga dapat dibayangkan kalau sampai mengenai kepala orang. Permukaannya yang berduri itu tentu akan meremukkan kepala!
Ui Kong juga maklum akan ganasnya serangan ini. Dia menarik tubuhnya ke kiri sehingga ruyung itu lewat bersiut di samping kepalanya. Diapun cepat menggerakkan pedangnya dengan ilmu silat pedang yang bernama Sin-liong-kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Sakti) dan memainkan jurus Sin-liong-sia-hui (Naga Sakti Terbang Miring). Pedangnya menyambar dari samping dengan tubuhnya miring dan pedang itu mengancam pergelangan tangan kanan Sam-liong yang memegang ruyung. Sam-liong terkejut bukan main sampai dia mengeluarkan seruan kaget dan cepat memutar pergelangan tangannya sehingga ruyungnya menyambar ke bawah dan menangkis pedang lawan yang mengancam pergelangan tangannya itu.