Ketika wanita itu meraih Sian Li dan dipangkunya, jari tangannya menekan tengkuk dan anak itu pun terkulai, seketika pingsan atau tertidur. Wanita itu merebahkan Sian Li di atas lantai yang bertilamkan daun-daun kering, memandang wajah ,anak itu yang tertimpa sinar api unggun yang dibuatnya, dan ia pun tersenyum.
"Anak manis.... ah, pantas menjadi anakku atau muridku.... aku berbahagia sekali mendapatkanmu, sayang...."
Siapakah wanita berpakaian merah ini? Di daerah Propinsi Hu-nan, namanya sudah dikenal oleh seluruh dunia kang-ouw, terutama golongan sesatnya. Selama beberapa tahun ini, ia merupakan seorang tokoh kang-ouw yang baru muncul, namun namanya segera tersohor karena kelihaiannya. Orang-orang di dunia persilatan mengenal nama julukannya saja, yaitu Ang I Moli (Iblis Wanita Baju Merah).
Namanya yang tak pernah dikenal orang adalah Tee Kui Cu dan ia tidaklah semuda nampaknya. Usianya sudah empat puluh tahun! Ia memang cantik manis, ditambah pesolek dengan riasan muka yang tebal, maka nampak berusia tiga puluh tahun. Wajahnya selalu putih karena bedak, bibir dan pipinya merah karena yan-ci, dan alis mata, Juga bulu mata, hitam karena penghitam rambut. Dugaan Kao Hong Li tentang Ang I Mopang yang hanya merupakan dugaan raba-raba itu memang tepat. Ada hubungan dekat sekali antara Ang I Moli Tee Kui Cu dengan Ang I Mopang, perkumpulan yang pernah dibasmi oleh Kao Hong Li dan para pendekar itu. Wanita berpakaian merah ini adalah adik dari mendiang Tee Kok, yang pernah menjadi ketua Ang I Mopang. Ketika Ang I Mopang terbasmi oleh para pendekar, Tee Kui Cu dapat lolos dan ia pun mencari guru-guru yang pandai.
Ia berhasil menyusup dan menjadi tokoh Pek-lian-kauw di mana ia mempelajari banyak macam ilmu silat, ilmu tentang racun dan obat, juga mempelajari ilmu sihir yang dikuasai oleh para tokoh Pek-lian-kauw. Setelah merasa dirinya memperoleh ilmu yang cukup tinggi, ia meninggalkan Pek-lian-kauw dan ia pun kembali ke Kunming, mengumpulkan para bekas anggauta Ang I Mopang yang masih hidup, Ia lalu membangun tempat perkumpulan itu, dia mengangkat diri sendiri menjadi ketua! Demikianlah riwayat singkat Ang I Moli Tee Kui Cu. Ia terkenal sebagai seorang ketua yang pandai menyenangkan hati para anak buahnya, memimpin kurang lebih lima puluh orang anggauta Ang I Mopang, dan hidup sebagai seorang ketua yang kaya. Dan dia pun suka sekali merantau, meninggalkan perkumpulan dalam pengurusan para pembantunya,
Dan ia sendiri berkelana sampal jauh, bukan hanya mencari pengalaman, melainkan juga untuk bertualang, mencari harta, mencari pria karena ia merupakan seorang wanita yang selalu haus oleh nafsu-nafsunya. Dan pada pagi hari itu, tanpa sengaja ia melihat Sian Li. Melihat anak perempuan berusia empat tahun yang mungil dan manis itu, dan terutama sekali melihat anak itu mengenakan pakaian serba merah, warna kesukaannya dan bahkan warna yang menjadi lambang dari perkumpulannya, hatinya tertarik dan suka sekali. Ia lalu menculik Sian Li dengan niat mengambil anak perempuan itu sebagai anaknya dan juga muridnya. Dengan sikap menyayang ia mengeluarkan selimut dan menyelimuti tubuh Sian Li yang sudah pulas atau pingsan oleh tekanan jarinya, pada jalan darah di tengkuk anak itu.
Kemudian ia menambahkan kayu bakar pada api unggun yang dibuatnya di dalam kuil tua kosong itu, api unggun yang perlu sekali untuk mengusir nyamuk dan hawa dingin. Tiba-tiba, pendengarannya yang tajam terlatih menangkap sesuatu dan ia pun melompat bangun. Sebagai seorang wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, ia tabah sekali dan tidak tergesa mengeluarkan pedangnya sebelum diketahui benar siapa yang datang memasuki kuil pada waktu itu. Sesosok bayangan muncul, memasuki ruang kuil di mana Ang I Moli berada. Bayangan itu tidak berindap-indap, melainkan langsung saja melangkah dengan langkah kaki berat menghampiri ruangan. Ketika bayangan itu muncul, ternyata dia adalah Yo Han yang memasuki ruangan dengan langkah gontai agak terhuyung karena kelelahan!
"Ahh, kiranya engkau....!"
Ang I Moli berkata dengan hati lega, akan tetapi juga ia memandang heran. Bagaimana anak laki-laki ini dapat menyusulnya? Bagaimana dapat membayanginya dan tahu bahwa ia berada di kuil tua itu? Yo Han sendiri tidak mengerti dan tidak mampu menjawab kalau pertanyaan itu diajukan kepadanya. Ketika dia lari meninggalkan rumah suhunya, dia tidak mempunyai tujuan. Dia tidak tahu ke mana harus mencari penculik Sian Li. Maka dia pun membiarkan dirinya terbawa oleh sepasang kakinya yang berlari. Dia tidak sadar lagi bahwa dia bukan berlari menuju ke tepi sungai di mana adiknya tadi diculik orang, bahkan dia lari keluar dari kota Ta-tung dengan arah yang berlawanan dengan tepi sungai itu!
Dia berlari terus sampai akhirnya dia tiba di tepi sungai lagi, akan tetapi bukan di tempat tadi Sian Li diculik orang. Dan dia berlari terus, menyusuri sepanjang tepi sungai, ke atas. Setelah matahari naik tinggi, dia pun terguling ke atas lapangan rumput di tepi sungai dan langsung saja dia tertidur. Tubuhnya tidak kuat menahan karena dia berlari terus sejak tadi tanpa berhenti. Setelah dia terbangun, matahari sudah condong ke barat. Dan begitu bangun, dia teringat bahwa dia harus mencari Sian Li. Dia bangkit lagi dan kembali kedua kakinya berlari, tanpa tujuan akan tetapi makin mendekati sebuah bukit yang berada jauh di depan. Dia tidak peduli ke mana kakinya membawa dirinya. Kesadarannya hanya satu, yakni bahwa dia harus menemukan kembali Sian Li dan yang teringat olehnya hanyalah bahwa kalau Tuhan menghendaki,
Dia pasti akan dapat mengajak Sian Li pulang! Keyakinan ini timbul sejak dia kecil, sejak dia dapat membaca dan mengenal akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan melalui bacaan. Yang ada hanya kewaspadaan, yang ada hanya kepasrahan. Tidak ada aku yang waspada, tidak ada aku yang pasrah. Selama ada "aku", kewaspadaan dan kepasrahan itu hanyalah suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Aku adalah ingatan, aku adalah nafsu dan aku selamanya berkeinginan, berpamrih. Kalau nafsu yang memegang kemudi, apa pun yang kita lakukan hanya merupakan cara untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, dan karenanya mendatangkan pertentangan dan kesengsaraan. Senang susah bersilih ganti, puas kecewa saling berkejaran, rasa takut atau khawatir selalu membayangi hidup.
Takut kehilangan, takut gagal, takut menderita takut sakit, takut mati. Gelisah menghantui pikiran. Kepasrahan yang wajar, bukan dibuat-buat oleh si-aku, bukan kepasrahan berpamrih, kepasrahan akan segala yang sudah, sedang dan akan terjadi, menyerah dengan tawakal sabar dan ikhlas terhadap kekuasaan Tuhan, berarti kembali kepada kodratnya. Yo Han terus berjalan, kadang berlari mendaki bukit dan ketika dia tiba di lereng bukit, malam pun tiba. Dia melihat kuil tua itu, dan ketika dia menghampiri, dia melihat pula sinar api unggun dari dalam kuil. Dia memasuki ruangan itu dan.... dia melihat Sian Li dan wanita berpakaian merah. Sian Li sudah tidur berselimut, dan wanita berpakaian merah itu berdiri dan menatapnya dengan sinar mata tajam! Sejenak mereka berpandangan dan wanita itu terkekeh geli.
"Kiranya engkau? Bagaimana engkau dapat menyusulku ke sini? Dan mau apa engkau mengejar aku?"
Yo Han menarik napas panjang, terasa amat lega hatinya. Begitu dia dapat menemukan Sian Li, seolah dia baru bangun dari tidur yang penuh mimpi. Baru sekarang dia merasa betapa dingin dan lelah tubuhnya. Dengan kedua kaki lemas dia pun menjatuhkan diri, duduk di atas rumput kering, dekat api unggun.
"Bibi yang baik, kenapa engkau melakukan ini? Apa yang kau lakukan ini sungguh tidak baik, menyengsarakan orang lain dan juga amat membahayakan diri Bibi sendiri,"
Katanya lirih namun jelas dan dia memandang ke arah api unggun, di mana lidah-lidah api merah kuning menari-nari dan menjilat-jilat. Ang I Moli juga duduk lagi bersila dekat api unggun, menatap wajah anak laki-laki itu dengan penuh keheranan dan keinginan tahu, juga kagum karena anak itu bersikap demikian tenang dan dewasa, bahkan begitu datang mengeluarkan ucapan lembut yang seperti menegur dan menggurui!
"Bocah aneh, apa maksud kata-katamu itu?"
Tanyanya, ingin sekali tahu selanjutnya apa yang akan dikatakan anak yang bersikap demikian tenang saja. Bagaimana ia tidak akan merasa heran melihat seorang anak belasan tahun berani menghadapinya setenang itu, padahal anak itu mengejar ia yang melarikan adiknya? Orang dewasa pun, bahkan orang yang memiliki kepandaian pun, akan gemetar kalau berhadapan dengannya. Akan tetapi anak ini tenang saja, bahkan menegurnya.
"Bibi, kenapa engkau melarikan adikku Sian Li ini? Itu namanya menculik, dan itu tidak baik sama sekali. Bibi membikin susah ayah ibu anak ini, juga menyengsarakan aku yang menerima teguran. Apakah Bibi sudah pikir baik-baik bahwa perbuatan Bibi ini sungguh keliru sekali?"
Tokoh kang-ouw yang di juluki Iblis Betina (Moli) itu bengong! Akan tetapi juga kagum akan keberanian anak ini, dan juga merasa geli. Alangkah lucunya kalau di situ hadir orang-orang kang-ouw mendengar ia ditegur dan diwejang oleh seorang anak laki-laki yang berusia paling banyak dua belas tahun! Ia menahan kegelian hati yang membuat ia ingin tertawa terpingkal-pingkal, lalu bertanya lagi,
"Dan apa yang kau maksudkan dengan perbuatanku ini membaha-yakan diriku sendiri?"
"Bibi yang baik, engkau tidak tahu siapa anak yang kau larikan ini. Ayah dari ibunya kini mencari-carimu dan ke mana pun engkau pergi, akhirnya mereka akan dapat menemukanmu dan kalau sudah begitu, siapa berani menanggung keselematanmu?"
Ang I Moli tidak dapat menahan geli hatinya lagi. Ia tertawa terkekeh-kekeh sampai kedua matanya menjadi basah air mata.
"Hi-hi-heh-heh-heh! Kau berani menggertak dan menakut-nakuti aku? Aku suka kepada Sian Li, aku mau mengambil sebagai anakku, sebagai muridku Aku tidak takut menghadapi siapapun juga. Lalu engkau menyusulku ke sini mau apa?"
"Bibi, untuk apa membawa Sian Li yang masih kecil ini? Hanya akan merepotkanmu saja. Ia manja, bengal dan bandel, tentu hanya akan membuat Bibi repot dan banyak jengkel. Kalau Bibi membutuhkan seorang yang dapat membantu Bibi dalam pekerjaan rumah tangga atau mau mengambil murid, biar kugantikan saja. Jangan Sian Li yang masih terlalu kecil. Saya akan mengerjakan apa saja yang Bibi perintahkan, sebagai pengganti Sian Li. Akan tetapi Sian Li harus dikembalikan kepada Suhu dan Subo."
"Oooo, jadi ayah ibu anak ini adalah suhu dan subomu? Sian Li bukan adikmu sendiri?"
"Ia adalah sumoi-ku (adik seperguruan), Bibi."
"Hemm, menurut engkau, kalau suhu dan subomu dapat mengejarku, aku berada dalam bahaya. Begitukah?"
Ia tersenyum mengejek. Tentu saja, ia tidak takut akan ancaman orang tua anak perempuan yang diculiknya.
"Aku tidak menakut-nakutimu, Bibi. Suhu dan Subo, adalah dua orang yang memiliki kepandaian silat tinggi, merupakan suami isteri pendekar yang sakti!"
"Eh? Dan engkau murid mereka, menangkap kupu-kupu saja tidak becus? Hi-hi-hik!"
Wanita itu tertawa geli. Yo Han tidak merasa malu, hanya memandang dengan sikap sungguh-sungguh.
"Aku tidak belajar silat dari mereka, melainkan kepandaian lain yang lebih berguna. Akan tetapi aku tidak berbohong. Mereka amat lihai, Bibi, dan engkau bukanlah tandingan mereka"