"Sian Li, sekarang katakan, engkau ingin apa? Katakan apa yang kau inginkan dan aku akan mengambilnya untukmu. Katakan, adikku sayang."
Yo Han membelai rambut kepala adiknya. Sian Li berloncatan girang dan bertepuk tangan.
"Betul, Suheng? Kau mau mengambilkan yang kuingini? Aku ingin itu, Suheng...."
Ia menunjuk ke arah pohon yang tumbuh dekat situ.
"Itu apa?"
Yo Han memandang ke arah pohon itu. Pohon itu tidak berbunga. Apa yang diminta oleh Sian Li? Daun?
"Itu yang merah ekornya...."
"Hee? Merah ekornya? Apa...."
"Burung itu, Suheng. Cepat, nanti dia terbang lagi. Aku ingin memiliki burung itu...."
Yo Han menggaruk-garuk kepalanya. Bagaimana mungkin dia dapat menangkap burung yang berada di pohon? Sebelum ditangkap, burung itu akan terbang.
"Aku tidak bisa, Sian Li. Burung itu punya sayap, pandai terbang, sedangkan aku.... lihat, aku tidak bersayap!"
Yo Han melucu sambil berdiri dan mengembangkan kedua lengannya, seperti hendak terbang.
"Uhh! Kalau Ayah atau Ibu, mudah saja menangkap burung di pohon. Suheng kan muridnya, masa tidak bisa?"
Yo Han merangkul adiknya.
"Sian Li, terang saja, aku tidak bisa, dan juga, untuk apa burung ditangkap? Biarkan dia terbang bebas. Kasihan kalau ditangkap lalu dimasukkan sangkar. Itu menyiksa namanya, kejam. Kita tidak boleh menyiksa mahluk lain, adikku sayang...."
"Uuuuu.... Suheng....! Kalau begitu, ambilkan saja itu yang mudah. Itu tuh, yang kuning dan biru...."
Melihat adiknya menunjuk ke arah serumpun bunga yang berwarna merah, dia mengerutkan alisnya.
Yang diminta yang berwarna kuning dan biru. Itu bukan warna bunga,melainkan warna beberapa ekor kupu-kupu yang beterbangan di sekeliling rumpun bunga itu. Adiknya minta dia menangkapkan seekor kupu kuning dan seekor kupu biru! Memang mudah, akan tetapi dia pun tidak suka melakukan itu. Dia tidak suka menyiksa manusia maupun binatang, apalagi kupu-kupu, binatang yang demikian indah dan tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Akan tetapi, untuk menolak lagi permintaan Sian Li, dia pun tidak tega. Maka dia pun pura-pura mengejar kupu-kupu yang beterbangan dengan panik, pura-pura mencoba untuk menangkap dengan kedua tangannya namun tak berhasil dan sebagai gantinya, dia memetik beberapa tangkai bunga merah dan memberikan itu kepada adiknya.
"Wah, kupu-kupunya terbang. Ini saja gantinya, Sian Li. Kembang ini indah sekali. Kalau dipasang di rambutmu, engkau akan bertambah manis."
"Tidak mau....! Aku tidak mau kembang. Aku ingin burung dan kupu-kupu. Aihh.... Suheng nakal. Aku mau kupu-kupu dan burung...."
Sian Li membanting-banting kaki dengan manja lalu menangis. Yo Han menjatuhkan diri berlutut dan merangkul adiknya.
"Dengar baik-baik, adikku sayang. Apakah engkau mau dikurung dalam kurungan, dan apakah engkau mau kalau kaki tanganmu dibuntungi?"
Mendengar ini, Sian Li terheran, dan dengan pipi basah air mata ia memandang kakaknya, tidak mengerti.
"Kau tentu tidak mau bukan?"
Sian Li menggeleng kepala, masih terheran-heran mengapa kakaknya yang biasanya amat sayang kepadanya dan memanjakannya, kini hendak mengurung dan bahkan membuntungi kaki tangannya!
"Bagus kalau engkau tidak mau! Nah, sama saja, adikku sayang. Engkau tidak mau ditangkap dan dikurung, burung itu pun akan susah sekali kalau kau tangkap dan kau masukkan sangkar, dikurung dan tidak boleh terbang bermain-main dengan teman-temannya. Engkau tidak mau dibuntungi kaki tanganmu, juga kupu-kupu itu tidak suka dan merasa kesakitan dan susah kalau sayapnya dipatahkan, kakinya dibuntungi. Kita tidak boleh menyiksa binatang yang tidak bersalah apa-apa, adikku sayang. Kubikinkan boneka tanah liat saja, ya?"
Akan tetapi Sian Li yang manja masih membanting-banting kaki dan mulutnya cemberut, walaupun tidak menangis lagi.
"Suheng katanya mau.... memenuhi semua permintaanku, ternyata semua permintaanku kau tolak...."
Pada saat itu, nampak berkelebat bayangan merah dan tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang wanita yang pakaiannya serba merah! Pakaian berwarna merah ini segera menarik perhatian Yo Han karena adiknya pun sejak hari ulang tahun ke empat itu setiap hari juga memakai pakaian merah! Jadi di situ sekarang berada seorang anak perempuan empat tahun yang pakaiannya serba merah, dan seorang wanita cantik yang juga pakaiannya berwarna merah.
Yo Han memandang penuh perhatian. Ia seorang wanita yang berwajah cantik dan bertubuh tinggi semampai, dengan pinggang yang kecil dan pinggul besar seperti tubuh seekor kumbang. Usianya kurang lebih tiga puluh tahun kalau melihat wajah dan bentuk badannya, pada hal sesungguhnya ia sudah berusia empat puluh tahun! Wajahnya bundar dan putih dilapisi bedak, pemerah bibir dan pipi, juga penghitam alis. Rambutnya digelung ke atas model gelung para puteri bangsawan. Pakaiannya yang serba merah itu terbuat dari sutera yang mahal dan halus dan selain pesolek, wanita itu pun rapi dan bersih, bahkan sepatunya dari kulit merah itu pun mengkilap. Di punggungnya nampak sebatang pedang dengan sarung berukir indah dan ronce-ronce biru yang menyolok karena warna pakaiannya yang merah.
"Heii, anak baju merah, engkau manis sekali!"
Wanita itu berseru dan suaranya merdu.
"Engkau minta burung dan kupu-kupu? Mudah sekali, aku akan menangkapkan burung dan kupu-kupu untukmu. Lihat!"
Wanita itu melihat ke atas. Ada beberapa ekor burung terbang meninggalkan pohon besar dan ada yang lewat di atas kepalanya. Wanita itu menggerakkan tangan kiri ke arah burung yang terbang lewat, seperti menggapai dan.... burung itu mengeluarkan teriakan lalu jatuh seperti sebuah batu ke bawah, disambut oleh tangan kiri wanita itu.
"Nah, ini burung yang kau inginkan, bukan?"
Ia memberikan burung berekor merah yang kecil itu kepada Sian Li yang menerimanya dengan gembira sekali. Yo Han mengerutkan alisnya ketika mendekat dan ikut melihat burung kecil yang berada di tangan adiknya. Burung itu tak dapat terbang lagi, dan ketika mencoba untuk menggerak-gerakkan kedua sayap kecilnya, kedua sayap itu seperti lumpuh dan ada sedikit darah. Tahulah dia bahwa sayap burung itu terluka entah oleh apa. Kini dia menoleh dan melihat wanita itu menggerakkan kedua tangannya ke arah dua ekor kupu-kupu yang beterbangan. Ada angin menyambar dari kedua telapak tangan itu dan dua ekor kupu-kupu itu seperti disedot dan ditangkap oleh kedua tangan itu , diberikan pula kepada Sian Li.
"Nah, ini dua ekor kupu-kupu yang kau inginkan, bukan?"
Sian Li girang sekali.
"Kupu-kupu indah! Burung cantik....!"
Ia sudah sibuk dengan seekor burung dan dua ekor kupu-kupw yang dipegangnya.
"Adik Sian Li, mari kita pergi dari sini!"
Kata Yo Han tak senang dan dia hendak menggandeng lengan adiknya, Akan tetapi tiba-tiba tubuh Sian Li seperti terbang ke atas dan tahu-tahu sudah berada dalam pondongan wanita itu. Sian Li terpekik gembira ketika tubuhnya melayang ke atas.
"Suheng, aku dapat terbang....!"
Tariaknya gembira. Wanita berpakaian merah itu tersenyum dan wajahnya nampak semakin muda ketika ia tersenyum.
"Ya, engkau ikut dengan aku, anak manis, dan aku akan mengajarmu terbang, juga menangkap banyak burung dan kupu-kupu. Engkau suka, bukan?"
"Aku suka! Aku senang....!"
"Sian Li, turun dan mari kita pulang."
Yo Han berkata lagi.
"Tidak, aku ingin ikut bibi ini, menangkap burung dan kupu-kupu, juga belajar terbang!"
"Sian Li...."
Wanita itu mengeluarkan suara ketawa mengejek.
"Anak baik, jadi namamu Sian Li (Dewi)? Nah, mari kita terbang seperti bidadari-bidadari baju merah, hi-hi-hik!"
Yang nampak oleh Yo Han hanyalah bayangan merah berkelebat, dan yang tertinggal hanya suara ketawa merdu wanita itu yang bergema dan kemudian lenyap pula. Wanita berpakaian merah itu bersama Sian Li telah lenyap dari depannya, seolah-olah mereka benar-benar telah terbang melayang, atau menghilang dengan amat cepatnya.
"Sian Li....! Bibi baju merah, kembalikan Sian Li kepadaku!"
Yo Han lari ke sana-sini, berteriak teriak, akan tetapi adiknya tetap tidak kembali, juga wanita yang melarikannya itu tidak kembali. Terpaksa Yo Han lalu cepat berlari kencang, sekuat tenaga, pulang ke rumah gurunya. Sin Hong dan Hong Li terkejut melihat murid mereka itu berlari-lari pulang tanpa Sian Li dan dari wajahnya, nampak betapa murid mereka itu dalam keadaan tegang dan napasnya terengah-engah karena dia telah berlari-lari secepatnya.
"Yo Han, ada apakah?"
Sin Hong menagur muridnya.
"Yo Han, di mana Sian Li?"
Hong Li bertanya dengan mata dibuka lebar, mata seorang ibu yang gelisah mengkhawatirkan anaknya.
"Suhu, Subo.... adik Sian Li.... ia dilarikan seorang wanita berpakaian merah...."
Kata Yo Han dengan napas masih terengah-engah. Suami isteri itu sekali bergerak sudah meloncat dan memegang lengan Yo Han dari kanan kiri.
"Apa? Apa yang terjadi? Ceritakan, cepat!"
Bentak Sin Hong.
"Teecu sedang bermain-main dengan adik Sian Li di tepi sungai ketika tiba-tiba muncul seorang wanita berpakaian merah. Ia menangkapkan burung dan kupu-kupu untuk Sian Li, kemudian ia memondong adik Sian Li menghilang begitu saja."
"Seperti apa wajah wanita itu? Berapa usianya?"
Tanya Hong Li, wajahnya berubah dan matanya menyinarkan kemarahan.
"Ia berusia kurang lebih tiga puluh tahun, Subo, dan semua pakaiannya berwarna merah, sampai sepatunya, dan wajahnya cantik pesolek, di punggungnya nampak pedang dengan ronce biru...."
"Ke mana larinya?"
Tanya Sin Hong.
"Teecu tidak tahu, Suhu. Setelah memondong adik Sian Li, ia lalu menghilang begitu saja, teecu tidak tahu ke arah mana ia lari...."
"Inilah jadinya kalau punya murid tolol!"
Tiba-tiba Hong Li berteriak marah.
"Lima tahun menjadi murid, sedikit pun tidak ada gunanya. Kalau engkau berlatih silat dengan baik, sedikitnya engkau tentu akan dapat melindungi Sian Li dan anakku tidak diculik orang. Anak bodoh, sombong....!."