Kisah Pendekar Pulau Es Chapter 13

NIC

Akan tetapi dia kecelik dan menjadi semakin gelisah ketika pandang mata pemuda itu semakin tajam, seolah-olah hendak menembus jantungnya. Memang Cin Liong menjadi kaget dan marah sekali mendengar disebutnya nama-nama yang sebagian sudah dikenalnya itu. Terutama sekali nama Hek-i Mo-ong yang sudah dikenalnya sebagai seorang tokoh sesat yang luar biasa saktinya. Nama empat yang lain hanya pernah didengarnya saja sebagai kabar angin yang terlalu dilebih-lebihkan. Akan tetapi, kalau yang empat itu kini bergabung dengan Hek-i Mo-ong dan kedudukannya setingkat, berarti bahwa empat orang itupun tentu lihai sekali. Sekarang, mereka berlima itu menghimpun lima puluh orang tokoh sesat dan menuju ke Pulau Es!

"Katakan, mengapa mereka pergi ke Pulau Es?!

"Keluarga Pulau Es sejak dahulu terkenal sebagai keluarga yang banyak menyusahkan kami. Dendam kami bertumpuk-tumpuk. Apalagi kaisar yang sekarang ini amat ketat menekan kami sehingga gerakan kami tersudut. Maka, para pimpinan kami lalu berunding dan mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh dari Korea dan Jepang untuk bersama-sama menyerbu dan membasmi keluarga Pulau Es, kemudian keluarga Istana Gurun Pasir dan semua pendekar yang menonjol di dunia kang-ouw. Setelah mereka itu terbasmi, barulah kami akan dapat bergerak dengan leluasa dan.... aduhh!! Sebuah kayu bakar menyambar dan mengenai kepala si mata satu yang segera terpelanting tak bergerak lagi, pingsan!

Cin Liong lalu melompat kehrar dari dala, bangunan kecil itu, melepaskan kendali kudanya dan menunggang kudanya meninggalkan tempat itu.

"Maafkan, kuda yang baik, terpaksa kita harus melakukan perjalanan lagi secepatnya.! Diapun lalu menuju ke timur untuk menyusul rombongan kaum sesat yang hendak menyerbu Pulau Es itu.

Selama hidupnya, Cin Liong belum pernah mengunjungi Pulau Es. Akan tetapi dia sudah banyak mendengar tentang Pulau Es dari ayah bundanya dan dia dapat mengira-ngira di mana letak pulau itu. Diapun amat menghormati keluarga Pulau Es, karena ayah bundanya amat menghormatinya dan terutama sekali mendengar bahwa ibu kandungnya juga keturunan dari nenek Lulu yang kini menjadi isteri dari Pendekar Super Sakti.

Biarpun belum pernah jumpa, dia banyak mendengar tentang keluarga itu dan sudah sejak lama ada keinginan di hatinya untuk dapat mengunjungi pulau yang amat terkenal dalam dunia kang-ouw sebagai dongeng itu, dan bertemu muka dengan manusia-manusia sakti yang menjadi penghuninya. Kini, mendengar bahwa rombongan besar yang dipimpin oleh para datuk sesat hendak menyerbu Pulau Es, tentu saja dia terkejut dan segera berniat untuk mencegahnya. Atau setidaknya, dia harus dapat mendahului rombongan kaum sesat itu dan memberitahu kepada para penghuni Pulau Es. Nenek Lulu, yaitu nenek dari ibunya, atau nenek buyutnya, tinggal di pulau itu, entah sudah mati ataukah masih hidup karena menurut ibunya, nenek itu tentu sudah tua sekali usianya.

Karena rombongan di depan terdiri dari banyak orang, mudah saja bagi Cin Liong untuk mengikuti jejak mereka dan melakukan pengejaran. Akhirnya, di pantai laut, dia dapat menyusul rombongan itu dan melihat kesibukan mereka mengatur belasan buah perahu layar besar. Dia menyamar sebagai seorang nelayan dan dapat mendekati mereka bersama para nelayan lainnya, bahkan ikut pula membantu dengan pemasangan layar dan sebagainya.

Dia mendapat kenyataan bahwa semua penuturan si mata satu itu benar belaka. Dia mengenal Hek-i Mo-ong dan dia merasa yakin bahwa Raja Iblis itu tidak mengenalnya. Mereka hanya pernah bertemu satu kali saja dan pertemuan itu telah lewat sepuluh tahun. Juga, dia tidak pernah bertanding langsung melawan Raja Iblis ini. Dan empat orang tokoh datuk lainnya belum pernah melihatnya.

Tentu saja di antara para tokoh sesat itu ada yang pernah bertemu dengannya, akan tetapi pertemuan itu terjadi ketika dia berpakaian sebagai seorang panglima. Kini, dengan menyamar sebagai seorang nelayan biasa, tentu saja tidak ada seorangpun di antara mereka yang tahu bahwa nelayan muda itu adalah Jeuderal Kao Cin Liong! Dan Cin Liong melihat pula adanya lima orang Korea dan lima orang Jepang yang sikapnya kasar-kasar, tanda bahwa mereka itupun dari golongan sesat di negara mereka yang kini bergabung dengan gerombolan Raja Iblis untuk menyerbu Pulau Es! Agaknya orang-orang Korea dan Jepang inilah yang akan menjadi petunjuk jalan.

Ketika akhirnya dua belas buah perahu layar besar itu berlayar, sebuah perahu nelayan kecil juga berlayar mengikutinya. Di dalam perahu nelayan ini terdapat Cin Liong yang memakai caping lebar menyamar sebagai nelayan. Karena di situ banyak terdapat perahu-perahu nelayan, maka kehadiran perahu Cin Liong ini tidak menarik perhatian, dan dia dapat membayangi rombongan itu dengan leluasa.

Pada hari ke tiga, barulah rombongan itu tiba di daerah di mana terdapat pulau-pulau kecil dan mereka itu berputar-putar seperti mencari-cari. Dan akhirnya, dari perahu kecilnya, Cin Liong melihat mereka menuding-nuding ke arah sebuah pulau yang kelihatan sebagian putih karena pulau itu sebagian tertutup es! Melihat semua orang berkumpul di atas perahu-perahu besar itu menuding-nuding ke arah pulau, Cin Liong merasa yakin bahwa tentu itulah yang dinamakan Pulau Es!

Malam itu, dua belas buah perahu berhenti dan membuang jangkar, tidak berani melanjutkan perjalanan karena daerah itu berbahaya, banyak terdapat bukit-bukit es yang mengambang dan dapat tertabrak perahu. Apalagi malam itu gelap sekali. Cin Liong juga menghentikan perahunya dan melepas jangkar, berlindung di belakang sebuah bukit es. Akan tetapi, pada keesokan harinya, sebelum terjadi kesibukan di perahu-perahu besar itu, dia sudah mendahului mereka dan mendayung perahunya menuju ke pulau itu.

Pagi itu masih gelap, kabut tebal menyelimuti pulau sehingga dengan mudah Cin Liong dapat mendarat. Dengan berindap-indap dia mendaki tebing pulau itu. Sebuah pulau batu karang yang sebagian tertutup salju. Akan tetapi, setelah tiba di tebing yang paling tinggi, yaitu di bagian barat pulau, dan memandang ke sekeliling, dia tidak melihat adanya bangunan! Padahal, menurut penuturan orang tuanya, katanya di tengah pulau itu terdapat sebuah bangunan besar yang kuno, yang disebut Istana Pulau Es! Benarkah ini pulau itu? Kalau benar, mana istananya?

Dia berada di puncak tebing itu, menanti sampai sinar matahari pagi perlahan-lahan mengusir kabut yang menghalangi pandangannya. Cuaca menjadi semakin terang dan dia dapat melihat jelas, akan tetapi bukan istana yang dilihatnya, melainkan serombongan orang yang mendaki tebing itu dari berbagai jurusan dengan gerakan cepat dan lincah! Dia terkejut sekali, akan tetapi tidak melihat jalan untuk menyembunyikan diri.

Ketika dia berlari ke kiri, dari situpun sudah nampak beberapa orang berlarian naik, demikian pula dari kanan dan depan, sedangkan di sebelah belakangnya adalah tebing curam yang tidak mungkin dapat dituruninya. Tebing itu amat curam, dalamnya tidak karang dari seratus meter dan di bawah tebing itu nampak air laut menggelora dan menghantami dinding tebing sehingga menjadi lekuk dalam seperti guha besar.Cin Liong lalu bersikap pura-pura sebagai seorang nelayan yang tersesat ke pulau itu. Maka dia sengaja bersikap terang dan pura-pura tidak tahu bahwa ada orang-orang naik ke puncak tebing itu dari tiga jurusan. Setelah mereka dekat, barulah dia pura-pura kaget, memandang dan bangkit berdiri.

"Cu-wi siapakah dan hendak pergi ke manakah?! Cin Liong bertanya dengan muka bodoh.

"Siapa engkau?! bentak seorang di antara mereka yang usianya tidak kurang dari enam puluh tahun dan bersikap galak.

"Saya seorang nelayan yang kemalaman dan terpaksa bermalam di sini dan....!

"Tangkap pembohong ini! Dia tentu mata-mata Pulau Es!!

Empat orang menerjang maju hendak menangkap Cin Liong. Pemuda ini maklum bahwa sekali tertawan, tentu dia akan celaka. Orang-orang ini adalah gembong-gembong kaum sesat yang kejam. Andaikata dia benar seorang nelayan biasa yang tidak berdosa sekalipun tentu akan celaka kalau tertawan oleh mereka, apalagi dia yang hanya seorang nelayan palsu. Maka begitu empat orang itu menerjang maju, diapun bergerak cepat dan menggerakkan kaki tangannya.

Dua orang terkena tamparannya dan terpelanting, akan tetapi yang dua orang lagi agaknya cukup lihai sehingga dapat mengelak dengan cepat! Dan mereka semua kini merasa yakin bahwa pemuda tampan itu bukan nelayan biasa, maka terjadilah pengeroyokan di atas puncak tebing karang itu! Cin Liong mengamuk untuk mempertahankan diri dan segera dia memperoleh kenyataan betapa para pengeroyok itu sungguh bukan orang sembarangan, melainkan rata-rata memiliki ilmu silat yang tangguh!

Dan mereka itu menyerangnya secara bertubi-tubi, mempergunakan senjata-senjata yang ampuh. Sedikitnya ada dua puluh orang yang menyerangnya. Cin Liong adalah seorang panglima yang sudah seringkali melakukan pertempuran dan menghadapi pengeroyokan-pengeroyokan. Namun, harus diakuinya bahwa baru sekali ini dia menghadapi pengeroyokan orang-orang yang lihai ilmu silatnya. Bagaimanapun juga, tingkat kepandaian para pengeroyok itu masih jauh di bawah tingkatnya, maka biarpun dia hanya bertangan kosong menghadapi puluhan batang senjata tajam, dia masih mampu mempertahankau diri dan merobohkan beberapa orang lagi, dan hanya pakaiannya saja yang robek tergores senjata tajam sedangkan luka ringan dideritanya pada pahanya yang tergores pedang pada saat paha itu tidak dilindungi sin-kang.

Pemuda ini adalah putera tunggal Naga Sakti Gurun Pasir, maka tentu saja sin-kangnya sudah kuat sekali dan dia dapat melindungi tubuhnya dengan hawa yang amat kuat terhadap serangan senjata tajam. Akan tetapi, pengerahan tenaga itu tentu saja tidak mungkin dilakukan terus-menerus dan pada saat kosong itulah pahanya tergores pedang tadi. Lukanya mengucurkan darah, akan tetapi tidak membuat gerakannya menjadi lemah, bahkan sebaliknya, dia mengamuk makin ganas bagaikan seekor naga mengamuk.

Akan tetapi, tiba-tiba muncul dua orang kakek yang begitu menyerangnya membuat pemuda ini terhuyung-huyung. Mereka itu adalah Hek-i Mo-ong sendiri dan seorang saikong yang mukanya brewokan dan yang memegang sebatang thi-pian (cambuk besi) berekor lima. Orang ini bukan lain adalah Ngo-bwe Sai-kong yang lihai, ketua dari Im-yang-pai.

Posting Komentar