"Kalian ini adalah orang-orang tua yang sudah mencukur gundul rambut dan memakai jubah pendeta!"
Teriak Ciang Sun, pemuda yang bertubuh tinggi besar.
"Akan tetapi tindakan kalian seperti penjahat-penjahat keji saja, hendak memaksakan kehendak kepada orang lain dengan jalan menjatuhkan fitnah keji!"
"Totiang, silakan mundur, biarlah kami berdua yang menghadapi pendeta tersesat ini!"
Kata Kok Han. Sementara itu, dua orang pendeta Lama itu saling pandang, kemudian mereka menghadapi dua orang pemuda itu dengan alis berkerut. Si codet menyapu dua orang pemuda itu dengan pandang matanya yang liar dan tajam seperti mata harimau, dan suaranya terdengar parau dan penuh teguran.
"Hemm, kalian ini bocah-bocah ingusan dari mana berani mencampuri urusan orang-orang tua? Mengingat kalian masih kanak-kanak, biarlah pinceng berdua memaafkan perbuatan kalian yang lancang ini. Pergilah sebelum kami kehilangan kesabaran."
"Kami bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain, akan tetapi kami juga bukan orang yang dapat membiarkan saja terjadinya kesewenang-wenangan dan penindasan. Sejak pertama kali menjadi murid Kun-lun-pai, kami sudah digembleng untuk menentang kejahatan seperti yang kalian lakukan sekarang ini!"
Kata pula Ciang Sun yang tinggi besar, bertenaga raksasa dan mukanya yang persegi membuat dia nanpak gagah sekali. Kok Han bertubuh sedang, wajahnya bulat dan tampan, apalagi dihias brewok yang terpelihara rapi, membuat diapun nampak gagah. Dua orang Lama itu saling pandang dan tertawa, lalu Lama yang mukanya bopeng berkata,
"Ha-ha-ha, sejak kapankah Thian Hwa Tosu ikut-ikutan mencampuri urusan kami dan berani menentang para Lama dari Tibet?"
Lama yang mukanya terhias codet memandang kepada dua orang pemuda itu dengan mata mencorong, lalu berkata,
"Kalian dua orang anak kecil cepat kembali ke Kun-lun-pai dan sampaikan kepada ketua kalian bahwa kami, Lima Harimau dari Tibet, tidak ingin melihat Kun-lun-pai mencampuri urusan pribadi kami. Katakan bahwa kami berdua, Thay Ku Lama dan Thay Si Lama, yang menyuruh kalian!"
"Kami tidak diperintah oleh Suhu! Kun-lun-pai tidak tahu menahu akan tindakan kami ini! Kami bertindak atas nama sendiri yang tidak rela melihat kalian mempergunakan kekerasan bertindak sewenang-wenang. Kalau kalian membebaskan totiang ini, baru kami mau sudah!"
Kata Ciang Sun.
"Siancai....! Ji-wi kong-cu (kedua tuan muda) harap berhati-hati dan jangan membela pinto karena hal itu membahayakan keselamatan ji-wi sendiri,"
Kata tosu itu dengan wajah khawatir.
"Biarlah totiang, kami yang bertanggung jawab,"
Kata Ciang Sun, sedangkan Kok Han sudah melangkah maju menghadapi dua orang pendeta Lama itu.
"Sekali lagi, kami harap kalian pendeta-pendeta tua yang sepatutnya mencari kebaikan dan melaksanakan kebaikan di dunia ini, suka membebaskan totiang ini agar kami dua orang muda tidak perlu turun tangan mempergunakan kekerasan!"
Berkata demikian, Kok Han sudah memasang kuda-kuda dan kedua tangannya dikepal. Juga Ciang Sun sudah berdiri di sebelahnya, juga memasang kuda-kuda, siap untuk bertanding! Kembali dua orang Lama itu saling pandang, kemudian mereka tertawa dan Thay Si Lama yang bermuka bopeng berkata dengan nada mengejek,
"Kami tidak akan membebaskan dia, dan hendak kami lihat kalian ini tikun-tikus cilik dari Kun-lun-pai dapat melakukan apakah?"
Ini merupakan tantangan dan tentu saja dua orang pemuda Kun-lun-pai itu menjadi marah, apalagi mereka disebut tikus-tikus cilik Kun-lun-pai yang berarti menghina pula perkumpulan mereka.
"Engkau memang Pendeta sesat yang jahat!"
Bentak Ciang Sun sambil menyerang Thay Si Lama si muka bopeng.
"Kalian memang patut dihajar agar tidak membikin kacau lagi di daerah Kun-lun-pai!"
Bentak Kok Han yang juga sudah menerjang Thay Ku Lama, yaitu pendeta Lama yang bermuka codet.
"Plak! Plak!"
Pukulan dua orang pemuda itu sama sekali tidak ditangkis oleh dua oraag Lama itu, bahkan diterima dengan dada terbuka.
Kepalan kanan dua orang pemuda itu dengan tepat mengenai dada mereka, akan tetapi apa yang terjadi? Dua orang pemuda itu terpental ke belakang dan terbanting roboh bergulingan! Ketika bangkit kembali, mereka menyeringai kesakitan karena kepalan tangan kanan mereka telah menjadi bengkak dan membiru! Dasar orang muda yang kurang pengalaman. Hal itu tidak membuat mereka menjadi jera, bahkan mereka merasa penasaran sekali. Dengan tangan kiri, mereka mencabut pedang dari pinggang masing-masing dan mereka berduapun menyerbu ke depan, menusukkan pedang mereka ke arah dada dua prang pendeta Lama itu, Kini dua orang pendeta Lama itu menggerakkan tangan, menyambut pedang itu dengan tangan telanjang. Pedang dari dua orang pemuda itu bertemu dengan telapak tangan mereka yang mencengkeram.
"Krekkk! Krekkk!"
Dua batang pedang itu patah dan hancur dalam cengkeraman dua orang kakek Lama itu dan sebelum dua orang pemuda itu hilang rasa kaget mereka, Thay Ku Lama si muka codet sudah melangkah maju, dua kali tangannya bergerak ke arah pundak dua orang murid Kun-lun-pai itu dan merekapun roboh terjungkal dan tidak mampu bergerak lagi karena jalan darah mereka telah tertotok! Mereka telentang dan hanya dapat memandang dengan mata melotot. Thay Si Lama yang mukanya bopeng mencela temannya.
"Suheng, kenapa tidak habiskan saja mereka ini? Dari pada kelak menjadi penyakit, biar kuhabiskan saja nyawa mereka!"
Berkata de-mikian, Thay Si Lama melangkah maju dan tangannya sudah bergerak hendak memberi pukulan maut kepada dua orang murid Kun-lun-pai yang sudah tidak berdaya itu.
"Siancai...., kalian terlalu kejam, tidak mungkin pinto tinggal diam saja!"
Tiba-tiba kakek yang berpakaian putih dan rambutnya yang putih digelung ke atas itu sudah berkelebat dan nampak bayangan putih, tahu-tahu pukulan yang dilepaskan Thay Si Lama ke arah dua orang pemuda itu telah tertangkis.
"Dukkk!"
Dua lengan bertemu dan akibatnya, Thay Si Lama terdorong ke belakang dan terhuyung. Kini mereka berdua berdiri menghadapi tosu itu dan muka Thay Si Lama yang bopeng itu menjadi merah padam.
"Omitohud, bagus sekali! Sekarang Pek In Tosu unjuk gigi dan melawan kami!"
Kata Thay Ku Lama si muka codet sambil menyeringai mengejek.
"Mengapa tadi pura-pura alim dan sama sekali tidak melakukan perlawanan?"
"Siancai....! Sudah puluhan tahun kami para pertapa mencoba untuk melenyapkan semua bentuk nafsu, dan kami pantang mempergunakan kekerasan. Akan tetapi, melihat betapa kalian hendak membunuh dua orang muda yang sama sekali tidak berdosa, bagaimana mungkin pinto mendiamkannya saja? Kalian telah menghajar dua orang bocah ini untuk kelancangan mereka, akan tetapi kenapa hendak kalian bunuh? Apakah kalian juga sudah siap untuk menentang Kun-lun-pai?"
"Pek In Tosu, semua orang tahu bahwa engkau adalah seorang di antara Himalaya Sam Lojin yang kabarnya memiliki ilmu kesaktian luar biasa. Akan tetapi jangan mengira kami Lima Harimau Tibet akan gentar menghadapimu. Nah, keluarkanlah kesaktianmu karena kami hendak membunuh engkau dan juga dua orang bocah ini!"
Kata Thay Ku Lama dan pendeta Lama yang mukanya codet dan perutnya gendut itu tiba-tiba memasang kuda-kuda yang aneh, yaitu seperti orang berjongkok, kedua lengan ditekuk dengan tangan membentuk cakar, telentang di kanan kiri dada, dan perutnya yang gendut itu makin lama semakin menggembung ketika dia menyedot napas sebanyaknya sampai keluar suara angin berdesis. Lalu dari dalam perutnya terdengar suara "kok-kok!"
Dan kedua tangan yang tadinya telentang itu kini menelungkup perlahan-lahan, seluruh tubuhnya tergetar dan seluruh syarafnya menegang karena dia siap melancarkan pukulan maut yang amat dahsyat.
Agaknya, menghadapi seorang di antara Himalaya Sam Lojin, Lama yang mukanya codet dan perutnya gendut ini hendak mengeluarkan ilmu simpanannya agar dengan sekali pukul atau sekali serang dia sudah akan mampu merobohkan lawannya yang dia duga tentu lihai sekali. Diam-diam Pek In Tosu terkejut. Dia sudah pernah mendengar akan ilmu yang kini diperlihatkan lawannya itu. Itu adalah sejenis pukulan jarak jauh yang mengandalkan sin-kang dan khi-kang, yang dinamakan Hek-in Tai-hong-ciang (Tangan Sakti Awan Hitam dan Badai). Dari perut gendut yang menggem-bung itulah datangnya dorongan tenaga sakti yang amat ampuh. Maklum bahwa lawan telah mengeluarkan ilmu simpanannya, siap menyerangnya, Pek In Tosu berkata lembut.
"Siancai...., pinto melanggar pantangan, semoga mendapat pengampunan....!"