"Bi Sian, engkau berkelahi? Mengapa? Ceritakan apa yang terjadi dan mengapa pula wajah Sie Liong bengkak-bengkak, dan mengapa pula barang belanjaan kotor berantakan dan ada yang hilang?"
Lan Hong yang merasa kasihan melihat adiknya yang bongkok itu mukanya bengkak-bengkak dan kelihatan kesakitan, lalu berkata,
"Biarkan mereka duduk. Sie Liong, engkau minumlah dulu, engkau juga Bi Sian."
Kedua orang anak itu minum air teh yang tersedia di atas meja, kemudian mereka berempat duduk menghadapi meja. Bi Sian lalu mulai bercerita.
"Ketika kami pulang dari pasar, di jalan yang sepi dekat ladang itu kami dihadang oleh lima orang anak laki-laki yang usianya kurang lebih lima belas tahun, ayah. Mereka itu anak-anak nakal. Mereka menggoda dan memaki paman Liong, mengataken paman monyet bongkok. Paman diam saja, akan tetapi aku yang tidak kuat menahan. Aku balas memaki mereka, bahkan aku lalu memukul mereka. Mereka lalu memukuli paman Liong yang tidak melawan. Aku menjadi marah dan aku lalu berkelahi dengan mereka, sementara paman Liong masih dipukuli. Akhirnya, aku berhasil mengusir mereka, ayah. Barang belanjaan menjadi kocar-kacir, lima ekor ayam itu terlepas dan kami hanya dapat menemukan kembali tiga ekor saja. Aku yang berkelahi, ayah, akan tetapi lima orang anak itu jahat seperti setan. Apa lagi yang seorang, yang jangkung dan berjerawat mukanya. Kata orang, dia itu anak komandan keamanan di kota ini, ayah."
"Apa? Putera Lu Ciangkun (Perwira Lu)?"
Sun Kok bertanya kaget sekali.
"Kalau begitu anak itu adalah Lu Ki Cong!"
"Kami tidak tahu namanya, ayah, hanya ada seorang kakek di jalan yang memperingatkan aku bahwa anak itu adalah putera komandan pasukan keamanan di Sung-jan."
"Aiih!"
Yauw Sun Kok menepuk pahanya sendiri. Tentu saja dia mengenal baik Lu Ciangkun! Perwira itu bukan saja sahabat baiknya, bahkan di antara mereka pernah timbul percakapan tentang memperjodohkan anak masing-masing satu sama lain. Perwira itu hanya mempunyai seorang anak saja, yaitu anak laki-laki bernama Lu Ki Cong. Biarpun belum diresmikan, bahkan isterinya sendiri belum diberitahu hal itu, di antara kedua orang itu seperti sudah ada ikatan. Dan sekarang, mereka berkelahi! Lalu dia memandang kepada Sie Liong, dan bertanya kepada puterinya.
"Bi Sian, coba ceritakan lagi yang jelas. Apa yang menjadi sebab perkelahian itu? Mengapa mereka itu menggoda dan mengganggu Sie Liong?"
Bi Sian bersungut-sungut,
"Anak jerawatan itu mengatakan bahwa tidak pantas paman Liong mengantar aku ke pasar. Katanya dia yang mengantar, dan dia mengusir paman Liong. Ketika aku marah dan memakinya, dia malah memukuli paman Liong bersama teman-temannya."
Ah, kini mengertilah Sun Kok. Anak sahabatnya itu cemburu! Tentu saja! Agaknya anak itu telah diberitanu oleh orang tuanya bahwa dia akan dijodoh-kan dengan Bi Sian, maka begitu melihat Bi Sian berjalan dengan Sie Liong, anak itu cemburu dan iri! Pantas kalau begitu, dan Sun Kok lalu tertawa bergelak. Tentu saja isterinya menjadi heran, juga Bi Sian memandang ayahnya dengan mata terbelalak.
"Mengapa ayah tertawa?"
Tanyanya berani. Sun Kok masin tertawa bergelak. Mendengar pertanyaan puterinya itu, dia berkata sambil tersenyum.
"Ha-ha, dia cemburu! Lu Ki Cong itu mencemburukan engkau dan Sie Liong! Ha-ha, bagaimana dia bisa cemburu? Sie Liong adalah seorang anak cacat.... eh, dia kan pamanmu sendiri! Apakah dia tidak kau beri tahu?"
Bi Sian menjadi penasaran.
"Sudah kuberitahu bahwa dia pamanku. Akan tetapi kenapa dia cemburu, ayah? Ada hak apa dia cemburu?"
Yauw Sun Kok masih tersenyum.
"Tentu dia sudah mendengar dari ayahnya akan rencana ayahnya dan aku menjodohkan engkau dengan dia...."
"Ayah....!"
Bi Sian berteriak, matanya terbelalak memandang ayahnya, alisnya berkerut. Sejenak anak ini memandang ayahnya dengan muka merah dan mata merah, akan tetapi ia lalu lari masuk ke dalam kamarnya. Melihat ini, Sie Liong yang sejak tadi menundukkan mukanya, lalu mengundurkan diri ke dapur membawa barang-barang belanjaan untuk menyerahkan kepada pelayan di dapur.
"Aih, Sian-ji masih kanak-kanak, baru juga sebelas tahun usianya. Bagaimana kau bicara tentang perjodohan dengan ia yang belum mengerti apa-apa itu?"
Sie Lan Hong menegur suaminya. Suaminya hanya tersenyum.
"Kalau tidak ada peristiwa perkelahian itu, tentu aku belum akan menceritakan kepadanya. Apa lagi, ikatan jodoh itu baru merupakan omong-omong antara kawan saja, belum resmi mereka meminang. Karena itu, engkaupun belum kuberitahu. Bagaimana juga, Lu-ciangkun adalah sahabatku. Peristiwa perkelahian antara ke dua orang anak yang kami ingin jodohkan itu sungguh membuat hatiku tidak enak. Apa lagi kalau sampai puteranya terluka oleh tangan Bi Sian yang galak. Biarlah aku pergi ke sana untuk minta maaf."
Yauw Sun Kok lalu pergi dari rumahnya, mengunjungi rumah Komandan Lu. Sie Lan Hong lalu memasuki kamar puterinya, disambut oleh anaknya yang matanya merah karena menangis. Melihat ibunya, Bi Sian lalu bertanya dengan wajah bersungut-sungut.
"Ibu, aku tidak sudi dijodohkan dengan tikus jerawatan itu!"
"Eh? Tikus Jerawatan yang mana?"
Ibunya bertanya heran karena memang tidak mengerti.
"Itu, anak bengal putera Lu-ciangkun! Benarkah aku akan dijodohkin dengan dia, ibu? Kalau benar, aku akan minggat saja!"
"Hushhh, itu hanya kelakar ayahmu dan sahabatnya saja. Belum ada pinangan resmi dan kalau ada pinangan, tentu ayahmu akan mengajak aku berunding, dan engkaupun akan kuberitahu. Sudahlah, jangan marah. Karena perkelahian itu, ayahmu merasa tidak enak terhadap Lu-ciangkun yang menjadi sahabat baiknya dan sekarang dia pergi ke sana untuk minta maaf."
"Ayah pergi ke rumahnya? Celaka....!"
Akan tetapi Bi Sian segera menutup mulut dengan tangan. Terlambat. Ibunya sudah mendengar ucapan itu dan melihat sikap puterinya, Lan Hong merasa curiga.
"Sian-ji, ada apakah? Mengapa engkau terkejut dan gelisah mendengar ayahmu pergi ke rumah Lu-ciangkun? Mengapa engkau mengatakan celaka tadi?"
Bi Sian maklum bahwa kalau ayahnya pergi ke rumah tikus jerawatan itu, tentu ayahnya akan mendengar segalanya dan ibunya akhirnya juga akan tahu. Lebih baik ia lebih dulu memberitahukan ibunya dan menarik ibunya di fihaknya agar membela ia dan pamannya.
"Ibu, aku tadi.... berbohong kepada ayah, maka aku kaget mendengar ayah pergi ke rumah komandan itu,"
Katanya mengaku.
"Bohong? Bohong bagaimana, Bi Sian?"
"Aku memang berkelahi dengan lima orang anak nakal itu, akan tetapi aku telah mereka tangkap dan tidak berdaya. Mereka lalu memukuli paman Sie, dan melihat aku ditangkap, paman Sie lalu mengamuk dan lima orang itu dia hajar sampai luka-luka dan mereka semua melarikan diri."
"Sie Liong? Tidak mungkin!"
Kata Sie Lan Hong. Bagaimana adiknya yang bongkok dan lemah itu dapat mengalahkan lima orang anak nakal yang lebib besar?
"Benar, ibu. Aku tidak berbohong,"
Bi Sian lalu menceritakan semua yang telah terjadi. Betapa lima orang anak nakal itu menghina Sie Liong akan tetapi pamannya itu diam saja. Ialah yang marah-marah dan memukul, akhirnya tiga orang anak memegangi kaki tangannya dan dua orang anak memukuli Sie Liong. Akhirnya Sie Liong mengamuk dan berhasil menolongnya dan mereka berdua lalu menghajar lima orang anak itu sehingga melarikan diri.
"Paman Liong minta kepadaku, agar jangan bercerita kepada ayah dan ibu bahwa dia ikut berkelahi, maka aku lalu berbohong. Akan tetapi sekarang ayah pergi ke sana, tentu tikus jerawatan itu akan mengadu dan menceritakan bahwa paman Liong yang memukulnya."
Sie Lan Hong masih bingung dan heran.
"Tapi.... tapi.... Sie Liong cacat dan lemah....."
Biarpun matanya masih merah oleh tangisnya tadi, kini Bi Sian tersenyum, senyum bangga bahwa hanya ialah satu-satunya orang yang tahu akan rahasia pribadi Sie Liong.
"Jangan ibu kira bahwa paman Li-ong seorang yang lemah! Selama ini dia mempelajari semua ilmu silat yang diajarkan ayah kepadaku, dan dia bahkan lebih lihai dari pada aku, ibu. Ketika dia melawan anak-anak nakal itu, hebat bukan main!"
Terkejutlah hati Sie Lan Hong mendengar ini. Adiknya mempelajari ilmu silat! Ah, jantungnya berdebar penuh ketegangan.
Hal itulah yang amat dibenci suaminya, dikhawatirkan suaminya. Ia tahu benar bahwa suaminya ingin melihat Sie Long sebagai seorang anak cacat yang lemah, yang tidak mungkin untuk melakukan kekerasan. Ada alasan yang amat kuat mengapa suaminya menginginkan Sie Liong menjadi anak lemah. Tentu agar anak itu kelak tidak mempunyai pikiran untuk membalas dendam! Perih rasa hati Lan Hong. Ia sendiri seringkali termenung dan merasa berdosa kepada ayah ibunya. Ayah ibunya dibunuh oleh Yauw Sun Kok, biarpun dengan alasan untuk membalas kematian isteri pertama suaminya itu. Dan ia terpaksa menyeralkan diri kepada Sun Kok demi menyelamatkan adiknya. Akan tetapi akhirnya ia jatuh cinta kepada suaminya ini, apa lagi setelah ia melahirkan seorang anak. Iapun tidak menginginkan terjadi permusuhan antara Sie Liong dan suaminya. Akan tetapi, kini terjadi peristiwa itu dan suaminya tentu akan marah sekali mendengar bahwa Sie Liong telah mempelajari ilmu silat.