Jago Pedang Tak Bernama Chapter 01

NIC

Sejak hari kemarin kota Sauwciu berbeda dengan biasanya.

Banyak tamu dari uar kota membanjiri kota itu.

Penginapan-penginapan besar kecil penuh, bahkan banyak tamu tak mendapat kamar dan terpaksa tidur di kelenteng, dan ada pula yang bermalam di rumah kenalan atau akeluarganya.

Sebagian besar dari para tamu terdiri dari orang-orang kasar dan orang-orang dari kalangan persilatan, bahkan banyak yang datang dari rimba hijau dan jagoan-jagoan terkenal di kalangan kangouw.

Di hotel Lim an saja orang melihat Boan Hong si Macan dari Simsee yang terkenal namanya di seluruh propinsi, apalagi di hotel-hotel besar seperti Ang hwa Likoan dan Bun toa Likoan.

Menurut kata orang-orang di kedua penginapan besar itu orang melihat Cin Ouw Bu Kauwsu, Guru silat dari selatan yang terkenal dengan ilmu toyanya, juga Bin Lok Ong si Garuda Terbang, jagoan dari cabang Go bi yang namanya menggemparkan kalangan kangouw karena pernah mengobrak-abrik sarang perampok di bukit Lun san seorang diri saja.! Tak heran penduduk kota Sauwciu menjadi gempar karena datangnya tamu-tamu terkenal itu.

Banyak orang, terutama yang gemar akan persilatan, berkeliling kota melihat-lihat kalau-kalau berjumpa dengan seorang jagoan, untuk belajar kenal atau untuk mencari guru.

Para ahli silat itu datang kekota Sauwciu dengan semacam maksud, yakni mengunjungi Pek thou houw Lim San si Harimau Kepala Putih.

Lim San merayakan hari kelahirannya yang kelima puluh dan menurut berita angin kabarnya pada kesempatan itu juga ia ingin memilih mantu.

Sedangkan puterinya, Lim Giok Lan siocia sudah sangat terkenal kecantikannya dan kepandaian silatnya.

Juga gadis itu terkenal pandai dalam hal ilmu kesusastraan.

Maka kesempatan ini tak dilewatkan begitu saja oleh para jagoan tua muda untuk datang mengunjungi Lim San.

Yang tua mengingat karena persahabatannya dengan Lim San dan mengindahkan orang tua terkenal itu.

Yang muda sekalian hendak mengadu untung.

Siapa tahu kalau akan kejatuhan bintang berupa Lim Giok Lan siocia yang manis.

Pagi-pagi sekali, belum juga matahari memperlihatkan wajahnya, banyak orang berduyun-duyun menuju ke gedung Lim San.

Para tamu untuk mulai kunjungan mereka, para penduduk kota untuk melihat keramaian.

Di depan gedung dipasang tarub lebar dan di tengah-tengah pelataran depan telah dibangun sebuah panggung lui tai, yakni tempat orang mengadu silat yang tingginya kurang lebih dua atau tiga tombak.

Si Harimau Kepala Putih Lim San berdiri di depan pintu menyambut datangnya para tamu.

Ia adalah seorang tua tinggi kurus yang rambut dan kumisnya telah putih seluruhnya.

Kulit mukanya putih pula, maka pantas ia mendapat sebutan si Harimau Kepala Putih.

Jubahnya dari sutera biru dan kelihatan gagah sekali.

Lim Seng, kakak Lim siocia, atau putera satu-satunya dari Lim San, ikut pula menyambut tamu.

Ia seorang pemuda bertubuh tegap dan gagah, pantas menjadi putra si Harimau Kepala Putih.

Tuan rumah dan puteranya tersenyum-senyum gembira dan membongkokkan badan memberi hormat kepada mereka yang datang berkunjung.

Karena banyaknya kenalan dan tamu, mereka tidak tahu lagi siapakah yang datang dengan undangan dan siapa yang tidak.

Pokoknya bagi mereka, asal ada orang masuk, ia tentu tamu mereka.

Kaum Cianpwe, yakni golongan jago-jago tua yang terkenal seperti Cin Ouw Bu Kauwcu, Bin Lok Ong si Garuda Terbang, Ang Cit Kwan si Tongkat Buntung, Hwat Lai jagoan dari cabang Siauw lim dan banyak yang lain mendapat tempat duduk terhormat.

Mereka ini semua terdiri dari orang-orang tua yang namanya sudah terkenal.

Ketika pesta sedang berjalan meriah, tiba-tiba penjaga pintu melaporkan bahwa ada seorang tamu muda minta tuan rumah keluar menyambut.

Orang-orang heran mendengar hal ini, karena setelah tuan rumah sibuk melayani para tamu, maka yang mewakilinya menyambut tamu ini begitu tak tahu adap minta tuan rumah keluar sendiri menyambut? semua orang menengok dengan tak senang, tapi Lim San yang sabar dan peramah segera keluar dengan wajah berseri-seri.

Sesampainya di pintu, ia lihat seorang pemuda yang berwajah cakap dengan mata agak kebiru-biruan berdiri dengan sikap sombong di luar pintu.

Di pinggangnya tergantung pedang panjamg dan pakainannya berwarna merah berkembang, mewah sekali.

Lim San segera memberi hormat yang dibalas dengan sikap jumawa sekali oleh tamunya.

"Selamat datang, selamat datang.

Kukira siapa, tidak tahunya Sim hiante yang datang.

Dan mana Sim Lo-Enghiong, ayahmu? Mengapa tidak datang?" tanyanya dengan wajah manis.

"Ayah tidak ada waktu untuk datang dan minta aku datang mewakilinya.

Bagaimana, Lim lopek banyak baik?" kata tamunya dengan kata-kata yang sebenarnya jauh dari pada pantas dan sopan.

Tapi Lim San tetap bersenyum.

"Baik, baik, terima kasih.

Mari silahkan masuk, Sim hiante." Dengan hormat sekali ia pimpin tamunya yang muda itu ketempat yang tertinggi dimana para Cianpwe duduk berkumpul.

Semua mata menengok kearahnya, yang muda-muda iri dan panas hati, yang tua-tua heran dan ingin sekali tahu.

Bin Lok Ong si garuda Terbang yang duduk dekat Ang Cit Kwan si Tongkat Buntung, berbisik kepada kawannyaini, "Loheng, tahukah kau siapa pemuda ini? ia adalah putera tunggal dari Sim Boan Lip Pangcu yang bernama Sim Tek Hin.

Kabarnya ilmu silatnya bahkan melebihi ayahnya, demikianpun kesombongannya dan kekejamannya.

Kalau tidak salah, Kang Lam Sianghiap itu sepasang pendekat dari Kanglam telah mati di tangan anak muda ini dalam suatu pertempuran karena memperebutkan seorang bunga raja di kota Kunciauw.

Ang Cit Kwan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Hm, kalau ayahnya sudah begitu lihai, tentu ia ini hebat sekali.

Dan kalau ia lebih kejam dari ayahnya, waah, akan ramai hari ini.

Kulihat ia membawa sikap yang agaknya akan menimbulkan onar." Sementara itu, Sim Tek Hin duduk diatas sebuah kursi dengan sikap sombong dan melayangkan pandangan matanya kepada para Cianpwe itu dengan tak ambil peduli, Seakan-akan para jago tua itu hanyalah patung-patung tak berarti baginya.

Tiba-tiba kedua matanya berhenti bergerak dan memandang kearah Cin Ouw Hu kauccu dan dari kedua matanya yang agak kebiru-biruan itu keluar cahaya marah.

Cin Kauwcu pun memandangnya sejenak, tapi segera buang muka untuk bicara dengan kawan duduknya.

Tuan rumah dengan hormat sekali melayani tamu baru ini dan pestapun berjalan lancer dan meriah sekali.

Dari sana sini mulai trdengar orang-orang mengucapkan kata-kata selamat kepada tuan rumah yang disambut dengan hormat dan berterima kasih dari fihak tuan rumah.

Setelah arak hangat dan wangi diminum empat atau lima putaran LimSan bangun berdiri dan menjuru keempat penjuru kepada para tamunya.

"Cuwi sekalian yang terhormat.

Kami sekeluarga menghaturkan trima kasih atas kehormatan yang diberikan kepada kami dengan kunjungan cuwi yang berharga ini.

Sekarang perkenankanlah saya umumkan sesuatu hal.

Sebagaimana cuwi tentu telah mengtahui atau mendengar bahwa saya mempunyai seorang anak perempuan yang bodoh dan buruk.

Tapi karena ia anak perempuan satu-satunya, maka adatnya menjadi manja.

Banyak lamaran yang datang, tetapi ditolaknya, karena ia hanya mau menjadi istri seorang ahli silat yan kepandaiannya lebih tinggi darinya sendiri, bahkan lebih tinggi dari kakaknya dan ayahnya.

Ah, saya orang tua ini sungguh menjadi pusing, tapi apa boleh buat.

Kini cuwi sekalian telah berkumpul disini, maka saya memberanikan diri untuk mengundang cuwi yang ada minat untuk memasuki sayembara ini.

Barangkali saja anakku yang bodoh dan manja ini akan mendapat jodoh disini, siapa tahu?." Pidato ini disambut dengan tepukan tangan riuh rendah, lebih-lebih dari golongan pemuda.

Mereka sudah gatal gatal tangan hendakikut memasuki sayembara.

Penonton penonton di luarpun merasa gembira hingga ikut bertepuk tangan.

"Cuwi sekalian" tuan rumah menyambung kata-katanya, "sayembara ini tidak terbatas pada para tamu saja, bahkan orang luarpun berhak ikut serta!." Kali ini para penonton menyambutnya dengan sorakan gemuruh.

"Nah, sekarang sebagai permulaan, untuk membuka sayembara ini, puterakuyang bodoh mohon pengajaran dari cuwi sekalian." Atas tanda dari ayahnya, Lim Seng meloncat keatas panggung dengan sambutan tepukan riuh.

Ia merapikan dan mengencangkan ikat pinggangnya, lalu menggulung lengan bajunya menanti tanding.

"Lim lopek, maafkan siuwte!" terdengar seruan seorang pemuda dan ia melompat keatas luitai.

Ternyata ia adalah Oei Sun, putera Oei wangwe di kota itu yan dulu lamarannya ditolak oleh Lim siocia.

"Lim Seng twako, mohon jangan berlaku keras kepadaku," katanya sambil menjuru memberi hormat kepada Lim Seng.

"Oei kongcu, jangan sungkan sungkan, silahkan memberi pengajaran," jawab Lim Seng tersenyum ramah.

"Maaf!" kata-kata ini disertai dengan sebuah pukulan tangan kanan dalam tipu Harimau menerkam kambing.

Lim Seng berlaku waspada.

Ia geser kaki kirinya ke belakang hingga kepalan lawan lewat disamping iganya, lalu balas menyerang dengan tipu Burung Kepinis Balikkan Badan.

Tipi ini digerakkan dengan membalikkan badan, menggeser kaki kanan ke belakang lalu dengan tiba-tiba berbalik memajukan kaki kanan itu sambil mengayun kepalan tangan kiri keatas, lalu loncat setindak ke depan memukul dengan tangan kanan.

Serangan ini cepat datangnya dan tak terduga.

Tapi Oei Sun ternyata gesit juga.

Ia cepat menangkis dengan tangan kiri.

Celaka baginya ia kalah tenaga hingga ketika lengan kirinya terbentur dengan tangan lawan, ia terhuyung-huyung ke belakang.

Sebelum ia sempat memulihkan kedudukannya, Lim Seng sudah memburu maju mengirim tendangan.

Biarpun Oei Sun dapat memapaki tendangan ini dengan tangan kanannya, namun tenaga tendangan itu demikian kuat sehingga ia terdorong ke belakanga dan jatuh terjengkang.

Suara tepuk tangan terdengar dan oei Sun dengan wajah merah karena malu bangun berdiri memberi hormat, lalu melompat turun.

Semua orang memuji ketangkasan Lim Seng yang telah berhasil merobohkan lawan dengan hanya dua kali gebrakan saja.

Lawan yang melompat panggung berikutnya adalah Ong Tat, seorang pemuda yang meningkat tinggi namanya karena piauwkioknya (ekspedisi) yang terkenal.

Posting Komentar