Istana Pulau Es Chapter 47

NIC

"Jangan! Kau bisa ketahuan dan.... dan kita celaka! Lekas.... kolam itu, kau masuklah dan bersembunyi di bawah daun teratai...."

Karena kini sudah tampak rombongan pengawal Kaisar datang memasuki taman membawa lampu, Han Ki tidak melihat jalan lain. Ia meloncat dan air muncrat ke atas ketika pemuda itu menyelam ke bawah permukaan air yang dalamnya hanya sampai ke pinggang, bersembunyi di bawah daun-daun teratai yang lebar. Dia menengadahkan mukanya, mengeluarkan hidungnya saja di bawah daun teratai agar dapat bernapas sedangkan matanya kadang-kadang ia buka untuk melihat melalui air yang bening.

"Hong Kwi, mengapa malam-malam begini engkau masih berada di taman.... eh, kau.... habis menangis?"

Kaisar menegur puterinya dengan suara keren dan marah. Memang Kaisar tahu bahwa puterinya ini tidak suka dijodohkan dengan Raja Yucen, maka hati Kaisar menjadi mengkal dan penasaran. Apalagi ketika ia tadi mendengar bisikan Jenderal Suma Kiat yang mendengar dari muridnya, Siangkoan Lee, bahwa mulai saat itu keadaan Sang Puteri harus dijaga karena ada kemungkinan masuknya seorang "pengganggu kesusilaan"! Sung Hong Kwi yang berlutut tidak menjawab, hanya menundukkan mukanya.

"Apakah ada orang luar masuk ke sini malam ini?"

Kembali Sri Baginda bertanya dengan suara keren. Hong Kwi menggeleng kepala tanpa menjawab.

"Heh, pelayan! Apakah ada orang datang ke sini tadi?"

Kaisar bertanya kepada pelayan yang berlutut di belakang nonanya.

"Ham.... hamba ti.... tidak melihatnya...."

Pelayan itu menjawab lirih sambil membentur-benturkan dahi di atas tanah di depannya.

"Periksa semua tempat di sekitar sini!"

Kaisar memerintahkan para pengawalnya yang segera berpencar ke segala sudut, mencari-cari dan menerangi tempat gelap dengan lampu-lampu yang mereka bawa. Jantung Sung Hong Kwi dan pelayan itu hampir copot saking tegang dan takutnya.

"Mulai saat ini, engkau harus selalu berada dalam kamar, tidak boleh sekali-kali keluar. Mengerti?"

Kaisar membentak dan kembali Hong Kwi mengangguk. Para pengawal selesai menggeledah dan melapor bahwa tidak ada orang luar di dalam taman itu. Dengan uring-uringan karena sikap puterinya, Kaisar lalu mendengus dan meninggalkan taman itu diiringkan para pengawalnya.

Setelah rombongan Kaisar lenyap memasuki pintu belakang, barulah Hong Kwi dan pelayannya berani bangkit berdiri. Han Ki yang juga melihat semua kejadian itu dari dalam air, berdiri dengan muka, rambut dan seluruh pakaian basah kuyup! Ia bergidik ketika merasa sesuatu menggelitik lehernya. Ditangkapnya ikan emas yang berenang di leher bajunya dan dilepaskannya kembali ke air.

"Hong Kwi....!"

Ia berkata lalu meloncat keluar.

"Koko.... ahhh...., hampir saja....! Aku harus segera masuk. Han Ki-koko, selamat berpisah, selamat tinggal.... sampai jumpa pula di akherat kelak...."

Puteri itu terisak dan lari pergi diikuti pelayannya yang juga menangis, meninggalkan Han Ki yang berdiri melongo di tepi kolam dalam keadaan basah kuyup dan tubuh seolah-olah kehilangan semangat.

"Hong Kwi...."

Ia mengeluh, kemudian membalikkan tubuh dan.... kiranya dia terkurung sepasukan pengawal Istana yang dipimpin oleh.... Jenderal Suma Kiat sendiri bersama muridnya Siangkoan Lee dan masih banyak panglima tinggi istana!

"Kam Han Ki! Engkau manusia rendah budi, engkau membikin malu keluargamu saja! Membikin malu aku pula karena biarpun jauh engkau terhitung keluargaku juga. Cihh! Sungguh menyebalkan. Berlututlah engkau menyerah agar aku tidak perlu menggunakan kekerasan!"

Han Ki pernah jumpa dengan Suma Kiat yang masih terhitung kakak misannya sendiri, karena ibu Suma Kiat ini adalah adik kandung mendiang ayahnya. Akan tetapi dalam perjumpaan yang hanya satu kali itu, Suma Kiat bersikap dingin kepadanya, maka kini ia menjawab.

"Goanswe, perbuatanku tidak ada sangkut-pautnya dengan siapapun juga. Ini adalah urusan pribadi, biarlah semua tanggung jawab kupikul sendiri, dan aku tidak akan menyeret nama keluarga, apalagi namamu!"

Wajah Suma Kiat menjadi merah saking marahnya.

Dia gentar menghadapi Menteri Kam Liong karena maklum akan pengaruh kekuasaan dan kelihaian menteri itu. Akan tetapi dia tidak takut menghadapi Han Ki. Biarpun ia tahu bahwa Han Ki yang lenyap selama belasan tahun itu kini kabarnya telah memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi dia belum membuktikannya sendiri dan pula pemuda yang hanya dijadikan pengawal Menteri Kam itu kini melakukan kesalahan yang amat berat yaitu berani menyelundup ke dalam taman istana dan melakukan hubungan gelap dengan puteri Kaisar, calon isteri Raja Yucen Pula, saat ini dia sudah mengirim laporan kepada Kaisar bahwa pemuda itu benar-benar berada di taman sehingga menangkap atau membunuhnya bukan merupakan kesalahan lagi.

"Kam Han Ki manusia berdosa! Setelah engkau melakukan pelanggaran memasuki taman seperti maling, apakah kau tidak lekas menyerahkan diri dan hendak melawan petugas negara?"

Kembali Suma Kiat membentak sambil mencabut pedangnya. Melihat gerakan jenderal ini, semua anak buah pasukan dan para panglima juga mencabut senjata masing-masing. Han Ki tidak mau banyak bicara lagi karena ia maklum bahwa tidak ada pilihan lain bagi dia yang sudah "tertangkap basah"

Ini, yaitu menyerahkan diri atau berusaha untuk melarikan diri. Tidak, dia tidak akan menyerahkan diri karena dia tidak merasa bersalah! Dahulu pernah ia mendengar wejangan gurunya Bu Kek Siansu yang pada saat itu bergema di dalam telinganya.

"Jika engkau dengan pertimbangan hati nuranimu merasa bahwa engkau melakukan sesuatu yang salah, engkau harus mengalah terhadap seorang yang lemah pun. Sebaliknya, jika engkau yakin benar bahwa engkau tidak bersalah, tidak perlu takut mempertahankan kebenaranmu menghadapi orang yang lebih kuat pun."

Kini Han Ki tidak merasa bersalah. Berasalah kepada siapa? Dia dan Hong Kwi sudah saling mencinta, dengan murni dan tulus. Kaisarlah yang salah, Karena hendak memberangus kemerdekaan hati puterinya sendiri! Tidak, dia tidak bersalah karena itu dia tidak akan menyerahkan diri. Dia akan melarikan diri dan tidak akan mencampuri urusan kerajaan lagi, dia tidak akan dekat dengan Istana! Berpikir demikian, Han Ki lalu membalikkan tubuh dan meloncat ke arah pagar tembok taman itu. Akan tetapi, ia berseru keras dan cepat berjungkir-balik dan meloncat kembali ke depan Suma-goanswe karena di dekat pagar tembok telah menghadang banyak pengawal dan tadi ketika ia meloncat hendak lari, mereka telah melepas anak panah ke arah tubuhnya.

Posting Komentar