"Puteri Khitan itu patut dibunuh!"
Tiba tiba seorang lain meloncat dan berseru nyaring memandang ke arah Maya dengan mata terbelalak marah.
"Kalau dia puteri Raja Khitan, berarti dia itu cucu Suling Emas yang sudah banyak menimbulkan malapetaka di kalangan kamil"
Yang bicara kali ini adalah seorang pendeta berambut panjang yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, pakaiannya hitam dan kotor seperti tubuhnya. Akan tetapi dia adalah seorang tokoh dunia hitam yang tekenal dengan julukannya. saja, yaitu Pat jiu Sin kauw (Monyet Sakti Tangan Delapan). Dia amat terkenal dan ditakuti karena Pat-jiu Sin kauw ini adalah murid dari seorang datuk hitam yang amat terkenal, yaitu Thai lek Kauw ong, seorang di antara lima datuk besar golongan sesat puluhan tahun yang lalu.
"Benar! Puteri Khu Tek San harus dibunuh! Khu Tek San adalah murid Menteri Kam Liong dan siapakah menteri itu? Bukan lain putera Suling Emas pula!"
Teriak yang lain.
"Harap Bengcu serahkan saja puteri Khitan kepada saya!"
Teriak yang lain. Ributlah keadaan di ruangan itu karena banyak sekali tokoh dunia hitam yang ingin mendapatkan dua orang anak perempuan itu setelah mereka ketahui bahwa Maya adalah cucu Suling Emas sedangkan Siauw Bwee adalah cucu murid pendekar sakti itu. Coa bengcu bangkit berdiri dan mengangkat kedua lengannya, ke atas untuk minta para tamunya agar jangan membuat gaduh. Setelah suasana meredap terdengarlah suaranya lantang,
"Aku mengerti apa yang terkandung di hati Saudara saudara yang menaruh dendam. Akan tetapi dua orang anak perempuan ini adalah sumbangan dari Koksu Yucen kepadaku, bagaimana aku dapat memberikan begitu saja kepada orang lain? Bukannya aku orang she Coa bersikap kukuh melainkan aku harus menghormat kepada Koksu Yucen. Kalau aku menyerahkan begitu saja dua orang anak ini, bukankah berarti aku kurang menaruh penghargaan? Karena itu, biarlah dua orang anak ini kuanggap benda benda yang amat berharga dan sudah sewajarnyalah kalau untuk dapat memiliki benda amat berharga, diadakan sayembara!"
Memang Coa bengcu ini orangnya cerdik sekali.
Dia memiliki kedudukan yang tinggi dan berpengaruh, namun dia tahu bahwa kalau terjadi bentrokan antara dia dengan pemerintah, dia harus menganadalkan bantuan orang orang pandai ini, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam terutama sekali. Dia sayang kepada dua orang gadis cilik yang jelas memiliki kelebihan mencolok kalau dibandingkan dengan murid-muridnya perempuan yang manapun juga. Kalau dia berkukuh menahan, tentu dia akan menimbulkan rasa tidak senang kepada para tamunya. Kalau dia, berikan begitu saja, selain dia, merasa tidak enak kepada Koksu Yucen, juga dia merasa sayang sekali. Maka dia mengusulkan diadakan sayembara, karena dengan demikian, masih ada harapan baginya untuk mendapatkan dua orang gadis itu tanpa menimbulkan rasa tidak suka di hati orang lain.
"Apakah yang Bengcu maksudkan dengan sayembara?"
Beberapa suara terdengar dan semua orang menanti jawaban dengan dugaan yang sama. Coa bengcu tertawa.
"Perlukah kujelaskan lagi? Apakah yang paling diandalkan orang orang golongan kita kecuali sedikit ilmu sliat? Maka hanya orang terpandai di antara kita sajalah yang berhak memiliki dua orang anak ini. Yang minta begini banyak bagaimana dapat kuberikan kecuali dengan jalan beradu menguji kepandaian? Pula dua orang anak ini bukan anak sembarangan, melainkan keturunan orang orang pandai seperti Menteri Kam Liong dan Panglima Khu. Kalau yang bertanggung jawab atas diri kedua orang bocah ini tidak memiliki kepandaian tinggi, mana mungkin dapat menghadapi mereka? Setujukah Cu wi sekalian?"
"Setuju! Akur! Tepat sekali!"
Para tamu berteriak, yaitu mereka yang ingin sekali mendapatkan Maya dan Siauw Bwee. Adapun tokoh tokoh wakil partai-partai yang termasuk golongan bersih atau putih, diam saja karena mereka ini tidak ingin mendapatkan kedua orang anak perempuan, juga tidak ingin mencampuri urusan mereka yang menaruh dendam kepada nenek moyang anak anak itu. Kembali Coa bengcu mengangkat kedua tangan minta agar semua orang tidak berteriak teriak membuat berisik. Setelah semua orang diam, tiba tiba terdengar Maya berkata.
"Kalian ini orang orang gagah macam apa? Berunding seenak perut sendiri untuk memperebutkan aku dan adikku, tanpa bertanya persetujuan kami yang tersangkut! Sudah jelas bahwa kami adalah dua orang manusia pula, masa kalian hendak menganggap sebagai benda mati? Beginikah sikap orang orang gagah? Ataukah kalian ini semua bangsa penjahat yang t1dak mengenal prikemanusiaan?"
Semua orang menjadi merah mukanya dan kembali mereka membuat gaduh dengan teriakan teriakan memaki Maya, yaitu mereka yang membenci keluarga Raja Khitan dan keluarga Suling Emas. Setelah mereka mereda, Coa bengcu berkatat
"Kita tidak perlu mendengarkan ucapan bocah ini. Sebagai tawanan, tentu saja mereka berdua tidak berhak untuk bicara. Kita sermua menerima sebagai pemberian hadiah Koksu Yucen! Cu wi sekalian. Karena jumlah kita terlalu banyak, maka untuk mempersingkat waktu dan mempermudah jalannya pibu kami akan mengadakan syarat syarat yang berat lebih dulu. Hanya mereka yang memenuhi syarat syarat itu barulah dapat memasuki pibu. Syaratnya dua macam dan akan kulakukan untuk memberi contoh."
Setelah semua orang menyatakan setuju, Coa bengcu membisikkan perintah kepada murid muridnya.
Tak lama kemudian, dari pintu belakang tampak dua belas orang murid laki laki yang muda-muda dan bertubuh kuat memikul sebuah arca besi berupa seekor singa. Pemuda-pemuda itu adalah orang orang yang kuat, namun mereka membutuhkan tenaga dua belas orang untuk menggotong arca itu, dapat dibayangkan betapa beratnya singa besi itu. Ketika singa besi itu diturunkan di atas lantai ruangan, lantai itu tergetar sehingga sebagian besar para tamu baru melihat saja sudah ngeri dan di dalam hatinya mundur teratur. Mereka maklum bahwa tuan rumah yang lihai itu tentu hendak menggunakan benda berat ini untuk mengukur calon pengikut sayembara memperebutkan dua orang gadis cilik. Memang benar dugaan para tamu itu. Coa bengcu melangkah maju mendekati arca besi itu lalu berkata sambil tersenyum.
"Nama besar Suling Ermas sudah terkenal di seluruh dunia juga puterinya yang berjuluk Mutiara Hitam. Sayang sekali bahwa puluhan tahun pendekar ini mengasingkan diri, juga di dunia kang ouw tidak pernah lagi terdengar Mutiara Hitam. Sudah amat lama aku ingin sekali dapat bertemu dan menguii mereka, sungguhpun aku benar benar meragukan kebiasaan sendiri untuk menandingi mereka. Kini secara kebetulan, dua orang keturunannya berada di sini dan menjadi rebutan. Maka, hanya mereka yang benar tenar pandai saja yang dapat diharapkan akan dapat mampu menandingi Suling Emas dan keturunannya apabila kelak keluarganya datang mencari dua orang anak ini. Nah, untuk memilih calon pengikut sayembara, syarat pertama adalah mengangkat singa besi ini sampai ke atas pundak seperti yang akan kulakukan sekarang!"
Setelah berkata demikian dan memberi hormat kepada para tamu, Coa bengcu yang pada hari itu tepat berusia enam puluh tahun itu, menggulung lengan baju lalu membungkuk memegang singa besi pada kaki depan dan belakang kemudian mengeluarkan seruan keras sekali dan.... ia telah berhasil mengangkat singa besi itu, bukan hanya sampai ke pundak, bahkan sampai ke atas kepala! Kedua tangannya tergetar, kedua kakinya menggigil sedikit, dan kembali kakek yang kuat itu berseru keras lalu menurunkan singa besi ke bawah sehingga lantai tergetar ketika benda berat itu jatuh berdebuk di atas lantai sampai melesak ke bawah sedalarm beberapa senti meter! Tepuk sorak para tamu menyambut demonstrasi tenaga yang amat kuat itu.
"Cu wi sekalian, silakan kalau ada yang merasa sanggup mengangkat singa besi ini, adapun syarat ke dua adalah mengambil sebatang paku yang kutancapkan di balok melintang penyangga langit-langit itui"
Setelah berkata dermikian, tangan kakek itu merogoh saku dan bergerak.
"Cuat cuat cuat....!"
Sinar hitam tampak berkelebatan menyambar ke atas dan ternyata di atas balok yang amat tinggi itu telah menancap belasan batang paku yang berjajar rapi! Kemudian kakek itu menggerakkan kakinya, tubuhnya ringan sekali melayang ke atas dan tangannya mencabut sebatang di antara paku paku itu lalu ia turun kembali, kakinya, menginjak lantai tanpa mengeluarkan sedikit pun suara. Kembali semua orang bertepuk tangan memuji karena kakek itu telah mendemonstrasikan ilmu gin kang yang amat tinggi. Balok melintang di atas itu amat tinggi sehingga seorang yang tidak memiliki kepandaian tinggi, Tentu tidak akan dapat mencabut paku itu.