Istana Pulau Es Chapter 35

NIC

Kalau sudah sama mencinta, tentu dia akan dapat mengajak Hong Kwi pergi jauh meninggalkan segala keruwetan dunia. Akan tetapi, Hong Kwi adalah seorang puteri Kaisar! Mencintanya saja sudah merupakan hal yang langka, meminangnya akan merupakan hal yang amat sukar dan dia hanya dapat mengandalkan bantuan Menteri Kam. Kini, Hong Kwi sudah dijodohkan dengan orang lain, bukan sembarang orang melainkan Raja Yucen sendiri! Bagaimana mungkin! ia akan dapat berdaya memiliki kekasihnya? Mengajaknya lari? Tidak mungkin! Habis, apa yang akan ia lakukan? Han Ki tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri dan dia makin gelisah berduka dan putus harapan. Keadaan Han Ki yang makin pucat dan makin berduka, wajahnya selalu murung itu mendatangkan perasaan aneh sekali di hati Maya.

Kini, melihat keadaan pemuda itu, lenyap sama sekali rasa benci di hati gadis cilik ini, berubah menjadi perasaan iba dan khawatir! Ia seakan akan terseret ke dalam lembah duka, terbawa oleh arus kedukaan yang ditimbulkan Han Ki. Berkali kali secara berbisik bisik ia bertanya kepada Khu Tek San, namun panglima ini pun tidak tahu apa yang menyebabkan pemuda itu kelihatan begitu bersedih den untuk bertanya, dia tidak berani. Sebagai seorang yang berpengalarman, Khu Tek San maklum bahwa seorang pemuda aneh seperti Han Ki, kalau menyimpan rahasia, biar dipaksa sampai mati sekall pun tidak akan membuka rahasianya itu, dan kalau ditanya, tentu akan menimbulkan ketidaksenangan. Maka dia hanya memandang dengan khawatir, diam diam mengambil keputusan untuk melaporkan sikap Han Ki yang penuh duka itu kepada gurunya kelak.

Malam itu rombongan terpaksa bermalam di dalam sebuah hutan yang bcsar karena hujan turun sebelum mereka dapat keluar dari hutan mencapai sebuah dusun. Untung bagi mereka bahwa di hutan itu terdapat pegunungan karang yang banyak guhanya sehingga mereka dapat berteduh di dalam guha sambil mengobrol di dekat api unggun. Beberapa orang di antara mereka memasak air dan menghangatkan bekal makanan. Hujan telah mereda dan akhirnya terhenti sama sekali ketika rombongan itu mulai makan. Seperti biasa, Khu Tek San dan Maya mendapat bagian dari mereka, akan tetapi kembali Han Ki tidak mau makan, malah keluar dari guha dan duduk menyendiri di atas batu di bawah pohon. Dia duduk melamun di bawah sinar bulan yang mulai muncul setdah awan habis menimpa bumi menjadi air hujan dan angkasa menjadi bersih memburu.

Hawa udara malam itu amat dingin, sehingga hawa dingin masih terasa oleh mereka yang duduk dekat api unggun di dalam guha. Namun, Han Ki duduk termenung tanpa membuat api unggun dan dia tidak kelihatan kedinginan. Hal ini adalah karena Han Ki telah memiliki sin kang yang amat kuat di tubuhnya sehingga dia dapat membuat tubuhnya terasa hangat melawan hawa dingin dari luar tubuh. Blarpun sedang melamun dan semangatnya seperti melayang layang jauh, namun panca indranya yang terlatih itu membuat Han Ki sadar bahwa ada orang melangkah dekat dari belakangnya. Langkah yang ringan namun bukan langkah seorang musuh, maka dia diam saja biarpun seluruh urat syaraf di tubuhnya, seperti biasa, siap menghadapi segala bahaya.

"Paman Han Ki...."

Alis Han Ki berkerut makin dalam sehingga sepasang alis itu seperti akan bersambung. Kiranya Maya yang datang dan panggilan itu benar menambah panas hatinya yang sedang mengkal. Selama dalam perjalanan semenjak "percekcokan"

Mereka dahulu, gadis cantik itu tidak permah menegurnya, bahkan tidak pernah mau memandang langsung dan cepat-cepat membuang pandang matanya kalau kebetulan pandang mata mereka bersilang. Anak yang manja, nakal, galak dan angkuh! Akan tetapi sekarang tiba-tiba datang dan memanggilnya paman!

"Aku bukan pamanmu! Lupa lagikah engkau?"

Han Ki berkata ketus, tanpa menoleh. Akan tetapi Maya melanjutkan langkahnya dan kini berdiri di depan Han Ki yang duduk di atas batu, menunduk.

"Memang kita orang lain. Biarlah kusebut saja namamu. Han Ki, aku datang membawa makanan untukmu. Makanlah!"

Han Ki terkejut dan terheran sehingga di luar kesadarannya ia mengangkat muka memandang. Gadis cilik ini benar-benar amat cantik jelita. Masih kecil sudah jelas tampak kecantikannya. Wajah yang tertimpa sinar bulan itu demikian cantik seperti bukan wajah manusia. Pantasnya seorang bidadari! Dan Maya berdiri menunduk, memandangnya dengan sikap seorang ibu terhadap, seorang puteranya, dengan sikap hendak menghibur! Panas rasa perut Han Ki dan ia menjawab ketus.

"Aku tidak mau makan! Kalau aku ingin makan, masa aku menanti kau datang membawakan makanan untukku? Pergilah dan bawa makanan itu, kaumakan sendiri!"

Han Ki merasa pasti bahwa jawaban ini tentu akan memarahkan gadis cilik yang galak itu dan memang demikian yang ia kehendaki agar bocah ini segera pergi, tidak mengganggu dia yang sedang melamun. Akan tetapi sungguh mengherankan. Maya tidak menjadi marah! Tidak melangkah pergi, masih berdiri di situ memegang mangkok makanan, bahkan terdengar ia berkata lirih.

"Han Ki, engkau selalu berduka, tidak makan tidak tidur, wajahmu pucat tubuhmu kurus dan engkau selalu muram dan layu. Mengapakah?"

Han Ki merasa makin jengkel. Bocah ini benar benar lancang mulut. Bocah seperti dia ini berani bertanya tanya tentang urusan yang, menjadi rahasia hatinya! Kalau dia ingat bahwa anak perempuan yang berdiri di depannya ini adalah puteri Raja Khitan, tentu sudah ditamparnya!

"Engkau cerewet benar! Pergilah dan jangan tanya tanya hal yang tiada sangkut pautnya dengan dirimu!"

La membentak lirih agar jangan terdengar oleh orang orang lain di dalam guha.

"Hemmmm, di dunia ini tidak ada peristiwa yang aneh! Segala yang terjadi adalah wajar, siapa yang memaksa kita harus bersuka atau berduka? Yang telah terjadi tetap terjadi peristiwa yang sudah terjadi merupakan hal yang telah lewat dan tidak mungkin dapat dirubah lagi, seperti lewatnya matahari dari timur kemudian lenyap di barat. Tergantung kepada kita bagaimana menerima terjadinya peristiwa itu. Mau diterima dengan duka, atau dengan suka, tidak ada yang memaksa dan tidak akan mempengaruhi atau merubah kejadian itu. Karena itu, mengapa berduka? Muka yang berduka tidak sedap dipandang! Daripada menangis, lebih baik tertawa! Daripada berduka, lebih baik bersuka kalau keduanya tidak merubah nasib!"

Han Ki meloncat bangun seolah olah kepalanya disiram air es! la memandang gadis cilik itu dengan mata terbelalak dan mulut termganga, hampir tidak percaya bahwa kata kata yang keluar tadi adalah ucapan Maya.

"Kau.... kau.... sekecil ini.... sudah berpendapat sedalam itu??"

Maya tersenyum, girang mellhat betapa ucapannya scolah olah menyadarkan Han Ki dari alam duka.

"Aku hanya mendengar wejangan mendiang Ayah.... eh, Pamanku Raja Khitan. Akan tetapi wejangan itu menjadi peganganku ketika aku dilanda malapetaka dan sengsara. Ayah bundaku telah tiada, Raja dan Ratu Khitan yang menjadi ayah bunda angkat dan yang kucinta melebihi ayah bunda kandungku sendiri yang tak permah kukenal, telah gugur semua. Kerajaan Khitan hancur, semua milikku, semua keluargaku, terbasmi habis. Adakah kesengsaraan yang lebih hebat daripada yang kualami? Namun aku tidak terpendam atau tenggelam kedukaan seperti engkau! Karena aku berpegang kepada wejangan Raja Khitan tadi. Biar aku menangis dengan air mata darah, semua milikku takkan kembali, semua keluargaku takkan hidup lagi. Maka, perlu apa menangis?"

Sejenak Han Ki memejamkan matanya dan teringatlah ia akan semua nasihat dan wejangan Bu Kek Siansu, gurunya. Terbukalah mata hatinya dan sadarlah dia betapa selama ini ia benar benar telah bersikap bodoh dan lemah! Ia terharu sekali dan tiba tiba ia memegang pinggang Maya dengan kedua tangan, mengangkat tinggi tinggi tubuh Maya sambil tertawa bergelak!

"Ha ha ha ha! Seorang paman baru sadar setelah mendengar nasihat keponakannya! Betapa lucunya! Terima kasih, Maya, anak manis! Terima kasih banyak!"

Akan tetapi tubuh Maya meronta dan kedua kakinya menendang nendang marah.

"Turunkan aku! Aku bukan anak kecil!"

Han Ki tersenyum dan menurunkan tubuh Maya. Benar benar anak ini luar biasa sekali. Sikapnya aneh, kadang kadang bersikap seperti orang dewasa!

"Dan aku bukan keponakanmu. Ingat Han Ki. Engkau bukan pamanku melainkan sahabatku. Sahabat baik! Nah, makanlah!"

Han Ki duduk di atas batu sambil tersenyum, menerima mangkok itu dan makan dengan lahapnya. Maya pergi dari situ dan kembali lagi membawa makanan lebih banyak yang semua disikat habis oleh Han Ki. Pemuda itu baru sekarang merasa betapa lapar perutnya dan betapa tubuhnya amat membutuhkan makanan. Kemudian, setelah minum air dan arak yang disediakan Maya sehingga perutnya terasa penuh kekenyangan, dia merebahkan diri telentang dan tidur pulas!

Dia tidak tahu betapa Maya duduk di dekatnya, memandang wajahnya sambil tersenyurm puas! Tidak tahu betapa Maya membuat api unggun tidak jauh dari situ sebelum meninggalkannya, masuk ke dalam guha untuk tidur ditemani Khu Tek San. Semenjak malam itu, Han K! dapat menguasai dirinva lagi. Dia makan dan tidur seperti biasa sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, tidak lagi kehilangan semangat sehingga wajahnya tidak pucat lagi, tubuhnya juga pulih. Kini hubungannya dengan Maya menjadi baik dan bahkan akrab, sering kali mereka duduk bercakap cakap dan Han Ki menceritakan pengalaman pengalamannya yang luar biasa di dunia kang ouw, atau kadang-kadang memberi petunjuk ilmu kepada gadis cilik itu.

Posting Komentar