Golok Sakti Chapter 39

NIC

"Kepala botak. lekas kau katakan orang mau berbuat apa atas diriku, kalau tidak, sebentar kalau aku sudah merdeka awas dengan kepala botakmu"

Ie Yong paling jengkel kalau dikatakan kepala botak. sekarang ia mendengar Ho Tiong Jong memakinya demikian, bukan main marahnya.

"Manusia, tidak kenal mampus" teriaknya. "Kau berani memaki aku begitu, awas aku bikin remuk kepalamu, kau tahu ?"

"Hm mana kau ada kemampuan untuk berbuat demikian ?"

Ie Yong jadi naik darah. ia cepat menghampiri Ho Tiong Jong yang tak berdaya, tangannya diangkat dan hendak memukul dengan hebatnya, tapi terdengar suara halus berkata.

"Ie congkoan, kau tak dapat berbuat demikian."

Si kepala botak menjadi kaget, tangannya yang sudah diangkat telah ditarik kembali dan berpaling kearah suara tadi. Kiranya yang berkata tadi ada nona Seng, yang telah mengunjukkan dirinya sekelebatan, kemudian menghilang lagi.

Ho Tiong Jong juga akan dapat melihat berkelebatnya tubuh yang langsing dari nona akan tetapi ia tampaknya acuh tak acuh. "Hm " terdengar ie Yong menggeram sendirian-

la melihat kearahnya Ho Tiong Jong. tampaknya sipemuda sedang menertawakan padanya. bukan main mendongkolnya, akan tetapi ia tidak bisa berbuat apa apa,

Didalam kamar tahanan itu Ho Tiong Jong diletakan dilantai, tangan dan lehernya di ikat dengan rantai besi. Disitu ada mengalir air yang keluar dari sumbernya. Ketika Ho Tiong Jong dirantai air mengalirkan tingginya hanya satu kaki saja, tapi air itu mengalir terus memenuhi ruangan hingga sebentar saja sudah naik setinggi mulut

Kematian baginya tjdak menjadi soal. Mati disitu dan di mana saja ia tokh akan menemui ajalnya karena pengaruh racun dari Tok kay, akan tetapi ia tidak tahan merasakan kakinya yang kerendam air seperti digerumuti semut hingga ia berteriak-teriak seperti orang kalap.

Tiba-tiba ia hentikan berteriaknya, ketika mendengar seperti seorang tua berkata kepadanya. Suara itu datangnya dari sebelah kanan dinding kamar tahanan-

"Hei. bocah, untuk apa kau ribut-ribut? Diamkan saja. nanti juga sudah menjadi biasa lagi kau tidak akan merasakan apa-apa."

Ho Tiong Jong merasa malu mendapat teguran tadi. Memang tidak semestinya ia berteriak-teriak seperti kebakaran jenggot disebabkan merasa seperti digerumuti semut saja kakinya. Mungkin karena pengaruhnya air, yang sebentar lagi kalau sudah biasa kakinya terendam disitu akan tidak dirasakan pula yang demikian itu.

la celingukan mencari dari mana datangnya suara tadi. ia tahu benar datangnya dari samping sebelah kanan, akan tetapi tidak kelihatan disitu mata hitungnya manusia. Adakah setan penunggu disitu yang berkata-kata tadi? Demikian ia menanya pada dirinya sendiri.

"Kau siapa?" tiba-tiba ia menanya, setelah mencari orangnya sia-sia saja.

"Ha ha ha " kedengaran orang tadi tertertawa "aku disini ditahan dikamar sebelah kau. Aku ditahan disini sudah dua puluh tahun lamanya. Aku tahu sudah banyak orang yang ditahan ditempatmu itu, akan tetapi di tahan tidak lama, maka aku percaya kaupun tidak akan mengalami penahanan yang lama."

Ho Tiong Jong lega hatinya, karena suara tadi suaranya manusia, bukannya setan seperti yang diduga semula. Tapi, diam diam ia merasa heran, sebab apa orang itu ditahan disitu hingga sudah dua puluh tahun lamanya?

Sementara itu ia merasakan air naik semakin tinggi, ia menanya. "Lopek aku disini kerendam air sampai dipaha, apakah dikamarmu juga kerendam?"

"Tadinya betul ketika aku masih ditahan ditempat tahanan lain suka kerendam air akan tetapi sejak aku dipindahkan kesini, aku tidak mengalami lagi kerendam. Hanya saja kakiku sudah kena penyakit reumatik sehingga sukar digerakkan- Kalau sampai kini aku masih hidup terus, karena aku masih berpengharapan suatu hari aku dapat keluar dari kamar tahapanmu dan melihat lagi sinarnya matahari yang terang benderang." Ho Tiong Jong berduka hatinya mendengar perkataannya si orang tua tadi.

Pikirnya, orang tua itu yang ditahan sudah dua puluh tahun lamanya masih memikirkan mau hidup, tapi dirinya sendiri bagaimana? Dalam tempo tiga hari setelah terkena racunnya Tok kay jiwanya akan melayang, mana ia berani mengharapkan hidup?

Ia menghela napas beberapa kali, mukanya menjadi pucat dengan tiba-tiba. Terdengar orang tua tadi berkata lagi.

"Bocah, kau ini berbuat kesalahan apa sehingga ditahan ditempat ini?"

"Ya, aku sendiri tidak tahu mengapa orang menahan aku disini? jawab Ho Tiong Jong dengan suara sedih.

"Bocah. kau ini rupanya terlalu banyak pikir hingga tidak tahu apa-apa. Tapi, ia, memang didunia ini banyak peristiwa yang tak dapat dijawab dan banyak kejadian yang tak dapat diusut sebab musababnya."

Ho Tiong Jong setengah mengerti, separuh tidak atas kata-katanya si orang tua tadi. Ia menanya.

"Nah, lopek sendiri juga sebabnya apa ditahan disini, mengapa sampai ditahan begitu lama duapuluh tahun-" Terdengar slorang tua menghela napas.

"Aku, aku... " jawab dengan suara getir. "ditahan disini ada sebab. Mungkin aku akan ditahan seumur hidupku disini, mereka tidak akan melepaskan aku lagi. Sampai aku mati disini... "

"Kau kenapa, apakah kau ada bermusuhan dengan Seng Pocu?"

"oh bukan. Aku tidak punya permusuhan apa apa dengan Seng Pocu."

"Habis mengapa kau ditahan sampai begitu lama belum juga dikeluarkan-" Terdengar orang tua itu menghela napas lagi.

Sesaat lamanya keadaan menjadi sunyi, si orang tua belum memberikanjawa bannya. sedang Ho Tiong Jong tinggal menantikan dengan perasaan heran-Terdengar orang tua tadi berkata lagi.

"Bocah, kau tahu, aku ini ada satu akhli bangunan yang tersohor. Bangunan bangunan seperti benteng benteng, jembatan-jembatan dan lain-lainnya yang indah dan tersohor adalah aku yang membikinnya. juga rahasia banteng disini aku yang merencanakannya, justru lantaran mereka kuatir aku dapat membocorkan rahasia, maka mereka telah menghukum aku disini sampai puluhan tahun- Usiaku sekarang sudah tujuh puluh tahun, sedang benteng ini sudah dibangun setengah abad lamanya."

"oh, begitu ...?" menyelak Ho Tiong Jong.

"Ya, sebenarnya dalam benteng ini tidak ada rahasia apa-apa yang berarti akan tetapi karena mereka takut oleh bayangannya sendiri telah menyekap aku sampai sudah dua puluh tahun lamanya. Sayang aku tidak berkepandaian silat, kalau ndak. hmm... orang orang macam itu dengan ilmu silat tidak seberapa tinggi juga sudah dapat dijatuhkan- Suhuku yang mengajar ilmu bangunan sebenarnya ada berilmu silat sangat tinggi, betul-betul sayang aku tidak belajar kepadanya."

Orang tua itu agaknya merasa sangat menyesal terdengar helaan napasnya beberapa kali, sehingga Ho Tiong Jong diam-diam ia merasa tahu juga.

"Tapi, bocah," orang tua itu berkata lagi, "kau jangan putus asa, karena dilihat dari air mukamu, kau ini dibelakang hari akan menjadi orang ternama. Apa yang dialami- mu sekarang, itu hanya sekedar melewati masa sialmu saja. Kau tentu mengerti, buat menjadi orang ternama, orang harus mengalami pahit getir dahulu, barulah mendapat nama yang termashyur."

Mendengar perkataannya si orang tua, Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala dan hatinya sangat berduka mengingat akan jiwanya yang dapat hidup tidak lama lagi.

"Hmm... " ia menggeram duka. "kau mana tahu aku akan menjadi orang termasyhur? Sekarang

saja aku sudah susah untuk meloloskan diri .Jangan lagi aku, sedang kau yang akhli dalam

pembangunan tidak berdaya apa-apa. Jadi perkataan tentang orang harus bersusah payah dahulu

baharu mendapat nama tersohor, semua itu hanya omong kosong saja "

Ho Tiong Jong tekankan suaranya paling belakang begitu terharu.

orang tua tadi terdengar tertawa, tapi padanya seperti yang sangat sedih. Setelah hening beberapa lamanya, Ho Tiong Jong menanya. "Apa lopek ada murid satu satunya dari akhli silat dan bangunan itu.

"oh, tidak. tidak. Guruku ada mempunyai dua murid. Saudara seperguruanku bernama Sam Pek Sin, ia berguru dalam ilmu silat, sedang aku sendiri dalam ilmu bangunan."

"Lopek siapa namanya?"

"Aku co Kang cay."

"Dan guru lopek sendiri siapa namanya?" "Suhu bernama In Kay." Keadaan terdiam lagi beberapa lamanya.

Terdengar sicrang ini yang mengaku bernama co Kang cay berkata lagi.

"Bocah, suhuku itu ilmunya sangat tinggi."Ia berilmu dua macam siiat dan bangunan-Suhengku Sam Pek Sin mendapat warisannya silat yang sangat tinggi sedang aku sendiri yang belajar ilmu bangunnya juga sudah menjadi akhli yang rasanya sukar mencari ke duanya, kecuali suhuku sendiri."

Ho Tiong Jong terbelalak matanya mendengar co Kang cay memuji dirinya sendiri punya kepandaian-

"Begitu jempol"^ nyeletuk Ho Tiong Jong.

"Bocah, aku bukan bicara besar, tapi memang itu sudah menjadi kenyataan, Akhli-akhli bangunan lain, tidak ada yang ketika diajak masuk misalnya kedalam satu bangunan benteng dapat mengetahui lantas keadaannya disitu. Tapi aku sendiri begitu masuk dan memeriksa sebentara n keadaannya lantas mendapat tahu apa apa yang ada dalam bangunan itu, seperti umpamanya ruangan atau jalanan dibawah tanah dan lain-lainnya, yang dirahasiakan oleh pemiliknya."

Ho Tiong Jong tertarik hatinya, ia angguk-anggukkan kepalanya.

"Aku mau ceritakan padamu suatu rahasia." melanjutkan co Kang cay, "apakah, kau suka mendengarnya ?"

"Silahkan cerita." jawab Ho Tiong Jong tanpa ragu-ragu.

"Disatu kota bernama Yang co ada satu bangunan gunung. Kalau dilihat sepintas lalu seperti gunung kecil saja, puncaknya ada sangat lancip. Disitu ubin-ubinnya dari batu marmer yang serupa kembangnya. Indah sekali dan mengherankan- Bentuknya gunung ini segi empat, panjang lima tumbak. lebar lima tumbak dan tingginya juga lima tumbak. Di tengah-tengahan ini kosong, keadaan sebelah dalamnya dihias sangat menarik hati dan di situ ditempatkan sebuah peti mati dari batu."

"Siapa punya peti mati ?" nyeletuk Ho Tiong Jong.

Posting Komentar