jarumnya menyambar ke arah Sin-te Hek-kwi. Namun kepala rampok muka hitam itu dapat mengelak. Kwan Bu terkejut ketika melihat berkelebatnya senjata rahasia yang menyerangnya. Pada saat itu, pedang perak di tangan Yo Ciat sedang menerjang dahsyat, sehingga ia harus membagi perhatiannya. Tangan kirinya ia kibaskan ke arah jarum-jarum itu, ada sebagian yang ia elakkan sedangkan pedangnya masih bergerak menahan pedang Yo Ciat. Kemudian ia teringat bahwa jarum- jarum itu merupakan bukti dan sekali melihat jarum milik Sin-to Hek-kwi, ia akan dapat menentukan apakah kepala rampok ini musuh besarnya ataukah bukan.
Pikiran ini yang membuat ia memperlambat elakkannya dan setengah disengaja ia membiarkan pangkal bahu kirinya menerima jarum yang menancap di dagingnya! Sambil menahan pedang lawan ia mencabut jarum itu dan melihat sekilas saja tahulah ia bahwa jarum ini berbeda dengan jarum yang telah membutakan sebelah mata ibunya. Hatinya kecewa, akan tetapi juga marah karena betapapun juga, Sin-toHek-kwi selain orang jahat juga seorang yang curang, menyerangnya secara menggelap. Kemarahan ini membuat gerakan pedangnya menjadi hebat sekali. Tangan kirinya ia dorongkan dengan tangan terbuka setelah ia melontarkan jarum yang tadi menancap di bahunya ke arah Sin-to Hek-kwi, mendorong dengan pukulan sakti membuat Yo Ciat berseru kaget dan terhuyung ke belakang.
Gepat Kwan Bu menggerakan pedangnya, terdengar Yo Ciat memekik dan pedang perak itu terlepas dari tangannya yang berdarah karena terluka oleh geresan pedang. akan tetapi teriakannya itu didahului oleh pekik yang keluar dari mulut Sin-to Hek-kwi karena jarum yang dilontar kembali oleh Kwan Bu secara tidak tersangka-sangka itu telah “makan” tuannya sendiri, menancap di dada Sin-to Hek-kwi! Pada saat Sin-te Hek-kwi sedang terhuyung dan berusaha mencabut keluar jarumnya sendiri dari dada, segulung sinar merah menyambar dan kepala rampek itu menjerit dan roboh, darah menyembur keluar dari lehernya yang hampir putus! Kesemuanya itu terjadi amat cepatnya sehingga semua orang menjadi tertegun. Baru setelah jelas ternyata bahwa Sin-to Hek-kwi rebah berkelojoran mandi darah, anak buah menjadi marah dan maju hendak mengeroyok.
“Kwan Bu, engkau melanggar janji! Mengapa membunuhnya?” Bu Keng Liong menegur marah.
“Dia jahat. dan curang! Patut dibikin mati!” Giok Lam mewakili sahabatnya membentak. Pada saat itu, terdengar suara kentongan dipukul riuh dan terdengar pula teriakan-teriakan memecah kesunyian alam di luar tembok,
“Siaaaappp! Anjing-anjing kaisar mengurung kita......!!” Kacaulah keadaan di situ. Anak buah perampok sudah berserabutan lari keluar disertai keluar disertai teriakan-teriakan, dan bunyi senjata berdencingan ketika mereka menyambar tombak dan lain-lain senjata tajam.
“Bhe Kwan Bu! Ternyata kau seorang penghianat palsu, anjing kaisar!” bentak Ya Keng Cu marah sekali, lalu menerjang maju dengan pedangnya. Serangannya ini disusul oleh Sin-jiu Kim wan Ya Thian Gu dan Ban-eng-kiam Yo Ciiat yang menjadi marah sekali karena menganggap bahwa tentu pemuda ini yang membawa datang barisan pengawal yang kini mengurung tempat itu.
“Heiii...! Apa-apaan ini? Curang, main keroyokan...!” Giok Lam memaki-maki, akan tetapi tiba-tiba Siang Hwi sudah menerjangnya dengan sepasang pedangnya. “Perempuan hina!” Siang Hwi memaki.
“Wah, kau galak benar!” Giok Lam balas memaki dan bertandinglah kedua orang gadis ini dengan seru. Namun ternyata bahwa Giok Lam terdesak oleh sepasang pedang Siang Hwi yang lihai dan cepat.
“Twako….. bantu aku.....! Twako..... perempuan ini galak benar !” Giok Lam berteriak-teriak. Kwan
Bu bingung. Ia tidak dapat menolong sahabatnya itu dari desakan Siang Hwi yang seperti harimau haus darah itu karena dia sendiripun repot menghadapi keroyokan tiga orang ahli silat yang lihai. Sementara itu, Bu Keng Liong dan tokoh-tokoh lain sudah menerjang keluar untuk menghadapi para penyerbu, yaitu para pengawal ini dipimpin oleh tokoh-tokoh besar panglima pengawal sendiri, yaitu Gin-san-kwi, dan Kim I Lohan. Yang menggemaskan hatinya adalah ketika ia melihat keponakannya, juga muridnya, Liu Kong berada di antara para pimpinan pengawal yang amat lihai.
“Saudara-saudara, harap bantu di luar musuh yang dihadapi amat kuat!” teriak Bu Keng Liong sambil melompat lagi ke tempat pertempuran yang tadi. Mendengar ini, mereka yang mengeroyok Kwan Bu menjadi kacau sehingga pemuda ini berhasil loncat ke arah Giok Lam dan menangkis pedang Siang Hwi yang sudah mendesak gadis berpakaian pria itu.
“Kau…..kau melindungi dia ? Baik, kita mengadu nyawa!” bentak Siang Hwi. Akan tetapi, Kwan Bu
mengelak sambil meloncat jauh dan menarik tangan Giok Lam. Dan pada saat itu, para penyerbu telah datang dan ternyata bahwa pihak perampok sama sekali tidak berdaya menghadapi serbuan mereka. Yang amat hebat adalah sepak terjang Gin-san-kwi, Kim I Lohan, Liu Kong, dan dua orang muda laki-laki dan wanita. Terutama mereka berdua inilah yang amat hebat sehingga siapa yang maju tentu roboh! Mereka ini bukan lain adalah Siok Lun dan Bi Hwa. Keadaan menjadi kacau balau, bersimpang siur. Kwan Bu masih bergandeng tangan dengan Giok Lam.
“Lam-te eh, nona. Lebih baik kita lari sekarang, tidak perlu mencampuri urusan mereka.” Giok Lam
mengerutkan alisnya, membantah.
“Perlu apa lari? Kita harus menggempur perampok-perampok itu, terutama perampok perempuan yang begitu galak tadi!”
“Ah, Lam-lem... eh. nona Phoa, kau tentu sudah dapat menduga. Pernah kuceritakan padamu. Bu
Keng Liong itu adalah bekas majikanku dan...... dia itu nona majikanku ”
“Huh, macam begitu nona majikan!”
“Nona Phoa, harap jangan membantah. Keadaan amat berbahaya, dengan kedua pihak aku tidak berhubungan, bahkan dimusuhi, lebih baik lagi selagi kacau kita lari demi keselamatanmu !” Akan
tetapi terlambat. Tiba-tiba terdengar seruan keras.
“Omitohud. ! Kebetulan sekali, bocah sombong itupun berada di sini!”
Tanpa membuang waktu lagi Kim I Lohan sudah menerjang Kwan Bu dengan tengkatnya. Kwan Bu cepat menangkis, akan tetapi sebentar saja ia sudah dikurung dan dikeroyok lagi, sekarang bukanlah pihak pejuang yang mengeroyoknya, melainkan pihak pengawal! Karena tahu bahwa akan sia-sia saja kalau dia membela diri dengan mulut. Kwan Bu lalu memutar pedang merahnya untuk melindungi diri dan juga Giok Lam yang membantu sedapatnya dengan pedang di tangan dan dengan jarum-jarumnya yang ia sambit-sambitkan dengan marah. Namun, seperti juga tadi, kali ini para pengeroyok Kwan Bu adalah orang-orang yang berilmu tinggi, terutama sekali Gin-san-kwi dan Kim I Lohan yang ingin membalas dendam atas kematian rekan meraka, Sam-tho-eng Ma Chiang yang telah tewas di tangan Kwan Bu.
Di samping itu masih ada beberapa orang pengawal yang kepandaiannya tinggi juga melakukan pengeroyokan. Sementara itu, Siok Lun dan Bi Hwa mengamuk hebat karena kedua orang muda ini ingin membuktikan jasa mereka. Tidak ada anggauta perampok yang tidak roboh dan tewas jika mencoba untuk menghadapi mereka ini dan melihat amukan dua orang muda ini, Bu Keng Liong sendiri, bersama Ya Keng Gu, Ya Thian Cu dan Yo Ciat, maju mengeroyok. Akan tetapi dua orang muda murid Pat-jiu Lo-koai itu benar-benar amat tangguh, apalagi karena keadaan markas besar di Hek-kwi-san sudah menjadi kacau balau dan banyak anggauta perampok yang binasa sehingga hati para tokoh pejuang menjadi gelisah.
Dalam pertandingan mati-matian ini, akhirnya Siek Lun dan Bi Hwa, dibantu oleh pengawal- pengawal yang cukup tinggi ilmunya, berhasil merobohkan para pejuang secara berturut-turut! Bu Keng Lieng yang mainkan pedangnya secara nekad tidak dapat menahan kecepatan gerakan Liem Bi Hwa sehingga dialah yang mula-mula roboh oleh tusukan pedang Bi Hwa. Namun Bu Keng Lieng tidak tewas hanya oleh sebuah tusukan yang hampir menembus dadanya, Ia bangkit lagi menubruk, namun sambil tertawa Siok Lun mengelebatkan pedangnya di antara pengeroyokan para pejuang dan sekali ini pedangnya berhasil membababat leher Bu Keng Liong sehingga hampir putus! Bi Hwa tentu saja melindungi suhengnya dengan putaran pedangnya yang merupakan gulungan sinar berkilauan, mencegah para pengeroyok lain menolong Bu Keng Liong.
“Ayahhhh l`” Siang Hwi yang tadi meninggalkan Kwan Bu setelah melihat betapa para panglima
datang mengereyek pemuda itu dan sudah menggabung dengan ayahnya, menjerit dan menubruk ayahnya. Akan tetapi tiba-tiba ia ditotok dari belakang dan rebeh lemas dalam pelukan Liu Kong!
“Kau ...... ? Kau..,...... jahanam., !” Ia mengeluh dan pingsan dalam pelukan pemuda itu. Liu Kong
memondongnya dan membawanya pergi dari tempat pertandingan. Cinta kasihnya terhadap Siang Hwi membuat pemuda ini berkhawatir kalau-kalau Siang Hwi menjadi korban dalam pertempuran, maka ia lebih dulu menyingkirkan Siang Hwi dan menyerahkannya kepada para pengawal untuk membelenggu gadis itu dengan pesan bahwa siapapun juga tidak boleh mengganggunya dan harus memperlakukannya dengan baik dan dengan hati-hati agar jangan sampai lecet. Melihat robohnya Bu Keng Liong dan tertawannya Siang Hwi, melihat pula betapa barisan perampok sudah banyak yang mati dan lebih banyak yang melarikan diri,