Cinta Bernoda Darah Chapter 36

NIC

"Kau hendak makan apa, Moi-moi?"

"Apa sajalah. Setelah makan eh.. anu.. semua itu, kiranya tidak ada makanan yang cukup bagiku."

Ia mengernyitkan hidung dan Bok Liong maklum bahwa yang dimaksudkan Lin Lin tentu masakan-masakan di dapur istana itu. Pelayan yang menanti pesanan mereka tentu saja tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh nona yang cantik jelita dan gagah perkasa ini.

Bok Liong memesan arak wangi, nasi putih, bakmi, bakso dan beberapa macam sayur-mayur lagi. Pesanan itu dilayani dengan cepat sehingga beberapa menit kemudian mereka telah mulai makan minum. Kelahapan Bok Liong dan perutnya yang sudah amat lapar itu membuat Lin Lin dapat makan dengan enak juga, malah tidak kalah enaknya dengan masakan-masakan dapur istana ketika ia sudah kekenyangan. Bukanlah masakannya yang menjadi syarat mutlak untuk kelezatan, melainkan perut lapar. Perut lapar menyedapkan setiap makanan yang paling sederhana seakalipun.

Suara orang bercakap-cakap riuh rendah memasuki restoran itu tidak menarik perhatian Lin Lin dan Bok Liong yang sedang enak makan, juga ketika beberapa orang tamu memesan masakan dengan suara parau, mereka tidak menengok dan terus makan. Akan tetapi karena tiga orang laki-laki yang baru datang itu duduknya di meja yang berhadapan dengan Lin Lin, mau tak mau Lin Lin dapat melihat mereka. Mendadak gadis ini meletakkan sumpit dan mangkoknya, kemudian ia bangkit dari tempat duduk dengan mata berapi Bok Liong melihat keadaan gadis ini, sambil menghirup kuah dari mangkok, menoleh lalu mengerutkan keningnya. Kiranya yang bercakap-cakap dan duduk mengelilingi meja itu adalah tiga orang laki-laki yang pakaiannya ditambal-tambal, pakaian pengemis gembel.

"Sssttttt, Lin-moi, tenang dan duduklah. Tak baik membuat ribut di restoran orang, bikin kacau dan rusak barang orang saja."

Bisiknya.

Lin Lin sadar, menekan perasaannya dan duduk kembali. Seorang pelayan sedang siap untuk mengambilkan pesanan tiga orang pengemis itu, memandang penuh kekhawatiran dan curiga kepada Lin Lin, akan tetapi ketika melihat gadis ini duduk kembali, ia cepat-cepat pergi ke dapur. Tidak mengherankan apabila Lin Lin kaget dan marah melihat tiga orang laki-laki itu, karena mereka ini adalah tiga orang di antara para pengemis yang malam-malam mengeroyok dia dan dua orang saudaranya. Sebaliknya, tiga orang pengemis itu agaknya tidak mengenal Lin Lin, dan hal inipun tidak aneh. Mereka baru satu kali saja melihat Lin Lin, inipun di waktu malam dan dalam pertempuran. Apalagi ketika itu Lin Lin ditemani oleh Bu Sin dan Sian Eng, sedangkan sekarang hanya berdua dengan Bok Liong.

"Mereka adalah pengemis-pengemis yang dulu ikut mengeroyok kami,"

Bisik Lin Lin. Bok Liong mengangguk-angguk. Gadis itu sudah menceritakan tentang perselisihannya dengan para pengemis yang dipimpin oleh Si Raja Pengemis It-gan Kai-ong.

"Mereka itu tokoh-tokoh Hui-houw-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Harimau Terbang) dan agaknya mereka datang sebagai tamu. Wilayah mereka bukanlah di Pao-teng sini. Lin-moi, mari kita ke luar."

Bok Liong memanggil pelayan, membayar dan mengajak Lin Lin keluar dari restoran.

"Lin-moi, malam ini kita sebaiknya bermalam di sini. Pengemis-pengemis itu mencurigakan. Pengemis-pengemis Hui-houw-kai-pang merupakan orang-orang kepercayaan It-gan Kai-ong. Mereka itu bekerja untuk Kerajaan Wu-yue, kalau datang ke dekat kota raja tentu ada maksud-maksud tertentu, sebagai mata-mata. Aku akan membayangi mereka."

"Liong-ko, kenapa kau akan lakukan hal ini? Apa hubunganmu dengan urusan itu?"

Bok Liong memandang dengan sinar mata penuh perasaan ketika ia berkata.

"Lin-moi, seorang warga negara harus setia kepada negaranya. Demikian pula aku, harus setia kepada Kerajaan Sung. Kalau aku melihat persekutuan yang membahayakan negara dan aku diamkan saja bukankah itu berarti bahwa aku menjadi seorang pengkhianat? Tidak Moi-moi, takkan kudiamkan saja kalau orang-orang Hui-houw-kai-pang ini mempunyai niat melakukan sesuatu yang membahayakan negara."

Kagum hati Lin Lin, Sebagai anak angkat Jenderal Kam, seorang patriot sejati yang rela mengorbankan diri dan kebahagiaan demi negara, tentu saja ia tahu akan hal ini, dan ia dapat menghormati sikap ini.

Malam hari itu, Bok Liong dan Lin Lin membayangi tiga orang pengemis yang memasuki sebuah rumah gedung kecil di sebelah timur kota Pao-teng. Rumah ini jauh dari tetangga, pekarangannya lebar dan kelihatannya sunyi. Sebuah rumah kuno yang modelnya seperti rumah pesanggrahan bangsawan, yang hanya ditinggali sewaktu-waktu saja. Bagi para penduduk Pao-teng, rumah gedung mungil ini terkenal dengan sebutan "Gedung Merah", karena memang cat rumah itu merah. Orang-orang hanya tahu bahwa rumah itu milik seorang hanya bangsawan muda dari An-sui yang kadang-kadang saja datang ke rumah ini di mana ia mempunyai beberapa orang wanita penghibur yang menjadi selir-selirnya. Kalau bangsawan muda itu datang, barulah tampak kesibukan di gedung merah ini. Tukang-tukang masak pandai dipanggil, rombongan penghibur, penari dan penyanyi, diundang dan sering kali diadakan pesta oleh bangsawan itu bersama selir-selirnya, kadang-kadang ditemani beberapa orang tamu.

Bangsawan muda itu bukan lain adalah Suma Boan, putera Pangeran Suma. Memang dia seorang pemuda penghambur nafsu dan uang. Sebetulnya, hanya kelihatannya saja Suma Boan merupakan seorang kongcu hidung belang yang menghabiskan waktunya dengan pelesir dan bersenang-senang. Padahal sebetulnya, dia seorang muda yang mempunyai penuh cita-cita. Tidak sia-sia ia menjadi murid orang sakti It-gan Kai-ong, karena tidak saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi, namun juga memiliki cita-cita setinggi langit. Sudah banyak tokoh-tokoh kang-ouw ia hubungi, dan ia menghimpun tenaga untuk sewaktu-waktu bergerak melaksanakan tujuan dan cita-citanya, yaitu menggulingkan kedudukan kaisar dan mengangkat diri sendiri menjadi penggantinya.

Tentu saja cita-citanya ini masih merupakan rahasia dalam hatinya dan kiranya hanya gurunya dan pembantu-pembantunya yang paling setia saja yang tahu. Orang lain hanya menganggap bahwa Suma Boan adalah seorang bangsawan, putera pangeran, masih sanak dengan kaisar, kaya raya dan royal di samping memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Maka dari itu, Bok Liong menjadi heran sekali ketika ia mengintai dari atas genteng gedung merah bersama Lin Lin, ia melihat bahwa tiga orang pengemis itu mengadakan pertemuan dengan Suma Boan. Hal ini sama sekali tak pernah diduganya. Suma Boan putera pangeran yang tinggai di An-sui itu berada di sini? Benar-benar di luar dugaannya, yang sejak dahulu berkelana, Bok Liong mengenal siapa adanya Suma Boan, murid It-gan Kai-ong yang lihai.

Akan tetapi ia sama sekali tidak tahu akan rahasia putera pangeran ini. Ia tidak menjadi heran karena Suma Boan berhubungan dengan pengemis, karena guru pemuda bangsawan itu adalah raja pengemis sendiri. Akan tetapi yang membuat ia terheran-heran adalah munculnya pemuda bangsawan itu di gedung merah, karena tadinya ia mengira bahwa tiga orang pengemis itu hendak mengadakan persekutuan atau pertemuan rahasia dengan musuh-musuh Kerajaan Sung. Maka ia kecewa dan memberi isyarat kepada Lin Lin untuk pergi dari situ. Akan tetapi, sebaliknya wajah Lin Lin menengang ketika ia mengenal Suma Boan. Ia malah memberi isyarat kepada Bok Liong untuk mendengarkan percakapan mereka di bawah, lalu mendekatkan mulut pada telinga Bok Liong sambil berbisik.

"Di rumah dia itulah aku berpisah dengan kedua kakakku."

Mendengar ini, hati Bok Liong tertarik dan ia segera mendekam dan mendengarkan percakapan empat orang itu.

"Mana Suhu? Kenapa tidak datang dan bagaimana hasilnya dengan surat yang dirampas Hek-giam-lo?"

"Kai-ong-ya tidak berhasil merampas kembali, tapi memberi tahu bahwa surat itu agaknya sudah terampas kembali oleh Siang-mou Sin-ni dari tangan Hek-giam-lo. Sekarang Ong-ya berkenan pergi sendiri menyelidik ke Yu-nan."

"Apa? Suhu mendatangi wilayah Nan-cao?"

"Betul, Kongcu. Pada pertengahan bulan depan, tepat pada bulan purnama, di sana diadakan pesta menyambut hari raya kaum Agama Beng-kauw, sekalian memperingati hari wafat ke seribu dari Kauw-cu (Ketua Agama) yang telah meninggal dunia. Dalam kesempatan ini, tentu saja Kai-ong-ya dapat menghadiri karena para tokoh hitam dan putih semua diterima dengan tangan terbuka oleh Beng-kauw."

"Bagus"

Suma Boan kelihatan girang sekali.

"Hanya sayang sekali, kalau Suhu memberi tahu, tentu aku akan ikut ke sana, untuk melihat dan menambah pengalaman."

"Kai-ong-ya berpesan agar Kongcu suka menanti kedatangan Tok-sim Lo-tong yang sudah berjanji akan datang mengunjungi dan sudah siap memberi bantuan untuk menghadapi Suling Emas."

"Hemmm, si keparat itu apakah sudah dapat diketahui Suhu di mana tempatnya kalau ia datang ke kota raja?"

"Menurut Kai-ong-ya, sering kali ia berada di dalam gedung perpustakaan istana."

"Heeeee"

Apa itu?"

Tubuh Suma Boan berkelebat, diikuti tiga orang pengemis itu yeng sudah melompat keluar dan langsung melayang ke atas genteng. Kiranya tadi ketika mendengar percakapan di bawah, Bok Liong dan Lin Lin menjadi tertarik sekali. Apalagi ketika nama Suling Emas disebut-sebut, Lin Lin menjadi begitu bernafsu sehingga ia bergerak untuk membuat lubang lebih besar. Karena kurang hati-hati dan hatinya tegang, gerakannya mengeluarkan bunyi dan terdengar oleh telinga Suma Boan yang tajam.

"Keparat, berani kalian main-main di depan Lui-kong-sian?"

Bentak Suma Boan sambil menerjang maju. Lui-kong-sian atau Dewa Geledek adalah julukannya.

Bok Liong maklum akan lihainya lawan, maka cepat ia memasang kuda-kuda dan menangkis. Dua lengan yang sama kuatnya bertemu dan akibatnya, keduanya terpental melayang dan tentu akan roboh terguling di atas genteng kalau tidak cepat-cepat mereka meloncat turun. Lin Lin yang tahu bahaya, juga mendahului meloncat turun sambil mencabut pedangnya. Baru saja kakinya menginjak tanah, tiga orang pengemis itu sudah menerjangnya dengan tongkat, gerakan mereka cepat dan kuat. Namun Lin Lin sudah memutar pedangnya, tampak sinar kuning bergulung-gulung dari pedang itu menyambut datangnya tiga bayangan tongkat. Adapun Suma Boan ketika tertangkis oleh lengan Bok Liong, terkejut bukan main dan ia menjadi penasaran.

"Siapakah kau? Apa perlunya kau malam-malam datang seperti pencuri?"

Bentaknya ketika ia sudah berhadapan dengan lawannya di atas tanah. Sayang keadaannya agak gelap sehingga ia tidak dapat mengenal siapa pemuda yang lihai di depannya ini.

Posting Komentar