dia mengangkat sebuah kursi dan segera menghempaskannya ke kepala Boh Tan-ping.
Untunglah Boh Tan-ping masih siaga.
Walau-pun konsentrasinya terhadap Wie Kie-hong buyar, tapi dia masih sempat menebaskan pedangnya untuk menghancurkan kursi yang melayang ke arah kepalanya.
Sekali lagi terdengar suara keras "BRAAAKKK" Pertarungan segera terhenti.
Pada awalnya Wie Kie-hong masih berniat untuk terus menyerangnya, namun setelah mendarat, Tu Liong memegang bahunya dengan tegas.
Dia mengerti apa maksud Tu Liong.
Pedang gigi gergaji Boh Tan-ping terkulai lemas di sisi badannya.
Dia tidak menggerak gerakkan pedangnya lagi.
Tu Liong sudah berpengalaman melawannya.
Dia tahu kalau Boh Tan-ping sedang menunggu kesempatan baik untuk kembali menyerangnya lagi.
"Boh Tan-ping! kita bertemu lagi" seru Tu Liong dengan suara dingin.
Boh Tan-ping tidak menjawab.
"Apakah Cu Taiya sudah mengutusmu kemari membunuh Paman Tan untuk menutup mulut?" Boh Tan-ping tetap tidak bersuara.
Dia terus mendelik dingin ke arah kedua pemuda ini.
"Tu toako, dari gelagatnya jawaban pertanya anmu sudah sangat jelas, untuk apa kau bertanya lagi?" "Karena aku ingin memberinya saru kesempat-an lagi" "Kau ingin memberiku kesempatan apa?" Akhirnya Boh Tan-ping membuka mulut, namun sifatnya masih bermusuhan seperti sebelumnya.
"Aku ingin memberimu kesempatan untuk membuka lembaran hidup yang baru" "Hidup baru" MMMmmm?"" Boh Tan-ping tetap terdengar angkuh.
Didalam pikirannya, dia belum kalah.
"Boh Tan-ping, semua kartu Cu Taiya sudah terbuka.
Untuk apa kau masih mematuhi semua perintahnya" Jatuhkanlah pedangmu, kita rundingkan baik-baik.
Satu kalimat saja bisa menyelamatkan jiwamu" "Tu Liong, apakah kau pikir kata-katamu mempunyai kuasa yang lebih besar dari pada kata kata Cu Taiya" Anak kecil! tidak tahu diri! cepat pergi! kemarin ini aku masih mengampuni jiwamu, jangan menyia-nyiakannya" Tu Liong tidak menghiraukan kata katanya.
Dia langsung bertanya..
"Boh Tan-ping, pedang gigi gergajimu itu sudah membunuh berapa banyak orang?" "Tidak sedikit" "Apakah ini termasuk Hiong-ki?" "Hiong-ki" Apakah dia orang yang sudah menolongmu tempo hari?" "Tidak salah" "Dia adalah satu-satunya orang yang berhasil lolos dari pedangku hidup-hidup" "Kalau begitu berarti Hiong-ki bukan dibunuh olehmu?" "Bukan" "Kalau begitu siapa yang sudah mem-bunuhnya?" "Apakah kau hanya ingin tahu tentang masalah ini?" "Ya" "Kalau aku mengatakannya, kau belum tentu percaya" "Boh Tan-ping, tidak perlu membuang waktu, yang kita miliki sekarang ini hanyalah waktu.
Kau juga tidak perlu memusingkan apakah aku akan mempercayai kata-katamu atau tidak.
Kalau kau bisa menjawab pertanyaan ini, tolong segera jawab" "Apa manfaatnya bagiku kalau aku menjawab?" "Kami mungkin akan melepaskanmu" "HUH! Berani sekali kau berkata begitu" "Kami berdua bisa membunuhmu sekarang juga.
Ini bukan sedang menggertak" Boh Tan-ping menunduk, sepertinya dia mengerti keadaan tidak menguntungkan baginya.
Dia menyapu tatapan ke muka kedua pemuda ini lalu dengan baik_baik berkata: "Aku yakin kalian berdua memiliki kemam-puan untuk membunuhku, tapi setelah membunuhku, bagaimana kalian akan menghadapi Cu Taiya?" Tu Liong tertawa dingin.
"Boh Tan-ping! kau sungguh tidak mengerti situasi.
Kau pikir aku masih berada dibawah sayap Cu Siau-thian" Asalkan kejahatannya sudah terbukti, dia tidak bisa melarikan diri" "Tu Liong, jangan terlalu percaya diri" "Kalau Cu Siau-thian memang sudah mencerita kan aku dihadapanmu, seharusnya kau tahu kalau aku bukanlah orang yang percaya diri secara buta....Boh Tanping ! kau tidak usah membuang waktu lagi.
siapa yang sudah membunuh Hiong-ki?" "Wie Ceng" "Kau bohong!" Wie Kie-hong yang dari tadi diam sekarang berteriak keras.
"Aku tadi sudah bilang, kalau aku jawab kalian pasti tidak percaya.
Tapi kalian berkeras bertanya juga" "Aku tidak percaya ayahku tega membunuh orang" "Wie Kie-hong, kau sudah melihat sendiri pedang ayahmu mendongkel jendela kamar tidur ayah tirimu Leng Souw-hiang.
Pada malam itu dia bermaksud membunuh Leng Souw-hiang tapi diketahui olehmu, sehingga niatnya tidak ter-capai." Wie Kie-hong kemudian berteriak teriak seperti orang gila: "Kau bohong! Kau bohong!" "Kie-hong! tenanglah!" "Tu toako! Apa kau percaya kata-katanya?" "Kamu tenanglah sedikit! biarkan aku bertanya padanya...." Tu Liong berusaha menenangkan Wie Kie-hong, setelah itu dia kembali bertanya pada Boh Tan-ping.
"Mengapa Wie Ceng ingin membunuh Hiong-ki?" "Karena Hiong-ki sudah jadi rintangan" "Rintangan bagi siapa?" "Tentu saja rintangan bagi Wie Ceng" "Memangnya apa yang diinginkannya?" "Tentu saja berlian merah darah yang selama ini jadi gunjingan semua orang" "BOHONG!!!" sekali lagi Wie Kie-hong berteriak.
"Kie-hong, biarkan dia terus menjelaskan..." Sekali lagi Tu Liong berpaling pada Boh Tan-ping.
"Sekarang dimana berlian merah darah itu?" "Tentu saja ada pada Leng Souw-hiang" "Boh Tan-ping, ada satu hal yang harus kau mengerti.
Wie Ceng adalah abdi setia Leng Souw-hiang" "Kata setia suatu saat mungkin bisa berubah" "Berubah karena apa?" "Berubah karena hubungan untung rugi" "Untung rugi" Sepertinya Wie Ceng tidak tahu-menahu mengenai urusan berlian ini" "Pada awalnya dia memang tidak tahu.
Belakangan dia mengenal Thiat-yan.
Dan Thiat-yan menjanjikan akan membeli berlian merah darah itu dengan harga tinggi.
Karena itu Wie Ceng berubah" "Boh Tan-ping! kau bohong! Hiong-ki diam-diam selalu membantu Thiat-yan.
Bisa dikatakan Dia dan Wie Ceng berdiri pada jalan yang sama.
Mana mungkin dia merintangi usaha Wie Ceng?" "Sebenarnya anggapanmu kalau Hiong-ki sedang membantu Thiat-yan juga salah.
Sebenarnya dia juga sedang mengincar berlian merah darah itu" "Dimana Wie Ceng sekarang?" "Dia sedang menunggu sebuah kesempatan" "Kesempatan apa?" "Kesempatan membunuh Cu Siau-thian" "Apa motivasinya membunuh Cu Siau-thian?" "Mungkin Cu Siau-thian adalah saingan terakhirnya dalam mendapatkan berlian itu." "Mengapa kau memakai kata mungkin" Boh Tan-ping berkata perlahan lahan: "Karena ini adalah pemikiran Wie Ceng.
Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak.
Tapi satu hal yang pasti.
Cu Taiya sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah ini." Wie Ceng sudah menjadi orang yang sangat misterius.
Semua urusan sudah dilemparkan pada dirinya.
Hanya kalau Wie Ceng sendiri muncul menerangkan pada semua orang, semua urusan pasti akan menjadi jelas, masalahnya dimana Wie Ceng sekarang" Mengapa dia tidak mau menampakkan dirinya" Boh Tan-ping selalu membela Cu Taiya.
Sepertinya dia sudah membuat kesepakatan dengan Cu Siau-thian.
Ini sudah jelas.
Tu Liong kembali memikirkan semuanya dari awal sampai akhir.
Setelah itu dia berkata perlahan lahan: "Boh Tan-ping, selama ini kau selalu membela Cu Siauthian...." "Kata-kataku itu semuanya kenyataan" "Apakah yang kita lihat selama ini tidak terhitung kenyataan" Cu Siau-thian sudah meng-utusmu kemari untuk membunuh Paman Tan, hanya karena dia adalah saksi satusatunya yang masih hidup.
Tadi kita berdua sudah mendengar semuanya dengan jelas dari luar jendela" "Tu Liong" Boh Tan-ping tertawa dingin dan berkata, "kepintaranmu sudah menjadi bumerang bagimu" "Apa artinya kata-katamu itu?" "Dari awal sampai akhir, Cu Taiya sudah menjadi kambing hitam dan menanggung semua fitnah.
Sekarang ini dia hanya berusaha membela diri" "Hahaha...." Tu Liong tidak kuasa menahan tawa, "Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Cu Taiya" Mengapa kau membelanya mati-matian seperti ini?" "Tidak ada hubungan apa-apa" "Tidak ada hubungan apa-apa" apakah kau bahkan tidak mengenalnya?" "Kau bisa mengatakan kalau aku adalah pendekar yang tidak senang melihat ketidak adilan." "Seorang pendekar baik yang tidak menyukai ketidak adilan yang bernama Boh Tan-ping.
kalau kau mengira hanya karena umur kami yang masih sangat muda, sehingga kami tidak mengerti kejadian waktu itu" kau sudah mebuat kesalahan besar, kau adalah adik angkat Cu Siau-thian, benar?" Boh Tan-ping tertegun Tu Liong meneruskan kata-katanya, "Setelah itu kau berselisih paham dengan Cu Siau-thian dan lalu pindah membela Tiat Liong-san, ini pun adalah sebuah siasat agar kau bisa menjadi mata-matanya?" Boh Tan-ping tampak ingin membela diri, tapi dia tidak mengatakan apa apa.
Kata-kata Tu Liong menyembur bagaikan bendungan yang jebol.
Sekali meluncur tidak dapat dihentikan.
Dia meneruskan kata-katanya, "Dari dulu kebanyakan pendekar muncul dari kalangan persilatan.
Orang yang sungguh jahat ataupun pemimpin besar pun banyak yang datang dari dunia persilatan.
Menurut dugaanku, masalah berlian merah darah ini adalah sebuah siasat agar orang lain tidak ikut campur.
Mungkin di baliknya masih ada alasan lain" "Alasan lain apa?" Boh Tan-ping akhirnya membuka mulut "Aku sebenarnya berharap kau bisa mem-beritahu padaku" "Maaf, aku tidak tahu apa-apa" "Boh Tan-ping, ada satu hal yang tidak bisa kau sangkal" "Tentang apa?" "Kau selalu berada di sisi Thiat-yan, tapi kau selalu mengabdi pada Cu Siau-thian." "Tu Liong! aku ingin mengatakan sesuatu yang belum kau ketahui" "Tentang apa?" "Thiat-yan tidak bermusuhan dengan Cu Siau-thian" "Oh...?" Tu Liong diam-diam terkejut "Setelah datang ke kota Pakhia, Thiat-yan sudah melukai beberapa orang, tapi dia tidak melukai Cu Siau-thian sama sekali.
Kemarin ini di tengah hutan di Sie-san, kalian pasti sudah berhasil melukai Cu Siau-thian, tapi kalian dihentikan oleh Thiat-yan.
Sebenar-nya apa cerita dibaliknya, seharusnya kalian sudah bisa memikirkannya" Tu Liong baru saja mengerti tentang satu hal, namun sekarang dia kembali terperangkap dalam sebuah misteri yang lain.
Kata-kata Boh Tan-ping ada benarnya juga.
Apa cerita dibalik masalah ini" "Tu Liong" Boh Tan-ping menggunakan kesempatan ini untuk melanjutkan kata-katanya, "kau masih muda, emosimu sangat meledak-ledak.
Kau belum tentu dapat membuat sebuah kesimpulan yang tepat.
Kau jangan terburu-buru, sebaiknya dengar-kanlah kata-kata Cu Siau-thian" "Dia sudah menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.
Paman Tan Po-hai adalah orang yang baik.
semua orang di Pakhia juga menge-tahuinya.
Mengapa dia ingin membunuhnya?" Boh Tan-ping menjawab dengan dingin: "aku yakin pasti ada alasan yang tepat bagi Cu Siau-thian membunuh Tan Po-hai.
Kalau tidak...." "Kata-kata mu sangat sulit diterima" "Tu Liong, saat ini Cu Siau-thian sedang bersama- sama Thiat-yan di kediaman Bu Tiat-cui.
Mengapa kau tidak segera pergi bertanya pada mereka berdua.
Mungkin juga...." "Tidak perlu.
Aku hanya ingin bertanya beberapa hal lagi padamu" "Tu Liong, mungkin aku tidak dapat menjawabnya." Boh Tan-ping tampak sedang berusaha menghindari masalah, "bagaimana kalau sekarang kita bersama-sama pergi kesana untuk berbicara?" Setelah berkata demikian, Boh Tan-ping membalikkan tubuh dan segera berjalan keluar rumah.
Tidak kalah cepat, Wie Kie-hong merintangi jalan.
"Berhenti!" "Ada apa?" dengan dingin Boh Tan-ping bertanya "Dimana ayahku sekarang?" "Aku tidak tahu...." Sepertinya Wie Kie-hong sudah kehabisan kesabaran.
Selama ini dia selalu mendapat jawaban "tidak tahu".
Setelah Boh Tan-ping berkata seperti itu, Wie Kie-hong segera mencabut kembali pedangnya.
Dia segera menyerang Boh Tan-ping.
gerakannya sangat cepat.
Tidak di sangka ternyata Boh Tan-ping juga sudah bersiap sedia.
Dia segera menghindari serangan.
Pertarung an kedua kembali terjadi.
Wie Kie-hong segera menghujamkan pisaunya ke arah Boh Tan-ping.
Boh Tan-ping menghindari tusukan pisau dengan gesit.
Namun dia menyadari kalau sekarang dia sudah terpojok.
Dia berdiri di sudut ruangan.
"Apa-apaan ini?" "Tu toako, sebaiknya kau bawa Paman Tan pergi dari sini" Wie Kie-hong berkata pada Tu Liong.
Tu Liong hanya mengangguk, dan menarik tangan Paman Tan dan bergegas pergi dari rumahnya.