Walet Besi Chapter 24

NIC

Tu Liong sekali lagi mendapatkan kesempatan emas untuk menyerang, tapi sekali lagi dia tidak bergerak.

Orang yang memegang pedang gergaji tampaknya sangat mengerti bahwa Tu Liong tidak mungkin menyerangnya dari belakang, karena itu dia berani membalikkan tubuh menghadapi orang yang baru datang.

Tapi ternyata lawan yang baru ini tidak begitu mudah untuk dihadapi.

Tu Liong hanya sempat melihat orang itu menghindari serangannya ke samping, sebentar saja pedang gergaji sudah membelah udara kosong.

Pada waktu yang bersamaan terdengar dia berteriak: "Orang she Boh! sudah cukup " APA..." orang she Boh" Boh Tan-ping" Diam-diam hati Tu Liong merasa sangat terkejut.

Sekarang dia mengambil kesempatan untuk menyambarkan senjatanya yang terjatuh yang tinggal sepotong, dipegangnya dan menebas topi yang sedang dipakai oleh orang yang memegang pedang gergaji.

Topi itu segera terlempar jauh.

Ternyata dia memang Boh Tan-ping.

"Boh Tan-ping !" Tu Liong bertanya dengan nada yang tertekan rendah "aku tidak memiliki dendam terhadap dirimu, untuk apa kau menyerang-ku?" "Aku tidak dapat menerima perlakuanmu menyelipkan surat peringatan itu disisi bantal nona Thiat-yan.

" "Orang she Boh!" asalnya orang yang baru datang ini terlihat sangat emosi, namun sekarang tiba-tiba saja dia terlihat tenang, "kau boleh pergi" "Sebutkan namamu!" "Untuk apa?" "Agar aku dapat mengingatmu dalam hati" "Hiong-ki" Hiong-ki" Boh Tan-ping seperti pernah mendengar nama ini sebelumnya, dia tidak berkata apa-apa.

dia segera menurunkan senjatanya dan pergi.

Hiong-ki" Tu Liong sebaliknya terlihat kebingungan, dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya.

Hiong-ki tampak mengambil sesuatu dari balik bajunya.

Dia mengeluarkan sebuah barang yang berwarna kuning dan lalu membalurkan pada luka Tu Liong, setelah itu dia menggunakan sebuah kain dan membalut lukanya.

Pada waktu ini Tu Liong mencoba meneliti Hiong-ki dengan baik.

Tampak dia kira-kira baru berumur tiga puluh tahun.

Tampangnya seperti orang yang lugu, namun sinar matanya sangat dalam.

Yang tampak berbeda adalah orang ini tampak seperti seorang pemurung yang menyimpan banyak pemikiran.

"Terima kasih" "Di jalan menemui ketidak adilan." (artinya: ditengah jalan menemui orang yang mendapat masalah, dia tidak mungkin tinggal diam) Hiong-ki menjawab singkat.

"Ini ramuan obat apa" aku tidak pernah melihatnya sebelumnya" "Ini adalah tanaman "singa berbulu emas" yang hanya tumbuh di daerah selatan.

Tanaman ini banyak tumbuh dimana-mana, semacam tanaman liar.

Aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan-nya.

Tanaman ini sangat baik untuk mengobati luka sayatan pedang" "Apakah saudara Hiong mengenali orang yang she Boh tadi?" "Aku hanya pernah mendengarnya" "Dia....dia sebenarnya orang seperti apa?" "Dia orang yang sangat setia.

Seumur hidupnya dia hanya setia pada satu orang saja.

Dia dulu setia hanya pada orang yang bernama Tiat Liong-san, sekarang ini dia mengabdi pada Thiat-yan" Hiong-ki sepertinya mengerti semua urusan dengan jelas "Aku ingin mengundang saudara Hiong minum arak dan berbincang-bincang.

Tentu saja ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada saudara" Hiong-ki hanya tertawa dan berkata: "Kau baru saja terluka, apakah kau masih bisa minum arak?" "Ku dengar arak juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka" kata Tu Liong ikut tertawa.

"Tidak masalah apakah omongan ini benar atau tidak, niat baikmu sudah membuatku kagum.

Marilah kita pergi!" Arak belum tentu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka, tapi yang pasti arak bisa membuat suasana kaku antara dua orang menjadi cair.

Situasi yang canggung pun menjadi hidup, membuat orang yang baru dikenal menjadi dekat bagaikan teman lama.

Sekarang ini, arak sudah menghancurkan jurang pemisah antara Tu Liong dengan Hiong-ki, mereka berdua pun menjadi akrab.

"Hiong-ki!" Tu Liong sudah memanggil langsung nama teman barunya "aku lebih enak memanggilmu seperti ini, apakah kau pikir aku sudah tidak sopan?" "Tentu saja tidak" "Aku ingin bertanya padamu, tapi kau boleh tidak menjawabnya." Hiong-ki hanya diam tidak berbicara.

Kalau kedua orang ini dibandingkan, jelas terlihat Hiong-ki lebih mantap dan dewasa dibanding Tu Liong.

"Tadi kau tidak pergi meninggalkan perta-rungan, jelas terlihat sepanjang waktu kau selalu memperhatikan gerak gerik Boh Tan-ping...." Setelah berhenti beberapa saat dia melanjutkan kata katanya: "Topi yang dikenakan oleh Boh Tan-ping dipasang sangat rendah, aku tidak bisa mengenali siapa dirinya.

Namun melihatnya sebentar saja kau bisa langsung mengenalinya.

Kau langsung memanggilnya "orang she Boh" bukankah ini terlihat sangat jelas?" "Aku dengar kabar katanya kau sangat pandai memecahkan misteri, ternyata kabar itu tidak salah." "Selain memperhatikan dirinya, ternyata kau juga sudah memperhatikan diriku." "Kuakui" Hiong-ki menggenggam cangkir arak dengan sangat tegak dan lalu minum isinya.

Ini adalah gerak-gerik yang sudah umum dilakukan para pendekar ketika merasa tidak nyaman, jelas terlihat dia tidak ingin banyak bicara.

"Mengapa?" Tu Liong tidak ingin melepaskan kesempatan begitu saja.

"Aku sering memperhatikan urusan orang lain" "Jawaban ini terlalu ditutup-tutupi" "Tu Liong, bagaimanakah jawaban yang kau ingin dengar agar kau merasa puas?" "Niat........kau sering memperhatikan urusan orang lain pastilah kau punya niat" "Niat?" Hiong-ki kembali mengulang kata tersebut perlahan-lahan, lalu menjelaskan, "ini jawaban ku.

Apakah niat Thiat-yan yang sudah mencelakai empat orang tapi dia belum melukai Cu Siau-thian" Dia sudah berhasil membuatmu terusik dan keluar menampakkan muka.

apa niat yang kau miliki?" "Jawabannya sangat sederhana" "Apakah benar sederhana?" "Niat Thiat-yan melukai orang-orang adalah untuk membalaskan dendam lama ayahnya.

Aku keluar menampilkan muka niatnya melindungi Cu Taiya.

Dia adalah majikanku.

Hubungan kasih sayang yang kami miliki sudah seperti seorang ayah pada seorang anak.

tidak terlalu jauh berbeda.

Aku tidak ingin dia mendapat celaka." "Apakah benar sesederhana itu?" "Memang sesederhana itu" "Kalau benar-benar sederhana, aku sudah tidak berminat pada urusan ini lagi" Tu Liong terdiam sangat lama.

Dia mene-mukan bahwa ternyata Hiong-ki memiliki pemikiran yang jauh melebihi dirinya.

Menghadapi orang seperti ini, dia seharusnya sedikit bicara dan banyak mendengarkan.

Masalahnya adalah kalau dia tidak membuka mulut, Hiong-ki juga tidak akan membuka mulutnya: "Kelihatannya kau sudah mengetahui banyak hal" "Belum tentu" "Jangan menyangkal, kalau kau tidak tahu banyak hal, mana mungkin kau bisa mengatakan kalau masalah ini tidak sesederhana seperti yang ku pikir?" "Kalau Thiat-yan melukai hanya demi membalaskan dendam, mengapa setelah melukai orang-orang itu dia tidak segera meninggalkan Pakhia?" "Ini karena dia masih ingin melukai satu orang lagi" "Cu Siau-thian?" "Betul sekali, didalam hati Thiat-yan, Cu Siau-thian adalah target utama" "Salah !" nada ucap Hiong-ki terdengar sangat pasti.

Tu Liong merasa terkejut.

Namun dia berusaha untuk tidak menampilkan rasa kagetnya.

Dia melihat pada Hiong-ki dengan tatapan heran, sepertinya dia berharap menemukan jawaban misteri yang lebih dalam yang tertulis pada wajahnya yang datar dan biasa-biasa saja.

Sayang sekali raut wajahnya tidak tampak tanda sedikitpun, bagaikan kertas putih yang belum dicoretkan apa-apa.

Hiong-ki kembali mengatakan kalimatnya: "Aku berani mengatakan Thiat-yan selamanya tidak akan melukai Cu Siauthian" Kalimat ini diucapkan terlalu serampangan, terlalu yakin.

Bahkan Cu Siau-thian ataupun Thiat-yan sendiri tidak mungkin berani mengatakan kalimat ini.

selamanya....ini adalah sebuah kata yang tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dikendalikan.

Didunia ini tidak ada teman yang selamanya selalu menjadi teman, begitu pula tidak ada musuh yang selamanya selalu menjadi musuh.

Sebenarnya entah apa yang Thiat-yan dan Cu Siau-thian sedang rencanakan berkenaan dengan rahasia ini.

siapapun tidak bisa menjamin bahwa hubungan ini tidak akan pernah berubah.

"Apakah yang sebenarnya sedang kau coba katakan padaku?" "Memangnya kau pikir aku sedang ingin mengatakan apa padamu?" "Kau tampak seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu padaku, bahwa Cu Siau-thian dan Thiat-yan sebenarnya berteman, dan bukan saling bermusuhan" "Kalau kau berpikir seperti ini, kau juga sudah salah" Muka Tu Liong sekarang berubah menjadi merah, didepan Hiong-ki dia tampak seperti tidak tahu apa-apa.

mana mungkin mukanya tidak menjadi merah.

"Apakah kata-kataku sudah membuatmu merasa serba salah?" "Aku merasa malu" "Inilah keunggulanku, juga kejelekkanku." "Bagaimanakah itu?" "Untuk sisi baikku, aku sangat berterus terang.

Untuk sisi jeleknya kata-kataku ini sangat tidak enak didengar.

Tapi bagaimanapun juga aku lebih senang mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar tapi terus terang." "Tapi dari apa yang kurasakan, kata-katamu itu diucapkan dengan gegabah" "Kamu berkata seperti ini aku juga senang.

Bukan hanya dirimu saja, tapi siapapun pasti akan mencurigai kesimpulan yang sudah kubuat, namun mereka semua tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya....Tu Liong! Kalau kau bersedia terus berlaku seperti ini ketika berbicara padaku, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu" "Baik...." Tu Liong menjawab cepat.

"Di dalam dunia ini, siapakah menurutmu orang yang kau anggap paling penting" Tentu saja dirimu tidak masuk kedalam pertimbangan" "Cu Taiya!" Tu Liong menjawab tanpa banyak pertimbangan "Alasannya?" "Karena dia sudah mengurusku sampai dewasa, hutang budiku terhadapnya sudah tidak terhitung lagi.

Posting Komentar