Walet Besi Chapter 21

NIC

kau tadi sudah mengatakan bahwa asalkan kopor kulit kuning tersebut sudah kau miliki, kau pasti akan segera pergi meninggalkan kota.

Kalau kau pergi, aku tidak akan lagi melewati hari hariku dengan merasa khawatir, tentu saja aku harus membantumu mencari kopor tersebut." "Oh" apakah kau serius dengan kata katamu?" "Aku tidak ingin menutupi.

Sebelum aku datang kemari untuk menemuimu, aku sudah mencari tahu tentang kopor ini.

beberapa jam sebelumnya, aku sudah menemukan sebuah kopor kulit berwarna kuning seperti yang tadi di ceritakan, sayang sekali didalamnya tidak terdapat barang apapun." "Aku sudah tahu" Thiat-yan menjawab dengan dingin.

"Kau sudah tahu?" "Tentu saja aku tahu.

Kopor kulit itu bukan kopor kulit yang dahulu dibawa oleh ayahku.

Kalau memang betul itu adalah kopornya, mana mungkin kopor itu bisa jatuh kedalam tanganmu?" Sekarang Tu Liong tidak lagi memburu dengan pertanyaan.

Dia hanya menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya, setelah itu dia berkata: "Kalau begini duduk perkaranya, aku masih punya sebuah permintaan padamu." "Silahkan bertanya sesuka hatimu, namun aku tidak berjanji menjawabnya" "Seseorang terbunuh di dalam kamar kediaman Bu Tiat-cui pagi ini." "Oh?" "Penyebab kematiannya adalah sebuah jarum besi yang menembus kepalanya." "Perbuatannya kejam sekali" "Perbuatannya dilakukan dengan sangat rapi" Thiat-yan diam saja.

"Nona, mengapa kau harus membunuh orang tersebut?" Nona Thiat-yan berkedip sejenak, setelah itu dia kembali berkata dengan dingin: "Menurut kabar yang beredar kau sangat pintar, kau pun sangat baik mengurusi banyak hal.

Sekarang ini kau menanyakan pertanyaan seperti ini, kau jadi tampak seperti orang dungu.

Apakah kabar yang beredar itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya?" "Oh" jika demikian, ini berarti orang tersebut tidak dibunuh olehmu?" "Tentu saja bukan.

Sepanjang hidupku, aku belum pernah menghilangkan nyawa orang lain.

Melukai orang lain pun baru kali ini aku lakukan." Dalam hatinya Tu Liong diam-diam merasa kaget, kalau Thiat-yan tidak membunuhnya, siapakah pelaku pembunuhan orang itu" Jangan jangan masih ada orang lain yang mengejar kopor kulit berwarna kuning tersebut.

"Suatu saat nanti mungkin juga aku akan membunuh seseorang, hanya satu orang yang akan aku bunuh.

Selain orang itu, asalkan orang lain tidak berurusan denganku, aku akan menjamin kalau orang itu tidak akan menjumpai masalah." "Siapakah orang yang kurang beruntung itu?" Thiat-yan berkata perlahan-lahan, patah demi patah kata diucapkan dengan jelas: "Cu Siau-thian!" Ini adalah jawaban yang sudah diduga jauh sebelumnya.

Oleh karena itu sedikitpun Tu Liong tidak merasa kaget, didalam hatinya dia sudah memikirkan sebuah pertanyaan yang lain.

Kalau orang yang mati tertusuk jarum besi di kepalanya bukan dibunuh oleh Thiat-yan, bukankah ini berarti masih ada orang lain lagi yang diam-diam sedang melancarkan aksinya" "Nona!" Tu Liong mulai menggunakan keahliannya, "aku pernah mendengar sebuah kabar, mungkin kau pernah mendengarnya juga" "Kabar apa?" "Menurut kabar yang kudengar, Leng Taiya sering pergi mengunjungi peramal Bu Tiat-cui.

Kalau mempertimbangkan status jabatannya, tidak seharus-nya dia memiliki hubungan dengan orang orang semacam itu." "Mengapa kau ingin mengkhianati Leng Taiya?" "Ini bukan mengkhianatinya, aku hanya sedang meneliti situasi, dan mengejar jawaban.

Aku ingin secepatnya mendapatkan barang yang ingin kau cari" "Apakah kau sungguh berharap demikian?" "Tentu saja.

aku tidak ingin kau melakukan pembunuhan, dan terlebih lagi aku tidak ingin kau membunuh Cu Siau-thian ........baiklah, sekarang marilah kita kembali pada topik pembicaraan ....

menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menyerahkan sebuah kopor kulit berwarna kuning pada Bu Tiat-cui untuk dijaganya...." "Bukankah kopor itu sudah berada didalam tanganmu?" Pada saat ini, Tu Liong tampak seperti ayam yang sudah kalah berkelahi.

Bulu-bulunya sudah rontok bertebaran dimana-mana.

Darahnya pun sudah berlumuran di seluruh tubuhnya.

Sangat pedih, tampak sangat menyedihkan, dan kecewa.

Sepertinya siasat yang digunakannya sudah salah.

Setelah waktu yang lama, Thiat-yan kembali berkata: "Kopor kulit berwarna kuning itu adalah urusanku.

Kau seharusnya memikirkan masalah yang lain" "Oh?" "Selain diriku, masih ada orang lain yang menginginkan kopor tersebut.

Dan bukan hanya satu orang, tapi sekelompok orang-orang...." "Nona, apa yang sedang kau pikirkan?" "Tidak ada" "Nona, aku merasa sepertinya kau sangat menaruh minat yang dalam terhadap masalah ini" "Tentu saja.

aku ingin mencari tahu tiga jawaban.

Siapakah orang yang sudah dibunuh dengan jarum menancap dikepalanya itu" Siapa orang yang sudah membunuhnya" Mengapa harus membunuh-nya?" "Nona, dari kecil aku sudah senang mengejar jawaban dari sebuah misteri.

Sedikit banyak mungkin aku bisa membantumu." "Betulkah itu?" mata Thiat-yan memancarkan sinar penuh harapan.

"Dari awalpun aku tidak pernah berbohong" "Kalau begitu....aku menunggu" "Tetapi aku tidak pernah membantu orang lain tanpa balasan yang setimpal" "Kalau kau punya persyaratan yang ingin diajukan, silahkan katakan padaku." "Tolong jangan lukai Cu Taiya!" "Tu Liong!" suara Thiat-yan terdengar penuh perasaan, "aku mengerti maksud hatimu, namun aku tidak bisa menyetujui persyaratan mu ini.

alasannya adalah kita berdua sama-sama tidak bisa merubah apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Sekarang ini entah berapa lama kita berdua bisa mempertahankan posisi setengah teman setengah musuh seperti ini.

benar?" "Kalau begitu, kita berdua harus berdiri berhadapan sebagai musuh?" raut muka Tu Liong menjadi gelap.

"Kalau terpaksa, aku dan kau akan bertarung habishabisan" Thiat-yan mengatakan semua ini dengan nada datar: "Namun aku tidak ingin kau menghamburkan uang pada orang yang tidak jelas untuk meng-hadapiku" "Orang yang tidak jelas?" "Orang seperti Pembunuh beralis putih" Tu Liong diam-diam merasa sangat kagum, Thiat-yan sepertinya selalu mengetahui semua yang dilakukannya.

Sepertinya dia adalah seorang ahli memecahkan misteri.

"Tu Liong" perkataan nona Thiat-yan ter-dengar penuh makna: "Aku bukan takut pada Pembunuh beralis putih, hanya saja aku takut orang lain mentertawakan dirimu.

Didalam kota Pakhia ini, kau bisa dibilang adalah seseorang yang memiliki kedudukan.

Sekarang kau berhubungan dengan orang semacam itu, apakah itu pantas?" Tu Liong sengaja menyinggungnya: "Nona, apakah kau takut pada Pembunuh beralis putih sampai harus berkata seperti itu?" "Kalau kau ingin aku mati didalam tangan orang yang seperti itu, aku tidak akan rela.

aku sama sekali tidak takut padanya.

Tu Liong, aku juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan apa yang ada didalam pikiranku..." "Apa kau tidak pernah merasa takut pada orang lain?" Tu Liong mewakilkan Thiat-yan meng-ucapkan apa yang mungkin sedang dipikirkannya.

"Betul! kadang-kadang aku menaruh rasa hormat terhadap musuhku, juga menghargai musuh-musuhku.

Tapi bukan saja aku tidak mungkin merasa takut pada musuh, jujur saja aku katakan, merasa takut pun tidak ada gunanya" "Bagaimana pandangan dirimu terhadap Pembunuh beralis putih?" "Tidak buruk, dia adalah pendekar kelas satu, namun tidak bisa disejajarkan bersama-sama dengan pendekar kelas atas" "Mengapa demikian?" "Karena barang itu sudah pernah dimakan rayap" Walau bagaimanapun, Tu Liong sangat mengagumi kemampuan Thiat-yan dalam berbicara, apalagi kemampuannya mengumpamakan sesuatu dan menggunakan kata-kata untuk mengisyaratkan apa yang ingin diucapkannya, dia sangat mahir menggunakannya.

Dia juga sangat berwibawa, dia....dia juga lumayan cantik.

Didalam hati Tu Liong, Thiat-yan sepertinya hanya memiliki sebuah sisi negatif........sayang dia adalah seorang musuh." Sungguh suatu hal yang sangat disayangkan.

"Nona" tiba-tiba saja Tu Liong berkata dengan penuh semangat, "kau tenang saja, aku tidak mungkin menyuruh orang seperti Pembunuh beralis putih untuk menghadapimu." "Kalau begitu aku merasa berterimakasih.

Bicara terus terang, aku paling takut kotor, apalagi orang yang kotor hatinya." Tiba-tiba Tu Liong sadar kalau sekarang dia sudah kehabisan kata-kata.

Kehabisan kata-kata didepan Thiat-yan sungguh memalukan.

Karena itu dia tiba-tiba saja mohon diri, segera memutar tubuh dan berjalan pergi.

Dia tidak tahu harus bagaimana memaksakan diri terus berada disana.

0-0-0

Tu Liong belum menentukan dimana dia akan menemui pembunuh beralis putih, namun dia mengerti karakter para pembunuh semacam ini.

Orang seperti itu selalu menjaga kerahasiaan identitasnya.

Oleh karena itu dia pergi ke kedai teh Tong-ceng tempat pertama dia bertemu dengan Pembunuh beralis putih.

Ternyata memang benar dia sedang berada disana.

"Kau pasti merasa sangat puas" Pembunuh beralis putih berkata dengan sombong.

"Hasil kerja mu memang sangat memuaskan" "Ini adalah awal hubungan kerja sama yang sangat bagus" "Dan ini pun akhir yang bagus" "Apa arti kata-katamu itu?" sepasang bola mata Pembunuh beralis putih yang berwarna merah sekarang melotot.

"Ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan sendiri" arti tersirat yang ingin dikatakan oleh Tu Liong sangat jelas.

Pembunuh beralis putih tertegun: "...

Apakah kau ingin mengatakan kalau aku dipecat?" "Tidak.

Kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik" "Aku tidak mungkin mengembalikan uang yang sudah kau berikan, karena aku memiliki hutang.

Uang itu sudah aku berikan pada orang lain." "Kau tidak perlu mengembalikan uang itu" "Kau sangat dermawan, tapi aku tidak suka menerima pemberian orang lain begitu saja.

Aku sudah mengambil uang sewa kontrakmu selama sebulan, tentu saja dalam waktu sebulan ini kapanpun aku harus mendengar semua perintahmu." "Kau tidak berhutang apapun padaku.

Ini bukanlah sebuah pemberian tanpa hasil yang sesuai, pekerjaan yang sudah kau lakukan tadi sudah dibalas setimpal dengan empat ratus uang barat, apakah ini tidak cukup?" "Tidak bisa" "Mengapa?" "Aku sudah mengatakan.

Aku tidak suka menerima uang tanpa menghasilkan apa-apa." "Apakah kau berpikir ingin menggunakan cara ini untuk mengikatku?" "Terserah kau ingin berpikir apa, dalam waktu sebulan ini aku pasti akan muncul didekat dirimu, aku akan mendengarkan semua perintah yang kau berikan" Tiba-tiba saja tangan kanan Tu Liong melesat bagai petir.

Tangannya segera menyambar pergelangan tangan Pembunuh beralis putih.

Sepertinya dia ingin menguji kemampuan lawannya.

Pembunuh beralis putih sama sekali tidak bergerak, dia membiarkan pergelangan tangannya di pegang erat-erat.

Dia hanya bertanya pada Tu Liong dengan nada dingin: "Apa maksudmu melakukan hal ini?" "Aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa apapun yang bisa kau lakukan, akupun bisa melakukannya" "Sekarang aku tahu" "Pembunuh beralis putih, kalau kau melakukan pekerjaan ini demi mendapatkan uang, kau seharusnya sudah merasa puas.

Tapi kalau kau memiliki niatan yang lain, kau adalah orang yang benar-benar bodoh.

Posting Komentar