Mereka juga berdua.
Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam.
Kalau dia harus bertarung melawan empat orang sekaligus, belum tentu dia bisa memenangkan pertarungan.
Kedua orang yang ada di dalam pun segera menyusul keluar.
Pertama-tama pemuda yang memegang mistar tembaga yang membuka pembicaraan: "Tu Liong! Apakah kau pikir kita pasti akan mendengarkan kata-katamu?" "Kalian datang dari tempat lain.
Naga yang kuat akan kalah oleh ular setempat.
Tentu saja kalian pasti akan mendengarkan semua yang akan kuucap-kan" "Kecuali perintah majikan, kami semua tidak akan mendengarkan kata-kata orang lain.
Sekarang majikan kami sudah memberi perintah, kau harus mengikuti kami pergi, tidak bisa tidak, kalau kau tidak mau pergi, kami pasti akan menyeretmu." "Apakah kalian akan mengeroyokku?" "Untuk menghadapi orang jahat sepertimu, kami semua terpaksa menggunakan cara ini, kau adalah orang yang sangat ternama, kami tidak lebih dari serdadu kecil yang tidak memiliki nama!" "Kalau kalian benar-benar ingin mencoba, silahkan! Aku khawatir yang akan keluar dari tempat ini dengan dipapah bukanlah diriku, tapi kalian." Pemuda yang membawa mistar tembaga segera memberi isyarat dengan matanya.
Kedua orang pemuda yang tadi menunggu di dalam pekarangan segera menyerbu kedepan.
Masing-masing menggunakan tinju kosong.
Bersama sama menyerang ke arah Tu Liong.
Tu Liong segera memperagakan kemahiran ilmu silatnya.
Dia menggunakan sedikit tenaga untuk melawan serangan bertenaga kuat....meminjam tenaga orang lain untuk menyerang.
Tinju salah seorang pemuda sudah meluncur menuju dadanya.
Tubuh Tu Long dengan cepat bergerak ke samping, jari tangannya menyambar maju bagai kilat, langsung pergelangan tangan pemuda itu sudah dicengkram dengan erat.
Tinju pemuda yang kedua menyusul cepat.
Tu Liong kembali bergerak menghindari serangan, dengan tangannya yang masih bebas, dia kembali menangkap lengan pemuda ini.
Kedua pemuda ini masih terus mendesak.
Dengan segera Tu Liong menarik kedua tangan nya ke bawah, dan tubuh kedua pemuda itu ikut tertarik ke bawah.
Karena kecepatan larinya, mereka kedua orang itu berputar dan mereka terhempas keras ke lantai.
Itulah jurus bantingan yang menjadi salah satu keahlian Tu Liong.
Kedua pemuda tadi tergeletak di sebelah kiri dan kanannya.
Mereka tampak sulit menarik nafas.
Dari sini jelas terlihat, hanya mengandalkan tangan kosong, walaupun ke empat pemuda ini menyerang bersama-sama pun tidak akan menang melawan Tu Liong..
Mereka segera memikirkan cara lain untuk melawan Tu Liong, terpaksa mereka harus meng-gunakan senjata, tidak bisa tidak....
Benar saja, mereka semua masing-masing mencabut sebuah pedang pendek.
Kalau diban-dingkan, tentu saja empat buah pedang pendek lebih memiliki kemungkinan untuk melawan daripada empat buah kepalan tangan kosong.
Tampaknya mereka berempat sudah tahu posisinya masing masing.
Mereka melangkah perlahan-lahan mulai mengurung Tu Long.
Tu Liong merasa seolah-olah dirinya seekor kambing yang sedang terjebak ditengah laut dikelilingi ikan hiu lapar yang siap menyantapnya.
Pandangan mata keempat orang itu sangat tajam.
Tu Liong dapat merasakan keinginan bertarung mereka, dia bahkan dapat mendengar sayup-sayup empat suara tarikan dan hembusan nafas yang berat Kilau empat buah sinar pedang terlihat bergerak-gerak.
Tu Liong hanya bisa memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan.
Pada akhirnya acara berjalan keliling pembuka pertarungan selesai dilakukan.
Keempat orang ini sudah menempati posisi masing-masing, Satu orang menempati sebuah penjuru mata angin.
Tu Liong berada ditengah-tengah.
Begitu waktunya sudah tiba.
"SERANG!!!" Pemuda yang tadi memegang mistar besi memberi perintah.
Tentu saja mistar besinya sekarang sudah berganti dengan pedang besi.
Walaupun dia seperti dia pemimpin penye-rangan kelompok ini, tapi dia juga ikut turun tangan menyerang.
Sesuai dengan yang diduga oleh Tu Liong, ke empat orang ini menyerang berbarengan.
Kalau Tu Liong tetap berdiam ditengah menerima empat serangan, dia sama seperti tikus yang sudah pasrah dikeroyok oleh empat ekor kucing.
Apa lagi saat ini Tu Liong tidak membawa senjata apa-apa, dengan tangan kosong melawan empat pedang.
Mana mungkin Tu Liong bisa memenangkan pertarungan ini" Tapi Tu Liong cerdik, dia segera bergerak ke sebelah kiri, dia bergerak bersamaan dengan keempat pemuda ini.
Tampaknya ke empat orang ini tidak mengantisipasi hal ini.
Orang yang menyerang dari kiri tampak terkejut, raut mukanya yang bengis mendadak berubah, dia jadi tertegun.
Matanya membelalak lebar melihat Tu Liong yang melompat ke arahnya.
Tu Liong melompat ke arahnya bagaikan singa yang menerkam mangsanya.
Pedang yang sudah dijulurkan tegak lurus dihadapannya segera ditariknya.
Dia bermaksud mengambil ancang-ancang untuk menebas Tu Liong yang sekarang sedang melayang ditengah udara.
Sayang gerakannya kalah cepat.
Dengan satu tubrukan saja, Tu Liong sudah membuatnya terpental ke belakang.
Inilah tubrukan gaya pegulat sumo yang terkenal.
Tu Liong hanya menggunakan tolakan kaki yang kuat dan bahu untuk menyundul pemuda tadi menjauh.
Dia sama sekali tidak menggunakan kepalan tangannya.
Pemuda malang itu jatuh berguling-guling.
Tu Liong tahu beberapa lama lawannya bisa berhasil berdiri diatas kedua kakinya.
Karena itu dia segera membalikkan tubuh untuk menghadapi dua serangan lagi.
Tampaknya walaupun para pemuda ini ber-tubuh besar dan kekar, mereka belum memiliki pengalaman bertarung terlalu banyak.
Ketika Tu Liong membalikkan tubuh, kedua orang ini sudah berada sangat dekat dengannya.
Mereka berdua masih berlari ke arahnya dan mereka berdua melakukan kesalahan yang sama.
Mereka menebaskan pedangnya sebelah menyebelah dari atas ke bawah ke arah Tu Liong secara bersamaan.
Dengan sangat mudah Tu Liong luput dari serangan bersamaan ini.
Dia merunduk sambil memasang ancang-ancang.
Kembali dia melancarkan tubrukannya.
Kaki kiri yang berada didepan segera menghentak lantai dengan sangat keras.
"HIAAAHHH!!!!" Tu Liong berseru sekuat tenaga.
Telapak tangan yang sudah siap di pinggang segera meluncur dengan cepat menghantam dada kedua pemuda tadi.
Biasanya seorang pegulat berbadan gendut dengan lemak yang berlapis-lapis, tapi tubuh Tu Liong kekar dan berotot, dari hal ini saja sudah terlihat perbedaannya.
Ditambah dengan keadaan mereka berlari, dampak kekuatan pukulan yang diterima terasa jadi berlipat ganda.
Dorongan telapak yang mendarat keras kedada kedua pemuda itu membuat mereka berdua terlempar jauh kebelakang.
Masing-masing pemuda itu berteriak kesakitan.
Pemuda terakhir yang tersisa adalah sang pemimpin rombongan.
Walaupun ke dua pemuda itu sudah jatuh dikiri kanannya, emosinya tampak tidak goyah.
Pemuda yang tersisa terus menerjang ke arah Tu Liong dengan pedang yang teracung tinggi diatas kepala.
Tu Liong menunggu serangan pemuda yang menjadi pemimpin, tapi dia tetap waspada dengan keadaan disekelilingnya.
Dia menyadari, pemuda yang jatuh dibela-kangnya sedang mengendap-endap berusaha menu suknya dari belakang.
Karena itu ketika pedang sang pemimpin mengayun kearahnya, Tu Liong segera menangkap pergelangan tangannya dan berkelit ke arah kanan Dengan cerdik Tu Liong menggunakan pedang sang pemimpin untuk menangkis serangan pemuda yang berusaha menyerangnya dari belakang.
Tu Liong menempatkan kaki kanannya dibelakang kaki kiri sang pemimpin, dia lalu menjatuhkan berat tubuhnya pada kaki sang pemimpin.
Dia melakukan ini agar sang pemimpin jatuh berlutut pada satu kaki.
Tu Liong sudah menggunakan pemimpin ini sebagai tamengnya.
Si pemuda yang menyerang secara diam-diam tidak bisa berbuat banyak.
Dia takut kalau menyerang, dia akan melukai pemimpinnya.
Pada saat ini, dua pemuda lain yang tadi sudah melayang karena serangan Tu Liong sudah kembali berlari mendekat dan menebaskan kembali pedangnya.
Tu Liong kembali menghindar dengan indah diantara kedua serangan itu.
Tapi situasinya bertambah terjepit.
Sekarang dia berada dekat dengan ke empat orang pemuda, mereka bisa membacoknya setiap saat.
Terpaksa dia berusaha menjauh.
Keempat pemuda itu berusaha kembali berdiri diatas kedua kaki masing-masing.
Setelah semua pemuda kembali bersiap, mereka berdiri bersebelahan membentuk pagar betis.
Tatapan mereka kembali terlihat bengis.
Kilau pedang kembali terlihat.
Tu Liong tahu kali ini mereka lebih siap untuk bertarung.
Pertempuran kali ini tidak akan berlangsung mudah seperti tadi.
Tu Liong kembali memasang kuda-kuda.
Tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara siulan seseorang, mungkin juga ini adalah siulan orang yang sembarang lewat di jalan raya, tapi untuk telinga keempat orang pemuda ini, suara itu terdengar berbeda.
Setelah suara siulan itu menghilang, mereka semua mundur teratur.
Mereka pun masing-masing memasukan kembali pedang pendek ke dalam sarungnya.
Tu Liong jadi tahu, masih ada orang lain yang diam-diam menyaksikan pertarungan ini.
Siapakah orang itu" Apakah dia adalah Thiat-yan sendiri" Ataukah masih ada orang lain lagi yang mendalangi keempat pemuda tadi" Dia lalu menegadahkan kepalanya dan melihat kesekeliling.
Dibelakang rumah kediaman sang peramal terdapat sebuah bangunan bertingkat.
Di loteng bertingkat terdapat sebuah jendela yang sedang ditutup rapat.
Apakah Thiat-yan sedang menyaksikan semua kejadian yang baru saja terjadi" Pemuda yang membawa mistar tembaga berkata: "Baiklah! Sore ini jam empat tepat, di kedai teh Tong-ceng, majikan kita pasti akan datang tepat waktu!" Sekarang Tu Liong jadi lebih waspada menghadapi semua tindakan yang dibuat oleh Thiat-yan.
Setelah kejadian ini, terlihat bahwa dia bahkan bisa mengontrol anak buahnya dari tempat yang jauh.
Terbukti pada hari biasa, para anak buahnya sudah terlatih baik.
Thiat-yan bahkan sudah mempersiapkan rencana cadangan yang tidak terduga.
Hanya dengan sebuah siulan, mereka semua bisa berubah dan mengganti strategi dengan cepat.
Musuh yang sudah siap menyerang, mana mungkin bisa dianggap enteng.
0-0-0
Tu Liong pulang kerumahnya, baru saja ingin beristirahat memulihkan stamina.