Aku tidak ingin menerima pembayaran dari mu sebagai ungkapan bela sungkawa." Berdasarkan cerita Wie Kie-hong, Bu Tiat-cui sama sekali tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang mati didalam kamarnya.
Apakah dia benar-benar tidak tahu" "Ramalanmu sungguh tepat!" Tu Liong berkata padanya dengan nada dingin.
"Hei...
Hei...
Semua ramalan yang kubuat selama ini biasanya selalu tepat." "Sebenarnya kau dari awal pun sudah tahu orang itu sudah mati." "Oh..." Dari awal aku sudah tahu" Tidak mungkin!" "Karena orang ini sudah mati didalam kamar ini" "Tuan!" mendadak Bu Tiat-cui berdiri, sikap-nya berubah menjadi sangat tegas, "tadi ada seseorang yang memberitahuku bahwa ada seseorang yang dibunuh disini.
Tapi aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Tuan! Kau juga tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri.
Apa yang kau dengar, belum tentu kenyataan, namun apa yang sudah kau lihat, itu barulah bisa kau percaya." "Bu Tiat-cui!" seru Tu Liong dengan kecut "kau tidak usah macam-macam, melihat keadaan, aku tahu kau bukan orang sembarangan........bibirmu keras seperti kulit tanduk, kau katakan! bagaimana orang itu matinya?" "Ini sebuah hal yang aneh! Bagaimana orang itu dibunuh" bagaimana aku bisa mengetahui hal ini?" "Aku kataan sekali lagi.
Kau pasti tahu karena orang itu mati disini!" "Tuan! Bu Tiat-cui sama sekali tidak pernah berbuat salah padamu! Untuk apa kau tiba-tiba datang menudingku seperti ini?" "Bukankah kau mengatakan kalau kau bisa meramal, melihat karakter seseorang dari raut wajah, kau bisa meramal baik dan buruk, meramal masa lalu" Kalau begitu mengapa kau tidak mencoba meramal, mengapa aku bisa datang kemari dan menudingmu seperti ini?" "Jangan melotot seperti itu! Aku bisa meramal orang lain dengan tepat, namun aku tidak bisa meramal diriku sendiri.
Kalau aku bisa meramal diri sendiri, untuk apa aku mencari hidup dengan meramal?" "Bu Tiat-cui! Sedikit banyak kau pasti sudah mengetahui kalau aku bukanlah orang yang senang berbasa-basi.
Terlebih lagi seharusnya kau sudah tahu.
aku datang kemari, aku tidak akan pergi dengan mudah hanya karena ditakut-takuti olehmu....! Aku ingin bertanya sebuah pertanyaan padamu.
Tolong jawab dengan jujur!...
"Pertanyaan apa?" "Siapa yang sudah menyetir gerak gerikmu dan bersembunyi dibelakangmu" Aku hanya ingin tahu siapa orang ini.
kau lihatlah aku bukanlah seorang yang senang mendapat hasil yang kecil.
Aku tidak ingin mencari penakut yang melarikan diri.
Aku ingin mencari juragan besar! Juragan besar yang ada dibelakangmu!" "Tuan yang terhomat ini...
!" Bu Tiat-cui tidak menjadi panik sedikitpun.
Semua kata-kata meluncur dari mulutnya dengan sangat teratur, "apapun kata-katamu itu semuanya tidak ada gunanya, aku sudah tinggal di dalam kota ini selama puluhan tahun, orang yang sudah kukenal pun tidak sedikit.
Siapa yang berani berkata kalau aku adalah seorang pengecut yang senang melarikan diri" Kalau kau tidak percaya, silahkan bertanya pada orang-orang.
Pada waktu itu raja Su-cen juga sudah pernah datang kemari mencariku untuk menghitung dirinya dan meramal masa depannya." Setelah mendengar sepatah kata "raja Su-cen", emosi Tu Liong kembali mereda.
Sekarang nada bicaranya sudah kembali seperti biasa.
Dia kembali ramah tamah, karena topiknya pasti akan beralih pada Leng Souw-hiang.
"Apa anda mengenal Leng Taiya?" "Kepala bagian kepercayaan raja Su-cen.
Siapa yang tidak mengenalnya?" "Menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menitipkan sebuah kopor kulit padamu untuk dijaga.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?" "Aku tidak akan menutup-nutupi padamu.
Hari ini sudah ada setidaknya tiga sampai lima orang yang datang kemari bertanya seperti itu.
Namun bagaimanapun juga jawabanku tetap satu....itu tidak pernah terjadi" "Benarkah tidak pernah terjadi?" "Tidak pernah" Bu Tiat-cui benar-benar seorang yang bermulut besi (Tiat Cui) setelah berkata, dia tidak pernah sekalipun merubahnya.
"Ada seseorang yang melihatmu datang ke stasiun kereta dan menukarkan sebuah kopor kulit berwarna kuning dengan seseorang yang masih muda." "Kapan hal ini terjadi?" "Belum lama" "Bohong! Sedari pagi ini aku pergi keluar berjalan-jalan seperti biasa.
Setelah kembali aku tidak pergi keluar lagi.
Orang yang sudah mengatakan itu padamu, kalau bukan seorang pembohong, dia pastilah seorang buta!" Pada awalnya Tu Liong berharap untuk mendapatkan informasi yang lain dari dirinya, namun tidak disangka semua kata-kata yang diucapkan oleh Bu Tiat-cui benar-benar sangat bersih.
Tidak terlihat kejanggalan sedikitpun.
Apakah Thiat-yan sudah datang kemari dan mencuri dengar" Dan apakah Bu Tiat-cui menjawab semua pertanyaannya dengan cara yang sama seperti dirinya" Apakah Thiat-yan akan percaya dan segera pergi.
Sepertinya hal ini sangat tidak mungkin "Tuan! silahkan pulang! Aku berani menga-takan kalau kau ingin mencari sebuah berita, kau sudah menggonggong pada pohon yang salah.
Kau sudah bertanya pada orang yang salah" Tu Liong kecewa, otaknya yang cemerlang pun seolah-olah berhenti berputar.
Tiba-tiba saja dari luar terdengar suara orang: "Apakah ada orang didalam?" "Siapa?" Bu Tiat-cui cepat-cepat pergi ke pintu dan menyibakkan tirai.
"Kami datang kemari untuk diramal" Orang yang datang ada dua, semuanya masih sangat muda.
Melihat dari penampilannya, dan dari cara mereka berjalan, langsung dapat diketahui kalau mereka berdua menguasai ilmu silat, hal ini tidak dapat lolos pandangan Tu Liong.
Bu Tiat-cui sama sekali tidak mencurigai maksud kedatangan kedua orang ini.
dia langsung pergi mengambil kotak kayu yang berisi gulungan kertas dan menyerahkannya pada kedua orang itu.
Dengan sangat sopan santun dia berkata: "Silahkan ambil salah satu gulungan kertas ini sesuka hati anda" Salah satu diantara mereka mengulurkan tangan dan mengambil sebuah gulungan.
Bu Tiat-cui membukan gulungan kertas dan melihat tulisan didalamnya.
Sebuah kata P (kau) yang berarti mulut.
Orang yang satunya sepertinya menaruh minat pada pernak-pernik yang ada ditempat Bu Tiat-cui.
Dia melihatlihat, dan meraba-raba semuanya.
Terakhir dia mengambil sebuah mistar tembaga dari meja tempat Tu Liong duduk.
Bu Tiat-cui sama sekali tidak menaruh kecurigaan apa pun terhadap mereka.
Dia bertanya: "Tuan inginbertanya tentang apa?" "Mencari seseorang" "Oh?" Sekali lagi Bu Tiat-cui mengambil kuas dan mencoret-coret pada sebuah lembar kertas yang masih kosong.
Pertama-tama dia menggambar sebuah huruf P (kau).
Setelah itu dia menggoreskan dua buah garis.
Sekarang huruf Pberubah menjadi huruf Jl(Ci).
Huruf ini berarti "hanya".
Setelah menggambar, dia kembali berkata pada kedua pemuda itu: "Ramalanku dapat diandalkan, biasanya selalu akurat., karena kalian datang berdua, dibawah huruf (kau) aku menggambar dua buah garis.
Huruf P berubah menjadi il(ci) yang berarti hanya.
Itu berarti kalian berdua datang kemari mencari orang yang sama....tuan yang ini memegang mistar tembaga di tangannya, karena itu kita akan menambahkan sebuah huruf K.[cek] yang berarti "mistar (penggaris)", dan tulisan kita berubah menjadi FH ....Hmmm...
orang ini berada ditempat yang sangat dekat!" "Apa artinya?" "Orang ini ada di bawah kaki langit, tapi sangat dekat didepan mata..." Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui tersentak kaget dan langsung terdiam.
Sepertinya dia baru menyadari bahwa ramalannya sekali lagi adalah sebuah ramalan yang tidak baik, karena didepan matanya masih ada orang ketiga.
Dari awal Tu Liong mengawasi semua dengan tatapan mata dingin, saat ini Tu Liong pun menyadari ada sesuatu yang kurang baik.
Pemuda yang memegang mistar tembaga tertawa terkekeh-kekeh dan berkata: "Bu Tiat-cui! Semua orang berkata bahwa ramalanmu sangat tepat, ternyata memang yang diomongkan orang orang tidak salah....kami berdua memang datang kemari mencari teman yang berada didalam ruangan ini" Jawaban ini memang sudah diduga oleh Tu Liong sebelumnya, hanya saja dia tidak menyangka kedua orang ini harus menemui Bu Tiat-cui untuk diramal.
Ini membuat keadaan berubah menjadi sedikit lebih rumit.
Apakah ramalan Bu Tiat-cui benar-benar sangat akurat" Ataukah kedua orang ini memang pada dasarnya sudah bekerja sama dengan Bu Tiat-cui untuk membuat sebuah ramalan" Apakah mereka sengaja membuat sandiwara" Walaupun sedang menghadapi dua orang lawan yang kuat, Tu Liong masih belum bisa melepaskan ketertarikan untuk memecahkan sebuah misteri.
"Tu Liong!" Orang yang membawa mistar tembaga berkata dengan nada dingin "kami benar-benar tidak menyangka bisa bertemu denganmu disini.
Bagaimana kalau kita bertiga pergi berjalan-jalan sebentar?" "Mengapa aku harus ikut kalian?" tatapan mata Tu Liong sama sekali tidak berpindah dari muka Bu Tiat-cui.
Tampaknya dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk melihat pendirian lawannya.
Bu Tiat-cui tampak sangat kaget.
Raut muka seperti ini tidak mungkin dipalsukan.
"Sahabat!" orang yang membawa mistar tembaga berkata pada temannya, "sepertinya sahabat mongol ini tidak ingin bekerja sama.
Sebaiknya apa yang harus kita lakukan?" "Kalau tidak berhasil menggunakan cara yang halus, kita harus menggunakan kekerasan" "Saudara berdua!" Tu Liong berkata dengan nada dingin.
Tentu saja dia tidak menganggap enteng kedua orang ini, "kupikir kalian berdua pun tentu sudah mendengar kabar.
Kalau kalian menggunakan cara kekerasan, kalian berdua belum tentu bisa men-dapatkan apa yang kalian inginkan dengan mudah....
kemana kalian ingin membawaku" Untuk menemui siapa" Kalau kalian bisa menjelaskan semuanya, mungkin aku bersedia pergi bersama kalian menemui orang ini...." "Menemui siapa, bertemu dimana...
pada waktunya nanti kau akan tahu sendiri." "Huh! Apakah kalian berpikir ingin menutup mataku, menggiringku seperti kambing bodoh ke rumah pejagalan?" Dengan cepat kedua orang pemuda itu saling bertukar pandang.
Akhirnya mereka membuat sebuah rencana lain.
Sekarang Tu Liong sudah tahu bahwa mereka adalah anak buah Thiat-yan yang sudah diutus untuk menjemputnya.
"Kalian pulanglah dan beritahu pada Thiat-yan, aku tidak ingin menjumpai dirinya.
Kalau dia ingin menjumpai aku, aku yang akan menentukan, tempat dan waktu harus kalian ingat dengan baik.
Sore jam empat tepat, di kedai teh Tong-ceng" Setelah berkata seperti itu, Tu Liong segera berjalan keluar.
Kedua orang pemuda tadi tidak mencegat kepergiannya.
Ternyata di pekarangan rumah masih ada orang lain.