umurmu masih sangat muda, kalau kau ikut campur kau pun pasti akan ikut terbunuh....pelayan! antar tamu!" Wie Kie-hong berkata dengan nada yang terdengar sangat dingin: "Nona Yan, aku sungguh ingin mengetahui penyebab kematian ayahku, namun aku tidak akan menanyakan padamu.
Aku percaya, tidak ada urusan yang bisa selamanya ditutupi" Sewaktu pergi dari tempat itu, dia kembali diantar oleh orang yang sudah menjemputnya tadi.
Dan seperti sebelumnya, kepalanya kembali dibungkus dengan kain berwarna hitam.
Dia kemudian diturun-kan didepan sebuah jalan besar.
Setelah turun, kereta kembali pergi menjauh, tadinya Wie Kie-hong ingin membuntutinya kembali, namun dia tidak berbuat demikian.
Thiat-yan tidak mengakalinya dengan tipu daya, dia juga tidak boleh berbuat seperti ini.
Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya, ternyata orang itu adalah Tu Liong.
"Tu Toako....?" Tu Liong menatap, setelah itu dia menarik tangannya dan segera pergi.
Mereka berdua memasuki sebuah gang kecil yang sepi.
Disana barulah Tu Liong mulai berkata, "Apakah kau sudah menemui Thiat-yan?" "Aku sudah menemuinya! Tapi dari mana kau tahu aku menemuinya?" "Sebenarnya dari tadi aku sudah mengikuti-mu.
Ada banyak urusan yang jika sekarang diceritakan padamu, mungkin kau tidak akan mengerti...." "Kalau begitu kau pasti sudah tahu dimana tempat tinggal Thiat-yan" "Tentu saja aku tahu" "Dimana?" "Kalau aku katakan, kau pasti akan terkejut.
Thiat-yan tinggal tepat disebelah rumah Bu Tiat-cui.
Kedua rumah ini hanya dibatasi sebuah tembok" "Hah?" "Kereta kuda itu sudah membawamu berputar-putar beberapa keliling.
Setelah itu kereta kembali lagi ke tempat semula.
Hanya kau tidak menyadarinya." "Thiat-yan benar-benar sangat cerdik, namun dia tetap sangat sopan.
Walaupun tadi percakapan kami berdua tidak ada kecocokan, dia tidak mempersulit aku." "Kalian bercakap-cakap tentang apa?" Wie Kie-hong menceritakan kembali semua percakapan yang dialaminya dengan Thiat-yan.
Setelah ini dia juga menceritakan perihal Bu Tiat-cui yang masih hidup Tu Liong mendengarkan semua ini dengan sepenuh hati.
setelah itu dia bertanya: "Apakah kau sekarang bermaksud pergi ke stasiun kereta menemui Bu Tiat-cui?" "Betul" "Percuma" "Mengapa?" "Bu Tiat-cui tidak mungkin pergi" Tu Liong terdengar sangat yakin.
"Tu Toako! Apakah kau ingin mengatakan bahwa Bu Tiatcui sudah ditangkap oleh Thiat-yan"' "Kie-hong! Aku hanya seorang diri.
Dari tadi aku memperhatikan dirimu, otomatis aku tidak memperhatikan Bu Tiat-cui.
Apa yang sudah dilakukan nya aku sama sekali tidak tahu.
Namun aku sudah membuat sebuah tebakan.
Kie-hong! aku senang sekali memecahkan misteri! Karena itu tebakan yang kubuat pada umumnya dapat diandalkan!" "Aku tetap harus pergi kesana" "Dengar kata-kataku! Sebaiknya kau jangan pergi kesana" "Kenapa?" "Kau pikirlah dengan baik.
Thiat-yan tinggal disebelah rumahnya.
Semua gerak gerik Bu Tiat-cui sudah pasti diketahuinya dengan jelas.
Aku tahu alasanmu berkeras untuk menemui Bu Tiat-cui di stasiun kereta.
Ini karena dia akan memberikanmu kopor kecil yang sudah kau ceritakan itu.
di tempat ramai seperti itu, orang yang membawa sebuah kopor kecil tidak akan menimbulkan kecurigaan orang lain." Wie Kie-hong benar-benar mengagumi kehebatan Tu Liong membuat kesimpulan.
"Kalau kopor itu adalah barang yang diincar oleh Thiat-yan, apakah mungkin dia akan membiarkan barang itu jatuh ke tanganmu" Kie-hong! Sebelum misteri kematian orang yang kedua alisnya ditembus jarum panjang itu dipecahkan, sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa.
namun dalam hatinya dia berpikir, 'Tu Toako, kau terlambat mengatakan hal itu padaku.
Satu satunya barang bukti sudah diberikan pada Bu Tiat-cui.
Kalau aku tidak mendapatkan kopor itu, bukankah aku sudah mengecewakan janjiku pada Gihu (ayah angkat)"' "Aku tahu dalam hatimu kau sedang memikirkan apa." "Oh...?" "Kau sedang berpikir tentang janjimu pada ayah angkatmu.
Betul tidak?" "Siapa bilang tidak" Sekali tebak saja semua sudah kau ketahui" "Kalau aku mengatakan sebuah kalimat yang nekat, kau pasti akan kaget" "OH..?" "Leng Taiya menyuruhmu mengambil kopor itu juga sebenarnya adalah sebuah jebakan.
Terlebih lagi Bu Tiat-cui sudah membuat janji untuk menemui-mu, aku khawatir ini juga sebuah jebakan." "Tu Toako! Kau sudah membuatku sangat bingung!" "Kau jangan pergi ke stasiun kereta!" "Ada sesuatu yang belum kukatakan padamu, pada waktu itu aku pikir Bu Tiat-cui sudah meninggal, dan kopor kecil itu selamanya tidak akan pernah kudapatkan, aku pikir mengatakan hal ini ataupun tidak, tidak akan membuat banyak perubahan........namun sekarang setelah aku mengetahui lebih banyak, sepertinya keadaan sudah berubah" "Kalau kau mau memberitahukan padaku sekarang, sepertinya masih sempat" "Ayah angkat sudah menitipkan pesan padaku, setelah mendapatkan kopor tersebut aku harus secepatnya naik kereta ke sebelah utara Tai-ouw, dan membuang kopor tersebut ke laut.
Selain itu dia juga berpesan agar aku tidak curiga dan membuka kopor untuk melihat apa isinya" "Oh...?" Tu Liong memalingkan pendangan nya, dia kembali memikirkan sesuatu.
"Barang yang digunakan sebagai tanda bukti pengambilan kopor sudah kuserahkan pada Bu Tiat-cui.
Kalau aku tidak pergi menemui dia, itu benar-benar celaka" "Baiklah! Kau pergilah!" Tu Liong tiba-tiba saja merubah keputusannya.
Wie Kie-hong tidak mengerti.
"Bagaimana dirimu?" "Aku harus mengurus hal yang lain" "Apakah kita masih bisa bertemu lagi?" "Bukankah kau harus pergi ke sebelah utara Tai-ouw dan membuang kopor itu" kalau menunggu sampai nanti kau kembali, langit pasti sudah menjadi gelap.
Mungkin nanti sudah tengah malam" "Tu Toako! Bukankah tadi kau berkata bahwa Bu Tiat-cui tidak mungkin datang?" "Aku pikir dia mungkin datang" "Mengapa kau berubah pikiran?" "Karena aku sudah membuat satu dugaan yang baru....Bu Tiat-cui mungkin akan datang, malah dia akan membawakan kopor yang kau inginkan itu." Setelah berkata demikian, Tu Liong menepuk bahunya, lalu pergi.
Sekejap saja Wie Kie-hong merasa curiga.
Apakah otak Tu Liong benar-benar sangat pintar sampai bisa menebak semuanya bagaikan seorang dewa" Ataukah ada hal lainnya" "Tuan! Apakah ingin naik kereta?" ternyata sebuah kereta kuda sudah berada didepan matanya.
"Ke stasiun kereta" Wie Kie-hong duduk diatas kereta kuda.
Setelah sampai di stasiun kereta, waktu menunjukkan tepat pukul dua belas siang.
Wie Kie-hong cepat-cepat turun dari kereta kuda dan berjalan ke pintu masuk.
Disana dia melihat Bu Tiat-cui sedang berjalan mendatanginya dari arah yang berlawanan.
Tangannya menggenggam sebuah kopor kuning.
Walaupun Wie Kie-hong merasa sedikit gugup, namun melihatnya dia merasa sedikit lega.
Tugas yang diembannya sebentar lagi akan selesai...
Bu Tiat-cui akhirnya berdiri di sisi sebelah kanan Wie Kiehong.
Dia lalu memindahkan kopor kuning itu dari tangan kanan ke tangan kirinya.
Saat ini Wie Kie-hong hanya tinggal mengulurkan tangannya, mengambil kopor itu dari tangannya.
Ini tidak akan membuat orang lain merasa curiga.
Tepat pada saat itu, tiba-tiba saja ditengah kerumunan didalam stasiun kereta muncul seseorang.
Orang ini berjalan di belakang mereka berdua.
Wie Kie-hong tentu saja tidak bisa mencegah hal ini.
orang ini berjalan menerobos diantara Wie Kie-hong dan Bu Tiat-cui.
Sambil menerobos, dia berhasil merebut kopor kuning yang akan diberikan.
Setelah merebut kopornya, dia tidak berlari seperti seorang maling pada umumnya.
Dia hanya berjalan dengan kecepatan yang normal keluar stasiun kereta.
Dia melakukan semuanya seolah-olah kopor kuning itu adalah miliknya sendiri.
Bu Tiat-cui sangat terkejut dan hanya bisa menatap Wie Kie-hong.
Wie Kie-hong hanya melihat Bu Tiat-cui sekilas, cepat-cepat berjalan kedepan untuk mengejarnya.
Tiba-tiba sebuah tangan yang bertenaga memegang bahu kanannya.
"Hei...
pelayan...
kita sudah sangat lama tidak berjumpa.
Apa kabar?" Tubuh Wie Kie-hong berputar dengan cepat, setelah itu dia berkata dengan dingin "Kau salah orang!" "Maaf!" sambil menyapa, orang yang meme-gang bahu menarik kembali tangannya.
Setelah Wie Kie-hong kembali memalingkan kepala untuk mengejar, orang yang merebut kopor sudah pergi entah kemana.
Dia sudah tidak terlihat.
Jelas ini adalah sebuah tipu muslihat.
Pepatah mengatakan "biksunya bisa melarikan diri, namun viharanya tetap berada ditempatnya".
Walaupun dia sudah kehilangan orang yang mencuri kopor, namun dia tahu pelakunya pastilah orang suruhan Thiat-yan.
Sedangkan sekarang dia sudah tau tempat tinggal Thiat-yan.
Tentu saja Wie Kie-hong harus menangkap orang yang sudah salah mengenalnya tadi.
Dia segera membalikkan tubuh, Namun ternyata orang ini juga sudah menghilang entah kemana.
"Sial!" Wie Kie-hong mendamprat "Kenapa?" "Kau masih bertanya" Kopor itu sudah direbut orang lain!" "Aku pikir orang itu adalah suruhanmu." Sekarang Wie Kie-hong mulai memutar otaknya.
Dia bertanya: "Tuan Bu, setelah kau meninggalkan gang San-poa, kau pergi kemana saja?" "Aku langsung pergi mengambil kopor itu" "Apakah kau ditengah jalan diikuti orang lain?" "Aku tidak tahu" "Bagaimana mungkin mereka tahu kita berdua sudah membuat janji bertemu disini?" "Aku....aku tidak tahu" Orang yang merebut kopor itu pastilah sudah membuntuti Bu Tiat-cui sepanjang jalan, sampai dia kemari.
Kalau begitu, dari awalpun mereka sudah memiliki kesempatan untuk merebut kopor itu, langsung dari tangan Bu Tiat-cui.
Mengapa mereka harus menunggu merebutnya di sini" Mengapa harus mengambil resiko merebut kopor itu di depan mukanya" Apakah mungkin ini untuk melepaskan kesalahan dari tangan Bu Tiat-cui" Apakah tipu muslihat ini ada hubungan dengan Bu Tiat-cui" "....sekarang kita harus bagaimana?" Bu Tiat-cui tampak sangat gugup.
"Sekarang tuan Bu akan pergi kemana?" "Aku akan pulang kerumahku" "Bukankah kau tadi berkata bahwa sementara waktu kau akan menjauh dari rumah itu?" "Aku tidak punya tempat melarikan diri" "Baiklah, nanti aku akan menghubungimu lagi" Setelah mengatakan ini, Wie Kie-hong segera berjalan pergi, dia tidak ingin menanyai Bu Tiat-cui lebih lanjut.
Lagipula dia tidak memiliki alasan untuk menanyainya lebih jauh.
Dia juga tidak mungkin mengulur urusan ini lebih lama.
Dia harus segera menemui Tu Liong.
Dia segera pergi ke kediaman Cu Taiya.
Ter-nyata Tu Liong ada dirumah, membuat Wie Kie-hong merasa senang.