Walet Besi Chapter 08

NIC

Sekarang di tempat yang sama duduk seorang yang masih hidup dan sehat.

Orang ini berumur sekitar empat puluh tahun, dia memelihara jenggot mirip kambing.

Kedua pasang matanya bersinar penuh semangat.

Dia melambaikan tangannya sambil berkata: "Apakah anda ingin diramal" Apakah anda ingin menebak karakter dari raut muka" Apakah anda ingin menanyakan nasib yang sedang berjalan" Silahkan duduk disebelah sini." Dalam sekejap saja Wie Kie-hong mencoba membandingkan dua buah kejadian yang sebelumnya sudah dilihatnya.

Mayat yang dilihatnya kemarin tidak memiliki janggut, dan lagi tubuhnya pun sangat gemuk.

Selain itu ruangannya sangat berantakan.

Sekarang ruangannya sudah tertata sangat rapi.

Sebelumnya dia melihat kuas untuk menulis sudah tergeletak dilantai, namun sekarang kuas tersebut sudah ditaruh dengan rapi di atas lemari buku.

Ternyata di lantai pun tidak terlihat bekas tinta yang tercecer.

Wie Kie-hong bingung.

Apakah tadi dia sudah salah masuk ruangan" Ataukah ruang yang berantakan yang dilihatnya sebelumnya hanya khayalan dirinya saja" Wie Kie-hong lalu duduk dihadapan pria setengah baya dan lalu menyapanya.

"Tuan adalah...." "Namaku Bu Tiat-cui, apakah anda tidak melihat spanduk nama yang sudah kupasang di pintu masuk" Apakah anda ingin diramal?" Apabila orang ini benar-benar Bu Tiat-cui, kalau begitu mayat yang sudah dilihatnya sebelumnya pastilah bukan dirinya.

Tentu saja ada kemungkinan orang ini adalah Bu Tiatcui gadungan.

Namun kemungkinan ini sangat kecil, ini adalah tindakan nekat, orang yang mengenalnya pasti langsung akan mengetahui kalau Bu Tiat-cui adalah Bu Tiat-cui gadungan.

"Apakah tuan Bu tinggal disini?" "Betul" "Sebetulnya tadi pagi aku sudah datang kemari, namun tidak menjumpai tuan Bu" "Oh, aku selalu bangun pagi pagi, dan pergi keluar untuk berjalan-jalan.

Sekali aku pergi berjalan-jalan, aku selalu menghabiskan waktu dua sampai tiga jam.

Mohon maaf anda sudah repot datang kemari tanpa menemuiku." Sekarang Wie Kie-hong baru menyadari bahwa atap ruangan itu bergambar seekor naga.

Sewaktu dia memasuki ruangan ini sebelumnya, dia tidak memperhatikannya.

Pada waktu Bu Tiat-cui sedang pergi keluar untuk berjalanjalan ........sebelum dia kembali ke dalam ruangan........pastilah ada orang lain yang datang membersihkan ruangan sampai rapi.

Bu Tiat-cui pasti tidak akan tahu apa yang sudah terjadi di dalam ruangan ini sebelumnya.

Apakah ini mungkin" Wie Kie-hong bertanya dalam hatinya, walaupun kemungkinannya sangat besar, namun mengapa pelaku kejahatan harus memilih ruang yang dihuni oleh Bu Tiat-cui untuk membunuh orang lain?" "Tamu yang terhormat! Apakah anda ingin diramal?" Wie Kie-hong tidak menjawab pertanyaan yang sudah diajukan padanya.

Dalam benaknya, dia sedang memikirkan jawaban dari pertanyaan yang lain....

namun sebelumnya dia harus memastikan apakah orang yang ada didepannya ini adalah Bu Tiat-cui yang asli.

Cara membuktikannya hanya ada satu.

Dia segera mengeluarkan ornamen yang terbuat dari giok yang sudah diberikan oleh Leng Souw-hiang padanya.

Dia lalu menaruh ornamen tersebut diatas meja.

Kalau orang ini benar-benar Bu Tiat-cui yang asli, dia seharusnya sudah tahu apa arti ornamen tersebut.

Sekarang sepasang mata peramal tersebut sudah terpaku pada ornamen giok yang ada didepan-nya.

Setelah itu dia mengambil ornamen giok dengan penuh rasa hormat, menutup matanya dan menghela nafas.

Terakhir dia menyimpan ornamen giok itu kedalam saku bajunya dengan sangat hati hati.

Wie Kie-hong terus meneliti gerak-gerik orang yang ada dihadapannya.

Sekarang sepertinya dia bisa mendapat kepastian bahwa peramal yang sedang duduk didepan-nya adalah Bu Tiat-cui yang asli.

"Apakah kau datang dari tempat yang jauh?" tiba tiba saja peramal ini bertanya.

"Tidak terlalu jauh" jawab Wie Kie-hong.

"Anda tinggal di kediaman keluarga yang mana?" "Untuk apa bertanya tentang hal ini?" "Bukankah anda datang kemari untuk mengambil sebuah barang" Anda tidak perlu menunggu disini.

Silahkan tinggalkan alamat rumah anda.

Nanti aku akan mengantarkan barang itu langsung ke tempat anda" Setelah melihat ornamen giok, peramal ini sepertinya langsung percaya dan memberikan barang yang diminta.

Dia tidak mengetahui siapa yang saat ini sedang memegang koper yang harus dibawanya, juga tidak mengetahui siapa yang akan membawanya, dia hanya mewakilkan permintaan temannya saja.

Kalau begitu peramal ini pastilah tidak akan tahu barang apa yang ada didalam koper.

Kesimpulan ini dibuat oleh Wie Kie-hong dengan cepat.

"Mengapa tidak kau berikan sekarang?" "Karena barang itu tidak disimpan disini.

Aku tidak memiliki sanak keluarga, dan aku punya kebiasaan untuk berjalan pagipagi sekali.

Tidak aman menyimpannya disini" "Apakah barang bukti yang tadi kuserahkan padamu itu sudah betul?" "Betul" "Kalau begitu, aku harus memastikan dulu apakah barang yang akan kudapat itu barang yang tepat, barang apa yang akan kau berikan padaku?" "Sebuah koper kecil" peramal itu masih menam bahkan penjelasan ...

"koper ini terbuat dari kulit kerbau berwarna kuning.

Diatasnya masih ditambah-kan kunci unik yang dibuat oleh orang luar negri.

Barang ini adalah barang yang sangat istimewa.

Barang ini keluaran Tian Jin dengan merk Hardman.

Menurut kabar, kopornya saja sudah bernilai seratus uang kertas orang asing" "Apa kau menyimpan barang ini di temanmu?" "Betul" "Apakah dia bisa dipercaya?" "Mmm!" peramal itu berpikir sebentar lalu katanya lagi, "orang yang masih hidup di bumi, tidak dapat dipungkiri pasti akan memiliki beberapa orang teman, meski memiliki teman, sebatang jarum dan seutas benang pun tidak dapat langsung minta tolong dijagakan oleh mereka.

Ada sebagian teman yang dapat dipercaya mewakilkanku untuk menjaga barang tersebut, harap tenang saja.

Temanku ini benar benar dapat diandalkan." "Kalau begitu, apakah aku bisa mengambil koper ini dari temanmu sekarang juga" Aku sudah menyerahkan ornamen giok sebagai bukti kalau aku adalah orang yang tepat, aku tidak mungkin pulang kerumah dengan tangan hampa.

"Apakah kau tidak mempercayaiku?" "Bukan., bukan begitu...

bukan itu maksudku." Wie Kiehong menjelaskan, "pemilik koper dapat menyimpan koper itu disini, dia tentu saja sangat mempercayai dirimu.

Dia sudah mempercayaimu, mana mungkin aku tidak mempercayaimu?" "Kalau begitu, silahkan anda pulang ke tempat tinggal anda dan menunggu disana.

kira kira tengah hari besok, aku pasti akan membawa-kan koper itu ketempat tinggalmu." "Tuan Bu, aku memanggilmu seperti ini, apakah panggilanku tepat?" "Margaku memang Bu" "Sewaktu aku masuk tadi aku sudah mengatakan, kalau tadi pagi aku sudah datang kemari" "Anda sudah datang sia-sia, aku benar benar ingin meminta maaf." "Bukan itu maksudku ........yang ingin kukatakan adalah sewaktu aku datang tadi, aku menemukan sebuah kejadian aneh.

Berita ini sangat mengejutkan.

Aku tidak tahu apakah tuan Bu juga sudah mendengarnya?" Selain sinar matanya yang sedikit terlihat berkilau sewaktu melihat ornamen dari giok, Bu Tiat-cui terus duduk diam.

Emosinya tidak tergugah sedikitpun.

Dia tetap tidak terlihat kaget, dia hanya bertanya dengan nada datar "apakah maksud perkataanmu, kejadian itu terjadi didalam ruanganku ini?" Wie Kie-hong menjawab singkat "Betul" "Apa yang tadi kau lihat?" "Seseorang duduk ditempat dimana kau sedang duduk sekarang.

Sebatang jarum panjang sudah tertancap diantara kedua alisnya.

Jarum itu panjangnya sekitar tiga atau empat puluh centimeter.

sewaktu aku menemukannya dia sudah mati" "Oya?" sekarang Bu Tiat-cui mulai tampak terkejut.

"Ruangan ini tadi berantakan, jelas terlihat kalau seseorang telah mencari sesuatu" "Apakah kau sangat yakin kau tadi tidak salah masuk ruangan?" "Yakin! Aku masih mengingatnya dengan sangat jelas.

Pada waktu aku meninggalkan tempat ini, seseorang mencegat ku di pekarangan luar.

Orang itu memberiku sepucuk surat peringatan, agar aku tidak ikut campur urusan ini." "Tapi sewaktu aku pulang jalan-jalan, disini tidak ada yang berubah...." Wie Kie-hong menunjuk ke kuas yang tersimpan di atas rak buku dan berkata: "Tuan Bu, apakah aku boleh melihat kuas yang anda pakai untuk menulis?" "Silahkan!" Wie Kie-hong mengambil kuas dari atas lemari.

Dia lalu membuka tutup kuas.

Tiba-tiba saja dia memekik girang.

Ternyata ujung kuas masih basah oleh tinta.

Bahkan di ujung kuas masih terlihat debu lantai yang menempel.

"Sebelum kau kembali ke dalam kamar ini, mereka sudah membereskan tempat ini sampai rapi.

Silahkan lihat, kuas yang biasa kau pakai ini bahkan masih basah oleh tinta." Bu Tiat-cui dari awal terus curiga semua yang sudah dikatakan oleh Wie Kie-hong.

Namun sekarang sepertinya dia sudah percaya.

"Setiap malam aku selalu mencuci kuas itu sampai bersih.

Hari ini aku belum sempat mengguna-kan kuas untuk menulis, namun ternyata....yang kau katakan tidak salah.

Ternyata memang benar ada seseorang yang sudah masuk kedalam kamarku ini.

katamu tadi mereka masuk kemari dan membunuh seseorang?" "Betul sekali! Sebenarnya aku mengira orang yang sudah dibunuh itu adalah dirimu, dan dirimu adalah seorang Bu Tiatcui palsu.

Namun setelah aku mengeluarkan ornamen giok aku baru menyadari kalau kau bukanlah Bu Tiat-cui palsu.

Orang lain seharusnya tidak tahu hal ini." "Betul sekali.

Orang lain tidak mungkin tahu" "Dari tadi tuan Bu sama sekali belum menanyakan namaku...." "Dahulu aku pernah membuat janji, tidak perduli, siapapun yang akan datang menagih koper kecil itu, aku tidak akan bertanya apapun juga.

Ini adalah janji." "Tuan Bu, marilah kita berdua pergi mengambil koper itu.

mungkin juga sementara waktu kau harus berusaha menghindar, jika si pembunuh itu mempunyai niat yang tidak baik, mungkin dia akan turun tangan membunuhmu untuk menutup mulut." Bu Tiat-cui tidak mengatakan apa-apa lagi, Mendadak dia melompat berdiri, lalu menengok ke kiri dan kanan melihat seisi kamarnya dengan gugup seolah-olah mencari sesuatu yang tidak terlihat.

Posting Komentar