Kalau hendak menemukan lagi golok pusaka itu, klta harus mencarl kedaerah kekuasaan Cin di utara."
"Omitohud,. kata-kata to-yu. benar. Marl kita kirimkan murid-murid kita masing-masing untuk mencari ke sana. Kalau klta tidak dapat menemukan golok itu, tentu Kaisar akan memandang kepada kita dengan curiga."
Apa yang dibicarakan kedua orang ketua partai besar ini memang sebenarnya. Pada waktu itu, terdapat seorang jenderal yang setia kepada Kerajaan Sung, yaitu Jenderal Gak Hui. Kalau saja kaisar menuruti kehendak jenderal ini yang bermaksud menghajar Bangsa Yucen dengan kekerasan, mungkin Kerajaan Sung tidak sampai jatuh. Akan tetapi, Kaisar dipengaruhi oleh seorang Menteri bernama Ji n Kui, seorang yang berji wa pengkhianat sehingga Kaisar melarang Gak Hui untuk memukul pasukan Cin dan lebih suka mengeluarkan harta benda untuk membayar upeti kepada Bangsa Yu- cen.
Jenderal Gak Hui menjadi penasaran. Dia menghadap kaisar dan mengusulkan untuk membangun pasukan rakyat besar-besaran untuk merebut kembali daerah utara. Namun, Perdana Menteri Jin Kui membujuk Kaisar dengan alasan bahwa kalau gagasan Jenderal Gak Hui itu dilaksanakan, maka Kerajaan Sung akan hancur sama sekali. Dan celakanya, kaisar lebih percaya kepada Perdana Menteri Jin Kui sehingga Kaisar melarang Jenderal Gak Hui untuk mengadaka n penyerbuan ke utara. Jenderal Gak Hui adalah seorang panglima yang amat setia maka diapun menaati perintah kaisar dan menahan pasukannya di perbatasan, tidak bergerak maju lagi. Akan tetapi di mana terdapat pasukan Jenderal Gak Hui, daerah itu pasti aman dan tidak ada pasukan Cin berani mengganggu rakyat jelata.
Oleh karena itu, nama Jenderal Gak Hui disanjung dan dipuja rakyat sebagai pembela dan pelIndung rakyat jelata.
Demikianlah keadaan Kerajaan Sung pada waktu itu. Nampaknya saja aman tidak ada perang, akan tetapi sesungguh- nya kerajaan Ini selalu mengalah kepada Kerajaan Cin dan mengirim upeti, bahkan banyak pelanggaran dilakukan pasukan Cin di perbatasan. Hal ini membuat para pendekar menjadi dongkol sekali dan merasa terhi na karena kedaulatan mereka teri njak-injak oleh Bangsa Yu-cen yang mereka anggap sebagai bangsa biadab dari utara.
Sang waktu meluncur dengan amat cepatnya dan sepuluh tahun telah lewat sejak Tio ng Li menjadi murid kakek yang hanya dikenalnya sebagai Pek Hong San-jin. Dia telah menjadi seorang pemuda remaja berusia limabelas tahun yang bertubuh seperti seorang pemuda dewasa saja. Tinggi tegap dengan dada yang bidang. Wajahnya yang sederhana itu tampan dan gagah dan semuda itu dia telah mempelajari banyak macam ilmu.
Bukan saja ilmu silat yang tinggi, melainkan juga ilmu baca tulis dan ilmu keagamaan yang membuatnya berpandangan jauh dan mendalam mengenai kehid upan. Pada suatu sore, seperti biasa setelah selesai melakukan tugas pekerjaannya, Tiong Li berlatih silat seorang diri di pekarangan depan rumah. MuIa-mula dia bersilat tangan kosong, gerakannya lambat dan mantap, akan tetapi setiap gerakan tangannya mendatangkan angin yang membuat daun-daun dan bunga-bunga di pekarangan itu bergoyang-goyang. Makin lama gerakannya menjadi semakin cepat sehingga akhirnya tubuhnya tidak nampak jelas dan hanya bayangannya saja yang berkelebat ke sana si ni. Ada seperempat jam dia bersilat tangan kosong, lalu menghentikan gerak annya. Ada sedikit keringat membasahi dahi nya akan tetapi pernapasannya biasa saja, tidak terengah. Kemudian dia memungut sebatang kayu kering yang panjangnya seperti panjang pedang atau golok dan mulailah dia bersilat lagi, kayu itu dimainkan seperti orang memai nkan sebatang golok. Membacok sana sini, menangkis dan menusuk.
Gerakannya seperti juga tadi, mula-mula lambat dan mantap, semaki n lama semakin cepat sehi ngga akhirnya tubuhnya lenyap terbungkus gulungan sinar kehijauan dari kayu yang dimainkannya. Seperempat jam kemudian dia berhenti lagi.
"Bagus, Tio ng Li. Kulihat engkau sudah mendapat kemajuan!" terdengar teguran dan Tiong Li membalikkan tubuh, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya yang ternyata baru datang setelah sehari bepergia n.
"Semua ini berkat bimbingan suhu kepada teecu (murid)," kata Tiong LI dengan suara mengandung rasa terima kasih,
"Bukan, melainkan berkat ketekunan dan kerajinanmu, juga karena engkau memi liki bakat yang baik sekali. Berterima kesihlah kepada Tuhan, Tiong Li Ketahuilah, bahwa manusia itu sebenarnya hanya sekedar alat yang dipergunakan Tuhan untuk melaksanakan kekuasaan Nya. Oleh karena itu, yang pandai itu adalah Tuhan, yang kuasa adalah Tuhan. Manusia yang bijaksana selalu akan menyerah pasrah kepada kekuasaan Tuhan dan selalu berusaha untuk dapat menjadi alat yang baik sehingga dapat dipergunakan Tuhan."
"Akan tetapi, suhu. Bukanlah segala daya upaya itu usaha manusia? Untuk mempelajari sesuatu, bukankah manusia harus menggunakan plkirannya?"
"Omitohud, tidakkah engkau meli hat bahwa yang dinamakan pikiran itupun pemberian Tuhan pula? Kita terlahir dengan sempurna, dengan segala peralatan yang serba lengkap, tentu dimaksudkan agar kita mempergunakan semua itu dengan sebaiknya. Adalah suatu kesombongan kosong kalau seseorang membanggakan dirinya sebagai yang pintar dan yang berkuasa. Manusia itu tanpa. kekuasaan Tuhan tidak dapat berbuat apa-apa. Baru mengatur tumbuhnya rambut sendiri saja tidak mampu! Bahkan tumbuhnya rambutnya pun diatur oleh kekuasaan Tuhan. Segala sesuatu ini diatur oleh kekuasaan Tuhan, karena itu, sudah semestinya kalau kita menyerah dengan tulus ikhlas kepada kekuasaanNya, Kalau kekuasaan Tuhan sudah menghendaki kita mati, sewaktu-waktu kita dapat saja mati tanpa ada apapun yang akan mampu mencegahnya ".
Tiong Li menundukkan kepalanya dan pada saat itu dia merasa seolah semua bulu di tubuhnya bangkit berdiri. Terasa sekali olehnya bahwa hidupnya ini, luar dalam, dikuasai oleh kekuasaan Tuhan dan bahwa dia sesungguhnya adalah tidak memiliki kekuasaan apapun, Keyakinan ini menebalkan imannya bahwa segala sesuatu ditentukan oleh Tuhan, dan tugas manusia hanyalah berusaha sedapat-dapatnya. Kalau menghadapl bahaya, berusahalah untuk menghi ndar. Kalau sakit berusahalah untuk berobat sampal sembuh. Untuk keperluan hidup seperti makan pakaian dan tempat tinggal berusahalah untuk mendapatkannya dengan bekerja.
Hanya itu tugas manusia. Berusaha sebaik mungkin. Ada pun bagaimana hasilnya, terserah kepada kekuasaan Tuhan yang mengaturnya.
"Suhu, harap jangan bicara tentang kematia n, karena betapapun juga, teecu masih ingin meli hat teecu dan suhu dalam keadaa n sehat selamat."
"Omitohud...., siapa takut akan kematia n, berarti belum dapat mengambil sikap menyerah sebulatnya kepada kekuasaan Tuhan. Nah, bangkitlah, Tio ng LI dan duduk di sini. Pinceng hendak menceritakan hal-hal yang menimbulkan perasaan tidak enak di hati pinceng. duduk lah."
Mereka duduk di atas bangku yang berada di pekarangan itu. Setelah mereka duduk, Tiong Li bertanya, "Suhu pergi sejak pagi, kini pulang membawa berita apakah, suhu?"
"Berita yang buruk sekali, Tio ng Li. Omitohud, apakah ini merupakan tanda bahwa Kerajaan Sung akan lenyap dari permukaan bumi ini ? Ketahuilah, Jenderal Gak Hui yang menjadi tumpuan harapan rakyat untuk membebaskan mereka dari ancaman Bangsa Yu-cen, bukan saja diperintahkan menghentikan gerakannya dan bahkan dipanggil untuk pulang ke kota raja oleh Kaisar! Padahal, kalau pasukan Jenderal Gak Hui sampai ditarik mundur, berarti pertahanan di tapal batas akan menjadi lemah sekali dan pasukan Cin akan dengan mudah menyerbu ke daerah Sung."
"Akan tetapi, sebagai seorang panglima tentu saja Jenderal Gak Hui tidak dapat menolak perintah Kaisar."
"Itulah Jenderal Gak Hui adalah seorang panglima yang setia lahir batin, tentu akan menaati semua perintah Kaisar, bahkan rela mengorbankan nyawa demi negara. Akan tetapi perintah kaisar itu sungguh aneh sekali. Jenderal Gak Hui amat dibutuhkan di garis depan, mengapa malah dipanggil pulang ? Dan desas-desus yang pinceng terima mengkhawatirkan bahwa semua ini adalah ulah Perdana Menteri Jin Kui yang mempengaruhi Kaisar. Pada hal bukan rahasia lagi bahwa Perdana Menteri Jin Kui adalah seorang yang licik bahkan mencurigakan, ada persangkaan bahwa dia bersekutu dengan pihak Bangsa Yu-cen!"
"Akan tetapi, kalau benar demikian, kenapa dia dipercaya oleh Kaisar, suhu?"
" Itulah! Kaisar tidak percaya bahwa Perdana Menteri Jin Kui sesungguhnya adalah seorang menteri durna. Dia lebih percaya pada menteri yang khianat itu dari pada seorang panglima besar yang setia seperti Jenderal Gak Hui. Inilah sebabnya pinceng mengatakan bahwa barangkali semua Ini merupakan tanda bahwa Kerajaan Sung sudah tiba saatnya untuk hancur dan lenyap dari permukaan bumi."
"Suhu, mengapa mengkhawatirkan sampai sedemikian Jauhnya?"
"Banyak tanda-tandanya, Tiong Li. Da n engkau ingatlah selalu, sebagai seorang laki-laki sejati, pantanglah untuk menjadi seorang pengkhianat. Orang laki-laki harus tiga kali berbakti dalam hidupnya. Berbakti kepada Tuhan , Berbakti kepada Negara dan berbakti ke pada orang tua. Kalau satu di antaranya dilanggar, dia bukan laki-laki sejati. ingatlah semua ini, Tiong Li "
"Teecu akan selalu mengingat dan menaati semua nasihat suhu."
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang bergelak dan nyaring sekali
"Ha- ha-ha-ha, kalau engkau laki-laki sejati, bersiaplah engkau untuk membuat perhitungan denganku, kakek tua bangka!"
Guru dan murid itu menengok. Ternyata di situ telah berdiri dua orang, yang seorang adalah raksasa hitarn yang pernah mereka lihat sepuluh tahun yang lalu, yang memakal nama Si Golok Naga, dan orang kedua adalah seorang kakek yang kecil pendek dan demikian kurusnya sehingga seperti kerangka terbungkus tulang dan mukanya mirip tengkorak ! .
"Omitohud....! Engkau datang lagi, sobat. Sekarang apakah yang kau kehendaki?" tanya Pek Hong San-jin dengan sikapnya yang tenang sekali.
"Ha-ha-ha, apa lagi yang kukehendaki? Ini tentu bocah yang dulu kau selamatkan itu! Aku datang untuk membunuh kalian berdua!"
"Omitohud, sampai sekarang engkau belum juga menyadari kesesatanmu, Sobat ? "