Si Tangan Halilintar Chapter 81

NIC

"Tentu saja! "Ai Yin berseru lantang. "Akan tetapi dari sikapnya, sepak terjangnya. Aku yakin bukan dia penjahat itu. Tentu ada orang lain yang melakukan hal itu dan mempergunakan namanya untuk melempar fitnah kepada Siauw Beng”.

"Kalau begitu tentu ada seorang penjahat yang lengan kirinya juga buntung ", kata Cun Song sambil mengerutkan alisnya.

"Aku kira juga begitu. Engkau yang banyak mengenal orang kangouw, tahukah engkah apakah di dunia kangouw ada seorang lihai yang lengan kirinya buntung?”.

Setelah berpikir sejenak Cun Song berkata, Ah, aku ingat sekarang. Ada seorang perampok tunggal di daerah Kwi-cu yang lengan kirinya buntung. Diapun lihai sekali, akan tetapi ….. usianya sudah setengah tua, mungkin sekarang sudah mendekati lima puluh tahun”.

"Hemmm, mungkin saja dia! Menurut desas-desus, orang yang menggunakan nama julukan Si Tangan Halilintar seperti julukan Siauw Beng itu hanya di ketahui bahwa dia seorang laki-laki berlengan kiri buntung, tidak ada yang melihat jelas wajahnya sehingga tidak ada yang dapat mengatakan apakah dia muda atau tua, Song-ko, katakan, dimana adanya perampok itu dan siapa namanya?”.

"Dia tinggal di Kwi-cu dan namanya Tung Ci”.

"Terima kasih, Song-ko. Sekarang aku mau pergi ketempat dimana aku dan Siauw Beng tadi dikeroyok banyak orang dan kalau dapat bertemu dengannya akan kuberitahu dia.

Kami akan menemui Tung Ci itu di Kwi-cu!”.

"Aku akan membantumu, Yin-moi. Aku juga merasa penasaran sekali mendengar bahwa sahabatmu yang tidak berdosa itu difitnah orang!”.

Ai Yin menjadi girang sekali. "Terima kasih, Song-ko, aku girang sekali!”.

Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu dan menuju ke jalan dekat hutan dimana tadi Ai Yin dan Siauw Beng dikeroyok banyak perajurit Mancu dan orang-orang kangouw. Akan tetapi setelah mereka tiba di tempat itu, disitu sepi saja, tidak tampak ada seorangpun. Hanya di atas tanah terdapat tanda-tanda bahwa di situ baru saja di injak-injak banyak kaki orang dan ada ceceran darah di sana-sini.

"Hemmm, agaknya mereka semua telah pergi ", kata Ai Yin. "Apakah tadi mereka mengeroyok engkau dan Lauw Beng itu di sini? Siapa saja yang mengeroyok kalian?” Tanya Cun Song.

"Ah, sungguh menyebalkan!” Ai Yin membanting kaki dengan gemas. "Ada puluhan orang. Mereka terdiri dari perajurit-perajurit Mancu, dan ada pula orang-orang kang-ouw dan yang membuat aku gemas, paman guruku Toat-beng Siang-kiam (Sepasang Pedang Pencabut Nyawa) Can Ok juga datang bersama dua orang Mongol itu. Seorang di antaranya setelah mengeroyokku dengan banyak sekali orang dapat menangkap aku dan membawaku lari ke hutan dimana engkau datang membantuku tadi, Song-ko”.

Diam-diam Cun Song terkejut bukan main, tetapi wajahnya tidak membayangkan sesuatu. Kiranya Can Ok yang muncul bersama dua orang Mongol yang lihai itu! Kalau begitu, dua orang Mongol itu tentu orang-orangnya Pangeran Galdan yang di utus bersama Can Ok mengunjungi Pangeran Dorbai di kota raja. Dan dia telah membunuh seorang diantaranya! Akan tetapi, peristiwa itu tidak diketahui siapapun kecuali dia sendiri dan Ai Yin. Can Ok tidak akan mengetahuinya dan dia tidak akan dipersalahkan.

"Lalu, kemana perginya Lauw Beng?” dia bertanya sambil memandang ke sekeliling karena bagaimanapun juga, dia khawatir kalau-kalau Lauw Beng masih berada di tempat itu. Dia sendiri tidak takut kepada Lauw Beng karena sekarang kepandaiannya telah meningkat tinggi setelah dia digembleng oleh Jit Kong Lama. Dia bahkan merasa yakin akan mampu mengalahkan dan membunuh Lauw Beng. Akan tetapi gadis ini sahabat baik Lauw Beng. Kalau mereka maju berdua mengeroyoknya, tentu akan berbahaya baginya karena juga memiliki ilmu silat tinggi.

Ai Yin lalu berteriak memanggil dengan suara melengking tinggi karena ia menggunakan tenaga saktinya.

"Siauw Beng …… ! Siauw Beng …….!!! “

Beberapa kali ia mengulang panggilannya, akan tetapi hanya gema suaranya yang menyambut. Tentu saja Siauw Beng tidak dapat mendengarnya sama sekali karena pemuda itu telah pergi amat jauh dalam usaha pemuda itu mencari jejak Ai Yin yang dilarikan orang Mongol.

"Dia tidak berada di sini, Yin-moi ", kata Cun Song dengan hati lega. "Ya, agaknya dia sudah pergi dari sini”.

"Atau mungkin dia tertangkap oleh banyak orang itu”.

"Tidak mungkin ! Tidak mungkin Siauw Beng dapat tertawan oleh mereka!”. "Lalu kemana dia pergi?”

"Mungkin dia pergi mencari aku atau melanjutkan pencariannya terhadap orang yang menyamar sebagai dia itu. Kami berdua memang sedang mencari orang itu untuk membuktikan bahwa Siauw Beng bukan pelakunya”. "Hemm, kalau begitu mari kubantu engkau, Yin-moi. Aku juga merasa penasaran sekali mendengar nama baik Si Tangan Halilintar dinodai oleh penjahat itu. Kita juga cari Lauw Beng”.

Wajah Ai Yin berseri. "Ah, engkau sungguh baik sekali, Song-ko ! Engkau telah menyelamatkan aku dan kini membantuku mencari Siauw Beng dan penjahat yang memalsukan namanya itu!”.

"Ah, bukankah kita harus saling menolong, Yin-moi?”. Kedua orang itu lalu melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari Siauw Beng dan juga mencari penjahat itu. Sikap Cun Song yang amat sopan dan baik membuat Ai Yin semakin percaya pada pemuda itu.

*****

"Braakkk ……!” Meja yang terbuat dari batu marmar tebal dan kokoh kuat itu hancur berantakan ketika Lam-liong (Naga Selatan) Ma Giok memukulkan tangan kanannya yang terbuka ke atasnya. Enam orang tamu laki-laki yang duduk dalam ruangan itu memandang dengan alis berkerut dan khawatir. Mereka itu adalah Ciang Hu Seng, Bhe Kam, Lee Bun dan Song Cin yang datang dari Liong-san, adapun yang dua orang lagi adalah Lu Kiat dan keponakannya Lu Siong, dua orang murid Siauw-lim-pai yang terkenal. Seperti kita ketahui, dua rombongan tamu yang kebetulan datang pada saat yang sama itu hendak melapor kepada

Si Naga Selatan Ma Giok tentang anak angkat dan juga murid pendekar itu, Lauw Beng yang berjuluk Si Tangan Halilintar.

"Sukar aku mempercayai pendengaranku!” kata Ma Giok dan wajahnya yang masih gagah walaupun usianya sudah enam puluh tujuh tahun itu merah sekali, matanya mencorong. "Harap saudara Ciang Hu Seng mewakili rombongan dari Liong-san untuk sekali lagi menceritakan apa yang telah dilakukan Lauw Beng di sana”.

Ciang Hu Seng, orang ketiga dari Ciong-yang Ngo-taihiap yang pendek gemuk dan biasanya tertawa-tawa lucu itu kini berwajah tegang serius walaupun mulutnya masih membentuk senyum. "Ma-taihiap, sesungguhnya kami juga merasa tidak enak sekali melaporkan hal ini kepadamu, akan tetapi kami tidak berani bertindak lancing terhadap putera angkat dan murid taihiap itu sebelum kami melapor. Seperti taihiap ketahui, kami semua tinggal di Liong-san, mondok di rumah sute ( adik seperguruan) Lee Bun. Kurang lebih sebulan yang lalu, pada suatu malam, ada orang menggunakan asap pembius memasuki kamar Bhe Siu Cen, puteri sute Bhe Kam dan memperkosanya! Menurut Siu Cen, pelaku kejahatan itu adalah seorang yang lengan kirinya buntung. Kami tadinya baru menyangka saja bahwa pelakuknya adalah Lauw Beng, akan tetapi setelah melakukan perjalanan ke sini, kami menjadi yakin karena di sepanjang perjalanan itu kami mendengar bahwa seorang penjahat lengan kiri buntung yang berjuluk Si Tangan Halilintar melakukan banyak pembunuhan dan perkosaan. Maka kami menghadap taihiap dan mohon pertimbangan”.

Jelas tampak betapa dada pendekar tua itu terengah-engah. Agaknya dia masih dapat menahan kemarahannya. Akan tetapi dia masih dapat menekan perasaannya dan kini dia memandang kepada Lu Kiat dan Lu Siong. Dia juga mengenal Lu KIat sebagai seorang murid Siauw lim yang dulu pernah berjuang bersamanya menentang penjajah Mancu. "Saudara Lu Kiat ceritakanlah apa yang engkau ketahui?”.

Lu kiat menghela napas. "Saya dan keponakan saya Lu Siong ini juga merasa tidak enak hati sekali, Lo-cianpwe. Akan tetapi kami hendak menceritakan apa adanya, apa yang sebenarnya terjadi. Pada suatu malam, kebetulan saya berkunjung ke rumah suheng Gui Liang yang tentu Lo-cian-pwe juga sudah mengenalnya ……”.

"Yang menjadi piauw-cu di Ceng-jun itu?”.

"Benar, Lo-cian-pwe. Dulu kami juga pernah berjuang dibawah pimpinan Lo-cian-pwe. Nah, malam itu terjadi malapetaka yang mengerikan menimpa keluarga Gui-suheng. Seorang penjahat memperkosa lalu membunuh Gui Cin, puteri suheng, bahkan Gui- suheng juga dibunuhnya ketika melawan. Isteri Gui-suheng juga tewas dibunuh penjahat berlengan kiri buntung itu. Saya sempat melawannya dan saya mengenal gerakan silat Lo- han-kun dari Siauw-lim ketika dia berkelahi melawan saya. Akan tetapi gerakannya itu luar biasa hebatnya sehingga saya roboh. Untung saya tidak sampai terbunuh dan dia melarikan diri karena keributan itu memancing datangnya banyak orang”.

Wajah yang tadinya agak merah itu berubah menjadi pucat. "Kau ….. kau mengenal wajahnya?”.

"Itulah sayangnya, Lo-cian-pwe. Cuaca amat gelap dan saya tidak dapat melihat wajahnya. Hanya saya tahu bahwa dia seorang laki-laki yang buntung lengan kirinya dan amat lihai. Gui Cin itu adalah tunangan keponakan saya Lu Siong ini. Kami lalu pergi menghadap suheng Lauw Han Hwesio, ketua kuil Thian-li-tang di lereng Bukit Ayam dan melaporkan kejadian itu. Setelah berunding dengan suheng Lauw Han Hwesio, kami lalu membagi tugas. Suheng Lauw Han Hwesio pergi ke Sung San kepada para pimpinan Siauw-lim-pai sedangkan kami berdua pergi ke sini untuk menghadap lo-cian-pwe. Seperti juga saudara-saudara dari Liong-san ini, di sepanjang jalan kami juga mendengar tentang Si Tangan Halilintar yang membunuh dan memperkosa wanita”.

Posting Komentar