Oleh karena itulah pada waktu Lo Hou-wi secara mendadak bertanya jawab dengan Lian Tin-san tadi, sanubari Pek Kian bu menjadi bingung dan keheranan. Dalam hati ia membatin: "Aneh, dari mana Losam bisa tahu persoalan ini? Aku tak pernah beritahu padanya. Apalagi Nyo toako yang serba hati-hati, pesan Pangcu yang wanti-wanti sekali pantang dilanggar olehnya. Jelas tidak mungkin dia yang membocorkan rahasia ini. Sepuluh tahun yang lalu dia tak lebih merupakan bocah angon yang masih berusia dua tiga belasan, usianya lebih muda dari Geng-kongcu sendiri, tak mungkin dia bisa berkenalan dengan para sahabat yang setingkat dengan Geng-tayhiap. Lalu dari mana ia bisa mendapat tahu persoalan ini?"
Tengah ia menerka, terdengar disebelah sana Lian Tin-san sedang menjengek dengan sombongnya: "Kalau benar mau apa ?"
Lo Hou-wi segera tertawa dingin, katanya, "Masih untung kami tidak membuat perhitungan dengan kau, sebaliknya kau ingin mencari berita Geng kongcu kepada kita. Heheee, apakah terlalu muluk pikiranmu? Jangan kata kami tidak tahu seumpama tahu juga tak sudi beritahu kepada kau? Masa kita harus mandah membiarkan kau berbuat semena mena terhadap Geng-kongcu?''
Si elang hitam Lian Tin-san menengadah terloroh-loroh serunya: "Bocah ingusan yang masih berbau popok bawang juga berani bermulut besar dihadapanku! Hemm tidak kau katakan akupun punya cara supaya kau mau buka bacotmu. Baik biar kau rasakan kelihaianku, nanti kau akan tahu apakah aku ini berangan angan terlalu muluk tidak?''
"Kepandaian apaan yang lihay, silahkan maju aku ingin belajar kenal !" demikian tantang Lo Hou wi dengan berani.
Belum lagi lenyap suaranya, mendadak Nyo Sugi berteriak dari samping, "Samte, awas!" seiring dengan suara teriakan ini, tampak Elang hitam Lian Tinsan tahu-tahu sudah menubruk maju laksana burung elang.
Cengkeraman cakar tangannya ini sungguh sangat cepat dan hebat, meski Nyo dan Pek dua orang saudara tertuanya berada disamping juga merasa diluar dugaan serta tidak sempat lagi memberikan pertolongannya.
Maka terdengarlah suara bret, baju Lou Hou wi tahu-tahu sudah sobek secuil. Tapi, dalam waktu yang demikian singkat itu, Lou Hou wi juga sudah balas menyerang dengan goloknya, sekaligus ia lancarkan delapan tebasan serangan golok yang gencar.
Kedelapan golok cukup cepat dan aneh, setiap jurusnya menyerang tempat penting di tubuh Lian Tin san. Bagi pandangan orang lain, tulang pundak Lou Hou wi seperti hampir tercengkeram hancur oleh cakar tangan Lian Tin san, keadaannya memang cukup runyam. Tapi bagi Lian Tin-san sendiri bagaimana juga hatinya juga tercekat dan di luar dugaan. Soalnya itu terlalu memandang ringan musuhnya yang masih berusia terlalu muda, betapapun takkan mungkin luput dari cengkeraman bajanya yang lihay, menurut perhitungan begitu ia berhasil mencengkeram Lou Hou wi dengan siksaan yang cukup berat, ia hendak mengompas keterangan mulutnya. Tak terduga ia hanya berhasil mencakar sobek bajunya, kulit badannya saja tidak sampai tersentuh olehnya. Apalagi lawan masih mampu balas menyerang sekaligus delapan tebasan goloknya, kalau Lian Tin san tidak cukup gesit dan lincah gerak tubuhnya, hampir hampir saja tubuhnya sudah cedera. Meski demikian, tak urung iapun sudah boyong keluar seluruh kemampuannya untuk berkelit dari kedelapan bacokan goloknya yang hebat itu. Orang lain menyangka Lou Hou wi kena dipermainkan oleh dirinya, tapi dia sendiri maklum sedikitpun ia tidak berani pandang ringan pada musuh.
Begitulah kedua belah pihak saling tubruk dan mencelat maju mundur terdengar Nyo Su gi membentak gusar; "Tua bangka menganiaya bocah, termasuk orang gagah macam apa kau?" pukulan besinya terus menderu hebat, dan menempiling kebatok kepala Lian Tin-san.
Dari samping Pek Kian bu juga sudah cabut pedangnya bantu mengeroyok, semua pada bergebrak musuh, namun masing-masing bekerja berlainan. Kalau Nyo Su-gi tumplek seluruh perhatiannya menyerang musuh supaya lawan melindungi diri lebih dulu sebelum usaha penyerangan kepada musuh berhasil tercapai, adalah otak Pek Kian-bu sedang dirundung berbagai persoalan yang mengganjal benaknya.
Dalam hati Pek Kian-bu berpikir: "Kenapa kepandaian Losam mendadak maju berlipat ganda, apakah dulu mereka belum betul-betul mempertunjukkan kepandaian dasarnya yang asli? kalau hal ini benar, sungguh licik dan licin!"
Sepihak karena ia mempunyai perasaan curiga yang berkelebihan ini, dilain pihak, karena kepandaian silat Lian Tin-san memang amat kuat. Pek Kian bu berkelahi hanya cukup membela diri saja, sengaja ia hendak lihat sampai dimana tingkat kepandaian Lo Hou-wi yang belum pernah dilihat.
Memang tidak malu Lian Tin san mendapat gelar si Elang hitam, gerak penyerangan ilmu silatnya ternyata begitu ganas dan buas, rangsakannya beraneka ragam, terkam koyak, cengkeraman besi bergantian dengan cara kerja yang cukup keji dan tangkas sekali.
O^~^~^O
Kepandaian Thi-sa-ciang Nyo Su-gi sudah punya latihan selama dua puluh tahun lamanya tapi kebentur dengan Kim-na-jiu-hoat lawan menjadi mati kutu. Memang Thi-sa-ciang pernah menyerbu secara kekerasan dan deras, tapi begitu ia bergerak dalam jarak dekat Kim-na-jiu-hoat Lian Tin san lantas mencengkeram mengarah sendi-sendi tulangnya yang berbahaya. Posisi Nyo Su-gi menjadi sulit, setiap kesempatan menyerangnya selalu kena didahului oleh lawan. Tapi Nyo Su-gi masih berlaku nekad, ia berkelahi dengan segala daya dan kemampuannya, begitu melihat kedua adik angkatnya menempuh langkah langkah yang berbahaya cepat ia menubruk sama tengah melabrak. Lian Tin-san menjadi uring uringan dan kewalahan juga menghadapi cara bertempurnya yang main sergap dan nekad itu.
Losi Ong-ing Im melihat ketiga saudara tuanya mengeroyok seorang masih belum mendapat kemenangan akhirnya ia menjadi gatal cepat iapun menerjang masuk kedalam gelanggang. Senjata yang digunakan adalah sepasang Boan-koan-pit. Meskipun Lwekangnya rada lemah, tapi sepasang Boan-koan-pit dengan ilmu totokannya sekaligus empat jalan darah merupakan ilmu yang dibanggakan di Bulim, apalagi cara permainannya cukup mahir.
Dengan satu lawan tiga Lian Tin san rada berada diatas angin, tapi setelah satu lawan empat lambat laun keadaannya menjadi semakin runyam terdesak dibawah angin.
In-tiong-yan berpeluk tangan menonton di pinggiran, setelah gebrak kedua belah pihak berlangsung tiga puluhan jurus ia jadi berpikir : "Diantara Sutay kim kong ini, golok kilat Losamlah yang paling hebat. Thi-sa-ciang permainan Nyo Su-gi juga tidak lemah. Sedang ilmu pedang Loji hanya cukup untuk membela diri tanpa ada tujuan melukai musuh sungguh amat mengecewakan seperti takut dan gentar terhadap musuh. Sedang Losu sebagai kambing kecil yang tidak takut harimau tapi ilmu totok dengan sepasang senjatanya itu cukup menarik dan mempunyai ketunggalan yang jarang bandingannya," lalu terpikir pula : "Naga-naganya pertempuran si Elang hitam lawan Su-tay-kim-kong ini cukup sebanding dan sama kuat, untuk menang tidak mungkin. Menjadi kebetulan begitu tak usah turun tangan. Tapi Lian Tin san masih punya murid yang belum turun gelanggang, kenapa bocah keparat ini tidak maju membantu gurunya?"
Belum lagi pikirannya lenyap, maka terdengarlah pemuda muka kuning yang kurus tepos itu berseru : "Suhu, bocah yang menggunakan Boan-koan-pit ini ingin rasanya aku menjajal, dapatkah orang tua menyilahkan kepadaku saja ?"
Selamanya Lian Tin-san bersikap tinggi hati setiap kali ia bertempur dengan orang, tanpa mendapat perintahnya dilarang maju.
"Begitupun baik," sahutnya, "Pit koat bocah ini rada mirip dengan ilmu Kim na-jiu-hoat perguruan kami."
Dalam berkata-kata itu mendadak ia mendesak maju berbareng jarinya menjentik kearah Tay-hiat-kiat di pelipis Pek Kian bu. Karuan Pek Kian-bu terkejut, tersipu-sipu ia gunakan Ki-hwe-liau-thian, pedangnya memapas keatas dan 'creng' jari Lian Tinsan tidak mengenai jalan darah dipelipis-nya, tapi malah pedang panjangnya yang terselentik miring mental balik.
Gesit sekali begitu membobol sebuah lobang kesempatan maka muridnya yang bernama Ko Teng-ngo itu segera menubruk maju melabrak kepada Ong Beng-im.
Telapak tangan Lian Tin-san sekaligus bergerak pula menampar dan jari yang lain menyodok merintangi serbuan Nyo Sugi dan mendesak mundur Pek Kian-bu pula dilain kejap dengan gerak kilat pula ia balas menyerang kepada Lo Hou-wi, sedikit-pun ia tidak beri kesempatan kepada tiga lawannya ini untuk menerobos lewat sengaja ia bagi pertempuran itu menjadi dua kelompok.
Begitu terpentang kedua potlot Ong Beng im menyilang kembali, yang kiri menutuk jalan darah Ki-bun sedang yang kanan menutuk Khi-hay, kedua jalan darah ini adalah jalan darah mematikan ditubuh manusia, cara penyerangannya memang ganas dan hebat.
Terdengar Ko Teng-ngo menjengek dingin, "Keparat, boleh juga kau. Cara kerjamu cukup keji dan telengas." sahutnya mengoceh tapi gerak tangannya dengan Kim-na-jiu-hoat segera menerjang cepat mendadak dia kembangkan ilmu kebanggaannya, kesemua jarinya berubah seperti jepitan besi, terutama kedua jari tengahnya kelihatan mulur lebih panjang dari jari-jarinya yang lain, dinilai dari keseluruhan permainan ilmu pukulannya merupakan rangsekan Eng-jiu-kang yang paling ganas dan lihay. Dipandang dari kedua jari tengahnya yang menggunakan permainan tutuk jari, kelihatannya mirip benar dengan paruh burung elang yang tajam itu dimana setiap kali jarinya menutuk seperti paruh burung menotol dan yang diarah justeru jalan darah Kibun dan Khi hay ditubuh Ong Beng-im pula.
In-tiong-yan membatin : "Tak heran si Elang hitam mengatakan Kim-na-jiu-hoat perguruannya itu rada mirip dengan ilmu tutuk sepasang Boan-koan-pit lawan, kiranya "patukan jari" tangannya itu dapat pula digunakan untuk Hun-kin-joh-ku (memelintir urat menyeleokan tulang), tapi dapat pula digunakan sebagai ujung potlot yang piranti menutuk jalan darah!"
Sejak kecil Ko Teng-ngo sudah gemar berlatih silat, kecuali berlatih silat tiada hobby yang lain, karena itu meski usianya masih muda, namun ia sudah memperoleh seluruh pelajaran gurunya yang lihay. Waktu guru dan murid membuat keributan di Lou-keh ceng tempo hari, seluruh murid Lu Tang-wan semua kena dirobohkan olehnya. Waktu itu bila Hong-thian lui tidak segera tampil kedepan, Lu Tang wan pasti runyam, bagaimana mungkin ia turun gelanggang sendiri (Soalnya dengan kedudukan dan namanya mana ia sudi bergebrak dengan Ko Teng ngo) terpaksa ia harus terima kalah pada Elang Hitam, meski begitu ia masih kuat bertahan delapan jurus dari sepuluh jurus yang dijanjikan. Seperti diketahui Hong Thian lui mempunyai tenaga sakti yang luar biasa maka dapatlah kita bayangkan sampai dimana tingkat kepandaiannya sekarang.
Usia Ong Beng-im setahun lebih muda dari Ko Teng ngo, dengan usia yang masih begitu muda tapi dapat menduduki jabatan Su-tay kim kong yang kenamaan dan disegani itu dari Ceng liong-pang, maka ilmu silatnya sudah tentu bukan sembarang tingkatan, sayang ia belum pernah menghadapi pertempuran macam Ko Teng-ngo yang aneh dan lihay itu, begitu gebrak dimulai Ko Teng ngo lantas merabu dengan berbagai tipu tipu yang hebat dan gerak cepat, meskipun ia masih mampu membela diri kadang kala balas menyerang, tapi keadaannya sudah terdesak di bawah angin. Dalam sepuluh jurus kini cuma dapat balas menyerang dua tiga jurus dan cara balas menyerang ini juga cuma untuk menambah panjangan tubuhnya supaya lebih rapat lebih mantap.
Disebelah sana Lian Tinsan kembali dikerubut tiga orang, semakin tempur semakin sengit tapi keadaan Lian Tinsan lebih mending ia dapat mendesak ketiga lawannya.
Pek Kian bu hanya berusaha membela diri supaya dirinya selamat, tak duga justru Lian Tinsan selalu mengincar dirinya dengan serangan yang lebih gencar dan berbahaya. Dalam pertempuran sengit itu sekonyong-konyong Lian Tin-san menghardik keras pukulan kirinya mendadak terayun dengan jurus Jong thianbau, begitu keras jotosan ini mengarah jidat Pek Kian bu, berbareng telapak tangannya terkembang menampar ketelinganya sebelah kanan. Kedua jurus jotosan dan tamparan tangan ini begitu lihay. Inilah kombinasi serangan yang dinamakan Ciang-ko-ji-bing (genta dan tambur bertalu bersama) asal kena salah satu serangan ini, paling ringan pasti terluka parah, memang jurus kombinasi itu merupakan ilmu kebanggaan Lian Tin-san yang sudah mengangkat namanya selama ini.
Sudah tentu Nyo dan Lo dua saudaranya tidak mandah membiarkan lawan melancarkan jurusnya yang ganas ini. Begitu cepat golok Lo Hou-wi datang menyambar laksana kilat "sreet" tahu tahu ia bacok punggung musuh. Jurus serangan balasan ini memang bukan untuk menyelamatkan Pek Kian bu secara langsung tetapi musuh yang menyerang bila diserang dengan bacokan goloknya itu harus menyelamatkan diri lebih dulu sebelum berhasil melukai lawan. Disebelah lain Nyo Sugi juga tidak kalah cepatnya, sebat sekali ia mendesak maju miring kesebelah berbareng telapak tangannya mengancam dada Lian Tin san dengan pukulan pasir besi.
Sebagai seorang kawanan Kangouw Liang Tin san sudah punya perhitungan yang licik, siang siang ia sudah dapat membayangkan berbagai ragam serangan nekad kedua lawannya itu dalam usaha menyelamatkan temannya, tujuannya merabu Pek Kian bu dengan serangan ganas itu sebetulnya adalah menggunakan tipu suara ditimur menggampar di barat. Tapi adalah di luar dugaannya bahwa Nyo dan Lo berdua ternyata berlaku begitu nekad dalam usaha menyelamatkan saudaranya.
Maka terdengarlah suara "tang!" golok baja Lo Hoa wi tiba tiba mental ketengah udara. Kiranya jurus serangannya terlalu bernafsu melukai lawan, cara serangannyapun terlalu cepat tanpa perhitungan yang tepat, tahu tahu ia merasakan pergelangan tangannya kesemutan kena dicengkeram balik oleh Lian Tin san, untung hanya tersentuh jari lawan saja sehingga tidak cidera.
Dikata lambat kenyataan cepat sekali sementara telapak tangan Nyo Sugi juga sudah menggempur kedadanya, Lian Tin san baru saja memukul jatuh golok tunggal Hou wi sudah tentu ia tidak sempat lagi melancarkan Eng jiu juinya yang lihay itu terpaksa ia kerahkan tenaga kekerasan. Berbareng ia ayunkan kedua telapak tangannya, tangan kiri menggunakan tenaga pukulan Im ciang sebaliknya tangan kanan menggunakan tenaga pukulan Yang ciang dengan jurus Jiu bui biba (jari tangan memetik harpa) langsung ia songsong pukulan Lei bit hoa san yang dilancarkan Nyo Sugi.
"Blang!" benturan adu tenaga dalam yang keras ini laksana ledakan bom. Punggung telapak tangan Lian Tin san terasa kesemutan dan sakit sekali. Ternyata kalau dibanding soal lwekang mereka berdua sama kuat dan setingkat. Tapi ayunan punggung telapak tangan Lian Tin san menggunakan tenaga latihan Hun kin joh kutnya yang lihay maka kesudahannya Nyo Sugi masih kena dirugikan seurat.
Tiba tiba In tiong yan melangkah kedepan serunya; "Berhenti! Siapa tidak mau berhenti, aku akan bantu pihak lawannya!"
Kerugian Lian Tin san kaget katanya; "Nona kenapa kau harus ikut mengadu air keruh ini?" mengadu air keruh berarti turut campur urusan tetek bengek ini.
Nyo Sugi sendiri juga menjadi was was katanya: "Nona apa maksudmu?''
Kedua belah pihak sama keheranan dan melengak akan sikap In tiong yan tapi kedua belah pihak sementara memang berhenti bertempur.