Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 89

CSI

Jiko mendengus selanya: "Perempuan bawel itu setiap kali teringat dia lantas jengkel hatiku nama kita kan bukan kaum keroco dikangouw, hari itu hampir saja kita diusir keluar olehnya."

Baru sekarang In tiong yan paham, kiranya keempat orang ini pernah bertandang kerumah Lu Tangwan untuk mencari Geng Tian, tapi kena diusir oleh ibu Lu Giok-yau.

Dari penuturan Hong thian lui, In tiong yan tahu bahwa Geng tian pernah datang kerumah keluarga itu, ia berpikir: "Kenapa Lu hujin tak mau bicara sejujurnya pada mereka? Orang orang itu begitu hormat menyebut nama Geng Tian dengan sebutan Geng kongcu, mungkin bekas anak bawahan ayahnya itu. Kalau toh mereka bukan bangsa keroco yang tidak bernama, apakah Lu hujin tak mengenal asal usul mereka? Seumpama tidak tahu juga tidak seharusnya bersikap cuci tangan tak mau ambil tahu persoalan ini malah mengusir mereka keluar rumahnya pula? Apakah ada latar belakangnya?"

Terkaan In tiong yan memang tidak salah, Lu hujin tidak mau mengaku pernah bertemu dengan Geng Tian memang ada latar belakang lainnya. Tapi latar belakangnya justru sampai mimpi juga tak akan terduga olehnya, hal duduk perkaranya ikut curiga sang Toako itu juga sudah lama merasa curiga. Selagi In tiong yan tenggelam dalam alam pikirannya, terdengar sang Toako bicara lagi: "Kulihat perempuan bawel itu bukan takut urusan justru ia mengandung tujuan yang tidak genah, sengaja ia mungkir pada kami akan perkara yang sebenarnya. Untung sekarang kita sudah mendapat kabar berita yang sesungguhnya, Lu tang wan sudah pulang kandang. Untuk keduanya kita mohon bertemu dengan Lu Tangwan, kuduga Lu Tangwan tidak begitu pengecut menampik kedatangan kita!"

Si Jiko itu justru menjengek dingin; "Toako seketika beluk hal ini, mungkin kau sendiri masih belum jelas bukan?"

"Hal apa yang kau maksud?"

"Lu Tang wan punya seorang keponakan yang bernama Khu Tay seng, apakah kau tahu tentang pemuda itu?"

"Bu bing-siau cat (kaum keroco yang tak bernama) masa aku bisa tahu? coba kau jelaskan bagaimana dengan bocah itu?''

Baru sampai sekian pembicaraan mereka mendadak didengarnya derap langkah orang banyak yang berbondong menerjang masuk kerumah penginapan ini. Meski In-tiong-yan tidak takut, tak urung ia terkejut juga. Pikirnya: "Bila yang datang ini adalah kawanan rampok, wah aku bakal menonton keramaian disini.''

Benar juga lantas mendengar keributan di luar, terdengar pemilik hotel berteriak: "Petugas hukum datang memeriksa, harap semua tamu bangun membuka pintu masing masing."

Kiranya bukan rampok ternyata adalah polisi! Sebetulnya In-tiong yan hendak ngeloyor pergi tetapi setelah dipikir kembali akhirnya ia tetap tinggal dalam kamarnya, pikirnya, "Para petugas anjing ini bila berani mempersukar diriku terpaksa harus melanggar peraturan." Kiranya waktu mulai mengutus dia datang ke Tionggoan melakukan tugasnya pernah berpesan wanti wanti padanya, supaya jangan sekali-kali membuka kedok aliasnya sendiri terutama jangan sampai pihak penguasa setempat (pemerintah Kim) tahu akan asal usul dirinya. Maka selamanya ia selalu menghindari kena perkara dengan para petugas hukum. Tapi sekarang lain hanya ia sudah berkeputusan untuk tidak pulang kembali ke Mongol, mengenai perintah dan tugas yang diberikan oleh Dulai kepadanya tidak begitu mengindahkannya lagi, soalnya iapun ingin mengetahui lebih lanjut cara bagaimana keempat orang disebelah itu menghadapi para petugas hukum ini.

Dari sela-sela pintu In tiong yan mengintip keluar, tampak si orang perwira sedang bertanya pada pemilik hotel: "Keempat ekor kuda itu milik siapa?"

Sahut pemilik hotel: "Milik empat tamu yang bersama soal apa kerjaan mereka aku tidak tahu, nah, mereka menetap di kamar itulah."

Baru saja In-tiong-yan mau menonton keramaian tak terduga "blang" justru pintu kamarnyalah yang ditendang jebol oleh seorang petugas, kontan menerjang masuk seorang opas yang bermuka tirus bertubuh kurus kecil.

Laki-laki tirus ini memicingkan mata, mulutnya berkecek kecek, dengan sikapnya yang kurang ajar ia berkata, "Aduh genduk ayu, mana kekasihmu! Kuduga kau sudah berjanji dengan gendukmu untuk kawin lari bukan?''

"Kau kemari!'' ujar In-tiong yan menggapai tangan.

Laki laki tirus itu menjadi kegirangan, katanya cengar cengir: "Ada omongan mesra apa yang hendak kau ucapkan padaku! Genduk ayu, kau tak perlu takut, lari kawin bukan dosa yang terlalu besar, cukup asal kugeledah sekedarnya bila benar kau tidak lari dengan menggondol harta urusan tidak akan ditarik panjang."

Dalam bicara itu ia sudah maju mendekati In tiong-yan, tangannya sudah terulur hendak menjamah, tiba ia menjerit "aduh" kontan ia bertekuk lutut, kiranya jalan darah Hoan thiau-hiat didengkulnya telah tertutuk oleh In-tiong-yan.

Suara jeritannya itu membuat kaget orang-orang yang berada diluar, seorang laki-laki pertengahan umur yang memelihara jenggot kambing segera berseru: "Ong losam kenapa kau?" dengan langkah lebar ia menerjang masuk kedalam kamar, begitu berhadapan dengan In-tiong-yan, kedua belah pihak sama melengak, ternyata laki-laki pertengahan umur tidak lain tidak bukan adalah Ciok Goan, Jicengcu dari Ciok-keh-ceng di Tay-tong-hu.

Terdengar seorang yang lain berseru tertawa: "Losam memang selalu kepincut paras ayu dan melupakan urusan penting. Ciok cengcu tak usah kau urus dirinya, lebih penting kita bekuk empat kambing gemuk di sebelah." opas dari teng-ciu, Ciok Goan dan beberapa orang lainnya datang bersama membantu mereka mengadakan razia ini.

Waktu dipuncak karang kepala harimau di gunung Liang-san Ciok Goan pernah menyaksikan kepandaian In tiong-yan. Tatkala itu dengan mata kepala sendiri ia saksikan orang mengorek biji mata murid Lian Hou-bing dan memapas kedua telinga si ahli tutuk jalan darah ini, betapa telengas cara turun tangannya bila telinga Ciok Goan masih merinding dan ciut nyalinya, setelah melengak sebentar cepat ia putar tubuh serta berteriak, "Dia, dia ...."

Kenapa In tiong yan juga terkejut, soalnya Ciok Goan sudah tahu asal usul dirinya, dikalangan Kangouw meski belum tahu bahwa dirinya adalah "tuan putri" dari Mongol tapi setelah tahu bahwa dirinya adalah In-tiong-yan mungkin bakal membawa kesulitan pada dirinya. Timbullah nafsunya untuk membunuh pikirnya : "Aku terlanjur untuk aku menaruh muka di sini, baiklah kubunuh keparat ini untuk tutup mulut dan tinggal pergi beres," gesit sekali ia mengejar keluar terus melancarkan serangan yang mematikan.

Ciok Goan merasakan datangnya segulung angin kencang menerpa datang kearah punggungnya, kata kata selanjutnya mana sempat diucapkan lagi ? Tanpa menghiraukan betapa runyam keadaan saat itu, segera ia menjatuh diri terus bergelindingan ditanah dengan ilmu La-lu-ta gun (keledai malas menggelinding) beruntun ia menggelundung dua kali baru berhasil terhindar dari pukulan In-tiong yan yang mengarah jalan darah yang mematikan di punggungnya.

Begitu pukulan In tiong-yan dilancarkan saat itu juga iapun merasakan sambaran angin keras menerjang dari samping, jelas ada seorang yang menyerang kepada dirinya. Orang ini bermuka kurus kuning, usianya kira-kira dua puluh satu tahun, tapi jurus serangan Eng-jiau-jiau yang dia lancarkan sungguh cukup ganas dan lihay, lwekang orang itu kelihatannya juga tidak lemah.

Sekali berkelebat In-tiong-yan menghindar dan berbareng tangannya menyampok balik memapas pergelangan tangan sipenyerang gelap ini dengan hebatnya. Tapi gerakan sipenyerang juga cukup sebat, lekas telapak tangan kiri bergerak mundar-mandir memunahkan rangsangan balasan In-tiong-yan berbareng telapak tangan didorong ke depan dengan jurus Wan-kiong sia-tian (membidik memanah garuda) ia balas menyerang meski ia bergerak dan balas menyerang dengan sangat cekatan, tak urung lengan tangannya kena keserempet oleh ujung telapak tangan In-tiong-yan, terasa sakit panas dan kesemutan. Bahwa terkejutnya ia berteriak ketakutan : "Suhu Suhu !"

Bukan gurunya yang datang justru Ciok Goanlah yang putar balik. Begitu mendengar orang meneriaki sang guru sekonyong2 Ciok Goan sadar, ada elang hitam berada disini kenapa aku harus takut menghadapinya!" Begitu ia meletik bangun tubuhnya terus berputar kembali, dilihatnya kesempatan yang baik ini demi menolong muka sendiri yang kena malu tadi kontan ia ayun segenggam pasir beracun terus ditaburkan kearah In-tiong-yan.

In tiong yan tertawa dingin, jengeknya, "Waktu digunung kepala harimau untung kau dapat menyelamatkan jiwa anjingmu, sekarang berani pula kau gerakan cara lama yang licik ini."

Dalam pertempuran dipuncak karang kepala harimau digunung Liang san dulu Ciok Goan menggunakan pasir beracunnya membokong secara licik kepada Hek-swan-hong akibatnya bukan saja tidak berhasil melukai Hek-swan-hong malah senjatanya sendiri makan tuannya. Setelah pulang ia harus mengobati luka-lukanya, selama setahun baru pulih kembali.

Sebetulnya Ciok Goanpun tahu akan kelihayan In-tiong-yan, soalnya ia mengira betapapun lihay dan tinggi kepandaian In-tiong yan tidak lebih ia sebagai kaum hawa yang mempunyai kelemahan, Iwekang atau tenaga dalamnya mesti tidak ungkulan jika dibandingkan dengan Hek swan hong, pula mengandalkan perbawa si Elang hitam yang hadir pula disitu. Demi gengsi maka tanpa banyak pikir lagi ia taburkan segenggam pasir beracunnya.

Tepat pada saat itu pula terdengar suara, "Blang! Blang!" dua kali. Ada dua orang terlontar keluar jumpalitan dari kamar sebelah, begitu hebat tenaga lontaran ini sehingga kedua orang yang bergelindingan sejauh beberapa tombak dan akhirnya rebah celentang diluar pekarangan itu.

Kedua opas itu adalah orang yang setingkat dengan kedudukan Ong losam, tapi ilmu silat mereka rada lebih kuat dan lebih tinggi dari Ong-losam. Setelah menggoda Ong losam tadi baru mereka menerjang kekamar sebelah untuk menggeledah, tak terduga belum lagi mata melihat jelas ada berapa jumlah orang didalam kamar itu, tahu tahu tubuhnya sudah dijinjing oleh si Toako dari keempat orang itu terus dilempar keluar bergantian.

Yang datang menggerebek kehotel ini semua berjumlah enam orang tiga orang opas dan tiga orang lagi kaum persilatan. Seorang kakek tua yang ilmu silatnya paling lihay belum lagi turun tangan. Melihat kedua opas itu kena dilempar keluar begitu mengenaskan, meski ia berkepandaian tinggi tak urung terkejut juga.

Posting Komentar