Seruling Samber Nyawa Chapter 88

NIC

Tar ! Tar, tar ... mendadak Sip-hiat-ling pian Koan It-kiat menyurut mundur tiga langkah sambil menggetarkan pecut ditangannya, sehiniga berbunyi nyaring di tengah udara, Wajahnya menjadi dingin membeku, desisnya .

"Tepat benar dugaanku, Kim-pit kedua huruf itu sudah menimbulkan kecurigaanku !"

Giok liong semakin bingung dan tak habis herannya tak tahu apa maksud tujuannya, katanya ragu.

"Jadt maksud Cianpwe adalah ...

"

"Mari sambut beberapa jurus !"

"Wanpwe tidak berani kurang ajar !" "Hahahaha, sudahlah jangan rada sungkan keluarkan Potlot mas dan seruling samber nyawa, perlihatkan tanda dan kewibawaan SiulJUin !"

"vlaka dan wibawa ?"

"Bisanya tidak pula mengelabui kau ! Dulu aku pernah bergebrak dengan gurumu, kita membatasi sebanyak lima ratus jurus, masing-masing mengambil sumpah berat, Tak berjotang aku kena dikalahkan setengah jurus. sesuai untuk menepati sumpahku aku mengasingkan diri digubug reyot ini selama deIapan puluh tahun. Tahun yang lalu masa sumpahku itu sudah berakhir, kini aku bertekad bulat kalau tidak bisa mengambil pulang kekalahan dulu itu, selamanya takkan muncul di kalangan Kangouw, Tapi kemana-mana sudah mencari jejak Pang Giok, Kau adalah murid tunggalnya, inilah baik sekali !"

Giok liong tertawa ewa. katanya .

"O, jadi begitu. Biarlah nanti jikalau aku bertemu dengan Suhu akan ku sampai pesan Locian-pwe ini !"

"Tidak perlu hubungan guru dan murid laksana ayah dan anak, Hutang ayah, anaknya yang harus bayar. sekarang aku sudah menemukan kau. Pang Giok mau datang tidak sudah tidak penting lagi."

"Mana Wanpwe berani unjuk kejelekan dihadapan Cian pwe !"

"Jangan terlalu banyak membuang buang tempo ! Marilah mulai"

Sikap Sip hiat-ling-pian Koan It-kiat tenang-tenang saja namun kata-katanya yang mendesak ini tDalah pecut di tangannya.

juga sudah mulai bergerak mengancam.

Giok-liong menjadi ragu ragu untuk turun tangan, sebab terhadap Sip hiat-pian (pecut penghisap darah) ini sedikit pun ia tidak paham dengan sendirinya lantas timbul rasa gentar dan khawatir menghantui sanubarinya.

Sebaliknya kalau tidak mau bergebrak sikap Koan It-kiat sangat mendesak betapa juga ia tidak malu kalau dipandang takut mati, apalagi perguruan dibina dan dipandang rendah.

Akhirnya meskipun dalam keadaan serba sulit ia tertawa getir dan berkata.

"Koan locian-pwe, apakah benar tidak bisa menanti guruku . ."

Mendadak sebuan bayangan orang melesat keluar dari gubuk sebelah kiri sana.

Dilain kejap lalu laki laki bermuka hitam yang memancing Giok-Iiong datang tadi sudah berdiri tegak ditengah lapangan rumput ini.

Katanya penuh rasa hormat kepada pecut sakti penghisap darah Koan It-kiat.

"Biarlah tecu bergebrak beberapa jurus dulu, bagaimana pendapat Suhu?"

Sebentar berpikir, lantas pecut sakti penghisap darah Koan It kiat berkata ragu.

"Kau ... ."

"Kalau Tecu tidak kuat melawan dia, nanti suhu turun tangan juga belum terlambat !"

"Bocah tak berguna, cara bicaramu saja sudah dibawah angin. Baik ? Hati-hatilah"

Kata Koan It kiat sambil melemparkan pecut di-tangannya.

Pecut panjang itu laksana seekor naga terbang lempang memanjang melesat kemuka muridnya.

Terbangun semangat laki laki muka hitam, sebab sekali ia melompat maju sambil meraih dengan tangkas sekali ia menangkap pecut panjang itu.

Ditengah udara ia kembangkan gaya Siang thian-thi (memanjang tangga langit) gerak tubuh yang indah sekali badannya lantas melambung tinggi beberapa tombak.

Ditengah udara ia tarikan pecut panjang itu sehingga menerbitkan angin kencang menderu laksana angin lesus ditengah hujan badai dipadang pasir, lalu menukik turun seperti elang menyamber mangsanya.

Ringan sekali ia hinggap diatas tanah, setombak lebih berhadapan dengan Giok liong, lengan kirinya yang putus sebatas sikut itu menuding kearah Giok-liong, ujarnya.

"Mari, kau tidak berani bergebrak dengan guruku, hadapilah aku Siau pi-ong dan sambutlah seratus jurus,"

Melihat pertunjukkan Ginkang orang yang hebat pertanda Lwekangnya yang sempurna, diam diam Giok liong memuji dalam hati, Tapi lahirnya ia tetap tenang acuh tak acuh ujarnya.

"Tuan memancing aku kemari, jadi inikah tujuannya?"

Siau pa ong menjulurkan pecut penghisap darah, teriaknya.

"Kalau begini hayolah turun tangan, buat apa banyak ngobrol!"

Lalu ia mendesak maju dua iangkah, pecutnya diayun siap menyerang Giok-liong insyaf tak mungkin ia menolak dan menampil tantangan orang lagi, khawatir pihak lawan menyerang dan mengambil inisiatif pertempuran dengan serangan gencar, maka segera dirogohnya keluar Potlot mas dan Seruling sambar nyawa.

"Karena terdesak terpaksalah aku mengiringi, harap berilah pelajaran beberapa jurus ilmu kalian yang hebat tiada taranya!"

"Nah, begitu baru menyenangkan!"

Tanpa ayal lagi Siau-pa ong segera menyambar pecut penghisap darah, dengan jurus To-pian-toan cui (pecut memutus air), pecutnya menyapu datang dengan deru angin keras dan bunyi yang menusuk telinga.

Giok-liong tak berani ayal, dengan langkah Leng-hun-toh ia melejit jauh setombak, berkelit dari sambaran pecut lawan, Ji lo sudah terpusatkan mulailah ia mainkan Jan hun su sek.

Trililili...

seruling samber nyawa memancarkan cahaya putih laksana layung seperti seutas rantai panjang, demikian juga Potlot mas mulai mengembangkan pancaran sinar kuning yang cemerlang seperti sinar matahari menjelang senja.

Dalam pada itu, Pecut sakti menghisap darah Koan It-kiat tengah termenung, pikirnya.

"Dibawah panglima kuat tiada tentara lemah. Bocah yang dididik Pang Giok ini memang bukan kepalang hebat, entahlah bagaimana dengan latihan Lwekangnya?"

Gulungan hawa hitam yang ditimbulkan oleh bayangan pecut bersemi itu berputar cepat bergulung-gulung seperti roda angin.

Sinar kuning mas dan larik cahaya putih layung itu terbungkus dalam bayangan pecut hitam bergerak begitu lincah seperti ikan berenang dalam air, pancaran berpaduan sinar kuning dan putih semakin terang menyilaukan mata.

Kalau Siau-pa-ong membentak-bentak dengan suaranya yang keras.

Sebalik-nya Giok liong tak hentinya memperdengarkan tawa dingin.

Di lapangan rumput yang tak lebih seluas puluhan tombak itu terjadi pertempuran sengit yang sangat mempesonakan pandangan mata.

Dari mula pertempuran ini sudah sangat menegangkan.

sedemikian serunya sehingga menyesakkan pernapasan, saban-saban berkutet di sebelah timur mendadak bergulunggulung kearah barat, semakin lama gerak gerik mereka semakin cepat.

Lambat laun saking cepat gerak pertempuran ini susah dibedakan lagi siapakah Giok-liong dan yang mana orang buntung bermuka hitam itu.

Yang jelas kelihatan hanya gulungan kabut ungu yang menyelubungi pancaran sinar kuning dan layung pulih yang memanjang menggubat, seperti ular naga selincah kera menari, berkelebat berkelap kelip.

Mana dapat membedakan jurus atau serangan tipu apa lagi yang tengah mereka lancarkan.

Sekonyong-konyong Pecut sakti penghisap darah Koan Itkiat yang berdiri menonton di depan gabuk itu menggerung kaget.

"Celaka !"

"Siuut!"

"Aduh "

Bayangan orang lantas berpencar. Terdengar Giok liong berseru tertekan.

"Terima kasih kau sudi mengalah !"

Pecut sakti penghisap darah Koan It-kiat bersuit panjang dan nyaring, tiba-tiba tubuhnya melejit tinggi tujuh tombak, dimana cakar tangannya diulurkan terus meraih pecut penghisap darah yang terpental terbang dan sudah meluncur turun.

Lalu dengan gaya Le-hi-te ting (ikaa gabus meletik) dengan ringan dan indah sekali kakinya mendarat di pinggir sungai, air mukanya membesi kaku.

Sementara itu, kelihatan Siau-pa-ong tersurut mundur beberapa langkah terus menggelendot diatas dahan pohon, pancaran sinar matanya menjadi guram, tangan kanannya sudah kosong melompong, sedang sikut tangan kiri yang buntung itu menekan dada kulit mukanya yang hitam itu menjadi pucat menahan sakit.

Giok-liong mengacungkan tinggi Potlot masnya, sedang seruling samber nyawa melintang di depan dada, dengan tenang dan waspada ia berdiri tegak sekokoh gunung di atas lapangan rumput, sikapnya garang dan perwira.

Sesaat keadaan menjadi sunyi dan serba kikuk, sementara waktu mereka bertiga menjadi berdiri melongo tanpa bersuara dengan muka merengut dan pandangan mendelik ! Sebentar kemudian terlihat Pecut sakti penghisap darah Koan It kiat tertawa getir, dan sedih.

"Hahaha, hehehehe ! Hihihihi !"

Potlot mas dan seruling samber nyawa disekap ditangan kiri, segera Giok-liong menjura penuh rasa prihatin menjura kepada Koan lt-kiat, katanya.

"Cian-pwe, harap maaf akan kelancangan Wanpwe tadi!"

Sekarang Siau pa-ong sudah pulih tenaga dan pernapasannya, segera ia menubruk maju berlutut dibawah kaki Sip hiat ling pian Koan lt-kiat, dengan sesenggukan dan menangis sedih ia memohon tersenggak.

"Harap Suhu suka memberi hukuman !"

Pandangan mata Sip hiat ling pian Koan It kiat ke tempat yang jauh, suaranya tertekan agaknya hatinya tangat mendelu, ujarnya.

"Bangunlah ! DuIu gurumu juga dikalahkan oleh perpaduan jurus Toan bing dan Jan hun ini, memang kedua jurus lihay ini merupakan intisari kesaktian dari ilmu Jan hun su sek itu, dua jurus berkombinasi dalam pelaksanaan kerja sama menjadi empat jalan tipu yang serasi sekali, sungguh tak duga... ai !"

Ia menghela napas panjang dengan sedih lalu pelan pelan menyingkir.

Melihat orang tiada niat hendak mempersukar dan menahan dirinya lagi, Giok liong harus cepat berpikir dan bertindak! "Saat yang baik ini kalau aku tidak lekas pergi tunggu kapan lagi!"

Lekas-Iekes ia melangkah maju sambil menyimpan potlot mas dan seruling samber nyawa, dengan angkat tangan ia menjura dalam katanya.

"Cian-pwe, sekarang juga Wanpwe minta diri !"

Sejenak Koan It kiat mengawasi Giok-1i-ong lalu katanya sambil mengulap tangan.

"Pergilah!"

"Teriua kasih, Koan Lo-cian-pwe!"

Giok liong mengiakan, Berbareng dengan habis kata katanya kakinya lantas menjejak tanah, dengan mengembangkan Leng-hun-toh dua kail loncatan saja ra sudah keluar dari lapangan berumput itu.

"Tunggu sebentar !".

Posting Komentar